Peta jalan pengembangan etanol sebagai bahan campuran dalam Pertamax Green 95 terus dimatangkan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) berencana memperluas penjualan produk Pertamax Green 95 atau hasil pencampuran bioetanol 5 persen dengan pertamax, yang saat ini masih dijual di 12 stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di Jakarta dan Surabaya. Adapun peta jalan swasembada gula dan penyediaan bioetanol dalam proses akhir untuk kemudian ditetapkan pemerintah.
Sebelumnya, pada Juli 2023, Pertamina resmi memperkenalkan produk Pertamax Green 95 yang merupakan pencampuran gasolin (bensin) RON 92 dengan bioetanol 5 persen (E5). Namun, hingga kini penjualannya masih terbatas. Pada 2024, SPBU yang menjual Pertamax Green 95 akan diperbanyak.
Dalam rapat di Komisi VII DPR RI, Agustus 2023, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengharapkan dukungan adanya pembebasan cukai etanol. Dengan demikian, bioetanol, yang berbahan baku molasses (tetes tebu), dapat lebih berkembang serta dimanfaatkan untuk bahan bakar nabati (BBN).
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, Kamis (15/2/2024), mengatakan, proses pembebasan cukai etanol dan perluasan jangkauan produk BBN berjalan beriringan. ”Paralel. Kami sedang siapkan semuanya. Kami akan memperluas di SPBU wilayah Jakarta sekitarnya dan Surabaya sekitarnya,” ujarnya di Jakarta.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kemampuan kapasitas bioetanol fuel grade yang siap untuk E5 sekitar 40.000 kiloliter (kl) per tahun. Itu dipenuhi oleh PT Energi Agro Nusantara (Enero) sebanyak 30.000 kl dan PT Molindo 10.000 kl.
PT Enero, yang merupakan anak usaha PT Perkebunan Nusantara X, mengolah molasses atau hasil sampingan dari pembuatan gula tebu menjadi etanol 99,5 persen. Kapasitas produksi PT Enero ialah 3.000 kl per bulan atau 36.000 kl per tahun.
Direktur PT Energi Agro Nusantara (Enero) Puji Setiyawan menjelaskan, pada periode Juni-Desember 2023, realisasi pembelian bioetanol fuel grade oleh PT Pertamina Patra Niaga ialah sebanyak 120 kl. Untuk 2024, hingga Februari, pembicaraan pembelian bioetanol oleh Pertamina Patra Niaga sebanyak 288 kl. Menurut dia, angka tersebut bisa terus bergerak.
”Tentu permintaan akan terus berkembang dan kami secara korporasi siap memenuhi permintaan. Sekarang, kan, sedang proses untuk pembebasan cukai (etanol). Kalau sudah diberlakukan, pasti akan meningkatkan permintaan dari Pertamina,” kata Puji.
Ia menambahkan, saat ini Pertamina memang masih berusaha untuk menyerap hingga 100 persen bioetanol fuel grade yang diproduksi PT Enero. Untuk melakukan itu, Pertamina salah satunya mesti terus menambah SPBU yang menjual Pertamax Green 95. Dengan demikian, nantinya permintaan bioetanol bakal meningkat.
Implementasi pencampuran bioetanol dengan bensin tersebut juga beriringan dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel), yang diundangkan di Jakarta pada 16 Juni 2023.
Puji mengemukakan, pihaknya terus mendukung perpres itu, salah satunya dalam pemenuhan kapasitas produksi hingga 3.000 kl per bulan, termasuk penyediaan tangki-tangki. ”Kami sudah siapkan jika sewaktu-waktu Pertamina menyerap secara penuh produk kami,” ujarnya.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan, pihaknya masih terus memantau perkembangan implementasi Pertamax Green 95. ”(2024) masih melanjutkan market trial (uji pasar) Pertamax Green 95,” ujar Edi.
Ia menambahkan, koordinasi juga dilakukan dengan kementerian/lembaga lain, salah satunya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Itu terkait peta jalan swasembada gula dan penyediaan bioetanol. ”Masih proses akhir penetapan di Kemenko Bidang Perekonomian,” ucap Edi, yang juga membenarkan penetapan peta jalan itu ditargetkan tahun ini.
Adapun pengembangan E5 juga masuk dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah pembaruan Kebijakan Energi Nasional yang ditargetkan disahkan pada Juni 2024. Dalam skenario yang disusun Dewan Energi Nasional (DEN) tersebut, hingga 2035, persentase bioetanol masih 5 persen. Baru pada 2040, ada peningkatan menjadi E10-E40.