Lelang Frekuensi 700 MHz Sebelum Pergantian Pemerintahan
Frekuensi yang dipakai untuk layanan 5G sekarang merupakan hasil penataan ulang frekuensi yang dulu dipakai 3G.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan, lelang spektrum frekuensi 700 megahertz, yang sebelumnya dipakai untuk siaran televisi terestrial, akan dilaksanakan sebelum pergantian pemerintahan. Bersamaan dengan proses lelang, kementerian menjanjikan keluar ketentuan insentif penggunaan spektrum frekuensi.
”Sekitar Maret - April 2024. Tidak di periode pemerintahan baru,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi saat ditemui di kompleks Widya Chandra, Jakarta, Rabu (14/2/2024).
Dia menegaskan, industri telekomunikasi seluler saat ini sedang membutuhkan tambahan spektrum frekuensi untuk meningkatkan kualitas layanan. Tim sedang mematangkan rumusan teknis pelaksanaan lelang spektrum frekuensi 700 megahertz (MHz).
”Skema insentif penggunaan spektrum frekuensi juga sudah dibahas. Isi skema cukup detail dan sedang diharmonisasi lintas kementerian/lembaga,” kata Budi.
Spektrum frekuensi 700 MHz sebelumnya diduduki oleh lembaga penyiaran. Melalui kebijakan migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial atau analog switch off (ASO), spektrum frekuensi ini baru bisa kosong dan terbuka untuk dilelang kepada pelaku industri telekomunikasi seluler.
ASO sebenarnya telah dikumandangkan sejak 2006. Ketika keluar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta perubahannya, pelaksanaan ASO tidak bisa langsung mulus. Proses migrasi lebih dari 600 stasiun televisi terestrial diklaim baru tuntas oleh Kemenkominfo pada Agustus 2023.
Pemerintah menjanjikan lelang spektrum frekuensi 700 MHz bukan sekali saja. Pada saat proses migrasi ASO mulai mendekati tuntas, kementerian ini menazarkan lelang dilaksanakan pada akhir Desember 2023.
Sementara pada saat bersamaan, di kalangan pelaku industri telekomunikasi seluler berkembang isu bahwa penggelaran layanan 5G yang masih terbatas karena ketersediaan spektrum frekuensi belum memadai.
Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), M Ridwan Effendi, Kamis (15/2/2024), di Jakarta, mengatakan, kelebihan spektrum frekuensi 700 MHz adalah mampu menutup titik lokasi yang belum tersentuh sinyal telekomunikasi karena spektrum ini merupakan jenis coverage spectrum. Kekurangannya, dari hasil ASO, lebar spektrum frekuensi 700 MHz yang bisa dialokasikan untuk telekomunikasi hanya 2 x 45 MHz (frequency division duplex/FDD) sehingga secara kapasitas tidak terlalu besar jika harus dibagi-bagi ke lebar yang lebih kecil.
”Jika tujuannya untuk meningkatkan penggelaran layanan 5G, maka lebar 2 x 45 MHz cocok untuk (dipakai) satu operator telekomunikasi seluler saja. Sementara jika tujuannya adalah untuk meningkatkan pembangunan layanan 4G, lebar spektrum frekuensi 700 MHz yang tersedia bisa dipecah-pecah supaya bisa diduduki tiga operator. Masing-masing operator mendapat lebar 2 x 15 MHz,” katanya.
Dari penentuan fokus peruntukan itu bisa dirumuskan insentif yang cocok. Menurut Ridwan, bentuk insentif yang cocok berupa pembebasan bayar biaya uang muka setelah menang lelang dan biaya hak penggunaan (BHP) spektrum frekuensi. Di Eropa dan China, pembebasan BHP spektrum frekuensi dilakukan selama tiga tahun supaya tingkat ketercakupan layanan telekomunikasi seluler tercapai di angka yang sudah ditargetkan.
Karena insentif penggunaan spektrum frekuensi erat kaitannya dengan pemasukan negara bukan pajak, dia menyarankan agar pembahasannya dilakukan lintas kementerian/lembaga.
”Harus ada peraturan presiden atau kebijakan pemerintah yang menjadi payung hukum pemberian insentif,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menyampaikan, operator telekomunikasi seluler membutuhkan tambahan spektrum frekuensi baru untuk menggelar lebih masif 5G. Sebab, frekuensi yang dipakai untuk layanan 5G sekarang merupakan hasil penataan ulang frekuensi yang sebelumnya dipakai untuk layanan 3G. Kebanyakan operator telekomunikasi seluler telah mematikan pemancar 3G sehingga layanan 3G berhenti.
Agar kualitas layanan 5G bisa optimal diterima konsumen, penggelarannya membutuhkan lebar spektrum frekuensi minimal 100 MHz untuk jenis spektrum frekuensi tengah (middle band) dan lebar pita 100 MHz lagi untuk jenis spektrum frekuensi tinggi (high band). Operator telekomunikasi seluler di Indonesia belum ada yang memiliki jumlah sebesar itu.
Harus ada peraturan presiden atau kebijakan pemerintah yang menjadi payung hukum pemberian insentif.
Selain tuntutan menggelar layanan 5G lebih masif, operator harus menghadapi realitas bahwa bisnis telekomunikasi seluler sekarang berbeda dengan 10-15 tahun lalu. Kala itu, pertumbuhan pendapatan industri bisa sampai dua digit, sedangkan sekarang berkisar 7-8 persen.
Ketatnya persaingan dengan perusahaan aplikasi internet (over-the-top/OTT) raksasa global dan ongkos regulasi yang mahal juga menjadi tantangan lain. Oleh karena itu, Heru berpendapat, jika pemerintah menjanjikan kembali lelang spektrum frekuensi baru, sudah tepat jika hal itu diikuti dengan penawaran insentif.
Menurut dia, sudah pas jika Kemenkominfo melakukan lelang spektrum 700 MHz dulu. Spektrum frekuensi lain, yaitu 3,5 gigahertz (GHz), masih diduduki oleh penyelenggara satelit. Lalu, spektrum frekuensi 2,6 GHz masih ditempati untuk penyiaran televisi kabel.