Kurang Inovasi, Pemulihan Pariwisata Indonesia Bisa Tertinggal
Pariwisata Indonesia membaik pada 2023. Namun, karena miskin inovasi, laju pemulihan bisa tertinggal negara tetangga.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Performa pariwisata global pada 2024 diperkirakan akan sama dengan masa sebelum pandemi Covid-19. Artinya, pemulihan berjalan dengan baik. Pada 2023, tingkat kunjunganwisatawan mancanegara di Indonesia sudah mendekati prapandemi Covid-19. Tantangannya, tak banyak inovasi ditawarkan.
Peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sotya Sasongko, mengatakan, pariwisata Indonesia pada tahun lalu mengalami lonjakan jumlah pengunjung dibandingkan dengan 2022. Kondisinya nyaris mendekati 2019, sebelum pandemi Covid-19.
”Karena memang Indonesia memiliki daya tarik wisata yang cukup banyak dan sudah sangat dikenal. Kemarin penyebab turun (kunjungan) karena pandemi. Kalau jumlah kunjungan kita hampir menyamai sebelum pandemi, berarti itulah kekuatannya Indonesia,” tuturnya saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (3/2/2024).
Meski demikian, inovasi antara sebelum dan pascapandemi belum begitu bertambah. Hanya saja, acara-acara yang dihelat cukup banyak, terutama wisata olahraga (sport tourism). Salah satunya balapan di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Sepanjang 2023, setidaknya ada tujuh balapan digelar.
Pada tahun ini, Indonesia perlu belajar dari pesaing-pesaing pariwisata dari sejumlah negara tetangga. Singapura dan Thailand, misalnya, terus berinovasi dan menawarkan pariwisata dengan harga bersaing.
”Kalau dari internal, paket wisata kita masih klasik, lama. Wisata andalan masih lama, mungkin baru Bali dan Pulau Komodo (Nusa Tenggara Timur) masih jadi andalan. Yogyakarta kurang inovasi, begitu pula Jakarta,” kata Sotya.
Wisatawan mancanegara berbekal motivasi, pilihan, dan harapan ketika akan berkunjung ke negara-negara lain. Saat sampai Indonesia, motivasi ada, tetapi pilihan yang disediakan minim. Alhasil, harapan (ekspektasi) yang tumbuh juga rendah. Akibatnya, durasi lama tinggal atau length of stay rendah, bahkan menurun.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada 2023 mencapai 11,68 juta kunjungan. Trennya terus tumbuh sejak 2021 meski angkanya belum dapat menyamai level prapandemi Covid-19. Pada 2019, tercatat 16,1 juta kunjungan wisatawan mancanegara.
Rerata durasi tinggal turun, dari 9,4 hari pada Desember 2022 menjadi 7,4 hari pada Desember 2023.
Pada 2020 ketika pademi Covid-19 mulai melanda, kunjungan wisatawan mancanegara anjlok 74,8 persen. Setahun kemudian, pertumbuhannya masih negatif sebesar 61,6 persen. Pada 2022, angkanya tumbuh 278,1 persen. Tren positif ini terus berlanjut pada 2023 sebesar 98,3 persen.
”Tapi, kalau kita bandingkan dengan tahun 2021 ataupun 2022, maka kinerja kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2023 ini sangat baik,” ujar Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia A Widyasanti, di Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Rerata durasi tinggal turun, dari 9,4 hari pada Desember 2022 menjadi 7,4 hari pada Desember 2023. Dalam periode yang sama, lama tinggal para wisatawan mancanegara dari ASEAN juga berkurang dari 5,1 hari menjadi 3,6 hari.
Pariwisata global
Menurut Barometer Pariwisata Dunia yang dirilis Badan Pariwisata Dunia (UNWTO), pariwisata internasional akan kembali pada level prapandemi Covid-19 pada 2024. Estimasinya, pertumbuhannya akan 2 persen lebih tinggi dibandingkan dengan 2019. Sebab, performa pariwisata dunia mencapai 88 persen pada 2028 dengan estimasi 1,3 miliar kedatangan internasional.
Sekretaris Umum UNWTO Zurab Pololikashvili mengatakan, data terakhir UNWTO memproyeksikan ketahanan pariwisata dan kecepatan pemulihannya pada akhir 2024 setidaknya sama dengan prapandemi Covid-19. Situasi ini berdampak positif pada ekonomi, pekerjaan, dan perkembangan komunitas di mana-mana.
”Angka-angka ini juga mengingat kembali peran penting proses keberlanjutan dan inklusi dalam perkembangan pariwisata,” ujarnya secara tertulis, seperti dikutip dari laman UNWTO.
Prediksi positif ini tecermin dari survei Indeks Kepercayaan Diri Pariwisata UNWTO. Mayoritas responden pekerja pariwisata profesional (67 persen) menilai prospek pada 2024 lebih cerah daripada 2023. Sebanyak 28 persen responden mengharapkan performa 2024 sama dengan 2023. Sementara hanya 6 persen yang memperkirakan kinerja pariwisata tahun ini lebih rendah daripada tahun lalu.
Prediksi itu mempertimbangkan sejumlah aspek, mulai dari prospek positif bangkitnya pariwisata banyak negara hingga kondisi geopolitik yang dapat berimbas buruk. Isu-isu yang terjadi di banyak negara berisiko menghambat pemulihan industri pariwisata sehingga kewaspadaan tetap diperlukan.
Mengutip dari UNWTO, Asia masih memiliki ruang untuk pulih. Pembukaan kembali sejumlah sumber pasar dan destinasi akan mendongkrak pemulihan di regional dan global.
Eropa diperkirakan akan mendominasi keberhasilan pariwisata pada 2024. Pada Maret mendatang, Romania dan Bulgaria akan bergabung dalam area bebas gerak Schengen. Paris juga akan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas pada Juli dan Agustus.
Kuatnya angka perjalanan dari Amerika Serikat (AS) memperkuat dollar AS sehingga akan menguntungkan destinasi-destinasi di Amerika dan sekitarnya.
Meski demikian, situasi geopolitik dan ekonomi yang masih berlanjut menambah tantangan pemulihan pariwisata internasional yang berkelanjutan. Inflasi berkelanjutan, tingkat suku bunga tinggi, serta fluktuasi harga minyak berisiko berdampak negatif pada biaya transportasi dan akomodasi tahun ini.