Pengaduan Jasa Keuangan ke YLKI Didominasi Masalah Pindar
YLKI menemukan, 55 persen pindar datang dari pelaku usaha ilegal, 35 persen legal, dan 10 persen tidak teridentifikasi.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang 2019–2023, pengaduan terkait jasa keuangan, terutama pinjaman daring atau pindar, selalu berada di urutan teratas pengaduan yang diterima oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Permasalahan pindar yang konsisten dikeluhkan masih berkaitan dengan cara penagihan utang.
Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo, saat konferensi pers pengaduan sepanjang 2023, Selasa (23/1/2024), di Jakarta, mengatakan, khusus tahun 2023, pengaduan pindar mencapai 128 pengaduan. Jumlah ini membuat pengaduan pindar berada di urutan pertama. Lima besar permasalahan pindar yang diterima YLKI berturut-turut yaitu cara penagihan utang, diikuti permohonan keringanan pembayaran yang susah, pembobolan/penipuan, penawaran produk terus-menerus, dan tidak pernah meminjam, tetapi ditagih.
”Pengaduan masalah pindar berkontribusi setengah terhadap total pengaduan jasa keuangan,” ujarnya. Pengaduan jasa keuangan lainnya berupa masalah layanan perbankan, uang elektronik, sewa guna usaha atau leasing, asuransi, dan lembaga keuangan nonbank lainnya.
Dilihat dari klasifikasi pelaku usaha pindar yang dikeluhkan konsumen, dari total pengaduan yang diterima, YLKI menemukan bahwa 55 persen pindar datang dari pelaku usaha ilegal, 35 persen legal, dan 10 persen tidak teridentifikasi.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi berpendapat, di negara lain, keberadaan pindar jauh dari banyak keluhan masyarakat. Sementara di Indonesia, pindar yang semestinya bisa membantu inklusi keuangan malah cenderung problematik.
Jika keluhan masalah layanan jasa pinjaman, terutama pindar, relatif tinggi dalam lima tahun terakhir, dia menilai bahwa situasinya mengkhawatirkan. Dia menduga ada persoalan pengawasan pemerintah terhadap operasionalisasi pindar yang tidak optimal.
”Dugaan lainnya adalah literasi (digital dan keuangan) masyarakat masih rendah. Sejumlah konsumen tergiur dengan kemudahan mengakses aplikasi pindar melalui ponsel pintar, tetapi tidak jeli memahami mekanisme bayar dan tagihan,” kata Tulus.
Berdasarkan hasil survei indeks keyakinan konsumen (IKK) yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, IKK nasional 2023 adalah 57,04. Hasil ini meningkat 3,81 poin dibandingkan dengan tahun 2022 dengan perolehan 53,23. Tahun 2021, IKK nasional mencapai 50,39.
Angka IKK tahun 2021, 2022, dan 2023 termasuk kategori ”Mampu”. Artinya, konsumen mampu menggunakan hak dan kewajibannya untuk menentukan pilihan terbaik, termasuk menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan lingkungannya.
Menurut dia, kategori ”Mampu” berada di tengah sehingga tidak bisa dikatakan buruk ataupun sangat bagus. Masih ada kategori di atas kategori ”Mampu”. Salah satunya adalah kategori ”Kritis”. Jika masuk kategori ini, konsumen sebelum bertransaksi barang dan jasa mau membaca detail penjelasan dan mereka mau aktif mengadu karena sadar bahwa mengadu adalah hak yang harus digunakan.
Sebelum jasa keuangan menduduki peringkat teratas dari total pengaduan, YLKI mencatat masalah terkait perdagangan secara elektronik atau e-dagang yang dominan. Kini, pengaduan persoalan e-dagang relatif berada di urutan kedua terbanyak.
YLKI menyarankan agar regulator bisa menyeimbangkan pertumbuhan industri jasa keuangan dan perlindungan konsumen. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu meningkatkan kolaborasi tata kelola pengawasan layanan pindar bersama kementerian/lembaga lainnya.
Agar regulator bisa menyeimbangkan pertumbuhan industri jasa keuangan dan perlindungan konsumen.
Peneliti Center of Digital Economy and Small Medium Enterprises di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Izzudin Al Farras Adha, menyebutkan, lima penyebab pengaduan permasalahan pindar selalu tinggi dan masih ada saja masyarakat yang tertipu aplikasi pindar ilegal. Penyebab pertama, adanya jarak yang terlampau jauh antara inklusi keuangan sebesar 85,1 persen dan literasi keuangan sebesar 49,68 persen per tahun 2022.
Penyebab kedua, kemudahan persyaratan dan akses pinjaman ke pindar ilegal lebih mudah dibandingkan pinjaman ke pindar legal ataupun perbankan. Ketiga, informasi pindar ilegal sangat masif, menjangkau gawai publik.
Selanjutnya, penyebab keempat adalah pengeluaran tidak terduga yang mesti dikeluarkan oleh masyarakat kecil, seperti sakit mendadak, membuat mereka harus mencari dana yang mudah diakses. Pindar ilegal dapat menjadi jalan pintas mengatasi masalah pengeluaran yang tidak terduga.
”Adapun penyebab kelima yaitu jaring pengaman sosial yang cakupannya masih terbatas disertai dengan tekanan hidup yang tinggi bagi masyarakat kecil. Pindar dianggap dapat menjadi salah satu alternatif mengurangi beban hidup sehari-hari,” kata Izzudin.
Aktivis buruh Kokom Komalawati, saat dihubungi secara terpisah, mengatakan, dalam survei Komite Hidup Layak bersama Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS) terhadap 181 responden pekerja di tiga kota dan delapan kabupaten di empat provinsi ditemukan bahwa berutang adalah siasat pertama untuk bertahan hidup. Survei itu dilaksanakan pada 18 September-18 Oktober 2023. Keempat provinsi itu adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Sulawesi Tengah. Responden berlatar belakang pekerja di sektor manufaktur, ojek daring, pertambangan, dan perkebunan.
”Rata-rata responden buruh berutang kepada lebih dari satu sumber, yaitu bank, rentenir, dan pindar. Mereka berutang untuk menutup kebutuhan sekolah anak dan rumah tangga. Sama seperti pindar, berutang melalui bank sekarang sangat mudah,” ucapnya.
Kokom menduga, upah riil pekerja saat ini relatif murah. Ini menjadi akar utama mengapa sejumlah pekerja terjerat utang sampai mengeluhkan tagihan. Selain itu, di kalangan sejumlah pekerja juga belum terliterasi dengan baik mengenai manajemen keuangan.
Sebelumnya, pada November 2023, OJK secara resmi meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI/peer-to-peer lending) 2023–2028 sekaligus mengumumkan diterbitkannya Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI. Dalam SEOJK ini diatur penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dan denda keterlambatan berdasarkan jenis pendanaan sektor produktif dan sektor konsumtif yang akan diimplementasikan secara bertahap dalam jangka waktu 2024–2026.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dalam siaran pers, mengatakan, industri peer-to-peer lending dari sisi kinerja dan pertumbuhan pembiayaan berperan besar bagi masyarakat sehingga perlu terus ditingkatkan integritas kualitas pelayanan dan produk serta kontribusinya terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah.