Jelang Ramadhan, Tak Hanya Beras yang Harganya Naik
Pemerintah tidak hanya menghadapi kenaikan harga beras, tetapi juga minyak goreng, gula, cabai merah, dan telur ayam.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang Ramadhan, tidak hanya beras yang harganya naik. Harga pangan pokok lain, seperti minyak goreng, gula pasir, cabai merah, dan telur ayam ras, juga turut melambung. Kantor Staf Presiden meminta pemerintah juga turut menstabilkan harga sejumlah komoditas pangan itu agar tidak semakin melambung.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara hibrida di Jakarta, Senin (19/2/2024). Rapat yang dipimpin Inspektur Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir itu dihadiri pula Deputi III Bidang Perekonomian Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga rerata nasional beras medium pada pekan ketiga Februari 2024 mencapai Rp 14.380 per kilogram (kg), naik 5,92 persen dibandingkan Januari 2024. Kenaikan harga beras itu terjadi di 179 kabupaten/kota dan 20 persen di antaranya harga beras lebih tinggi dari harga rerata nasional.
Kenaikan harga juga terjadi pada cabai merah, minyak goreng, gula pasir, dan telur ayam ras. Harga rerata nasional cabai merah sebesar Rp 55.359 per kg atau naik 3,58 persen dibandingkan harga rerata Januari 2024, minyak goreng Rp 17,691 per liter (1,25 persen), telur ayam ras Rp 30.118 per kg (1.09 persen), dan gula pasir Rp 17.655 per kg (1,5 persen).
Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, daerah yang mengalami kenaikan harga sejumlah komoditas pangan itu juga turut bertambah. Minyak goreng, misalnya, dalam sepekan, jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga komoditas itu bertambah dari 193 daerah menjadi 203 daerah.
Begitu juga gula pasir dan cabai merah. Jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga gula pasir bertambah dari 146 daerah menjadi 156 daerah, sedangkan cabai merah dari 203 daerah menjadi 230 daerah.
”Kenaikan harga komoditas-komoditas pangan itu perlu diwaspadai karena berpotensi menyebabkan inflasi. Kecepatan upaya pengendalian potensi inflasi akan memengaruhi perkembangan harga dan dan laju penambahan wilayah yang berpotensi menyumbang inflasi,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Edy mengemukakan, berdasarkan kategori aman atau tidaknya harga pangan pokok, semakin banyak komoditas pangan yang meninggalkan kategori aman. Minyak goreng dan cabai rawit telah berpindah dari kategori aman ke waspada, sedangkan cabai merah kembali lagi masuk kategori tidak aman.
”Hal ini memang perlu diwaspadai dan diatasi apalagi sebentar lagi memasuki masa Ramadhan dan Lebaran. Biasanya pada periode itu permintaan komoditas naik sehingga turut mendongkrak harga,” ujarnya.
Menurut Edy, beras premium memang sulit dijumpai di minimarket dalam sepekan terakhir. Namun, KSP menemukan beras premium masih tersedia di sejumlah toko daring, termasuk milik minimarket-minimarket tersebut.
Hanya saja, harga beras premium di toko daring itu dijual di atas harga eceran tertinggi (HET). KSP berparap Satuan Tugas Pangan tidak menindaknya terlebih dahulu untuk menjaga ketersediaan beras premium nasional.
Hal itu sembari menunggu Perum Bulog yang tengah menggulirkan beras kemasan 5 kg ke minimarket-minimarket luring. Gelontoran beras tersebut memang tidak bisa cepat lantaran Bulog harus mengemasnya dahulu dalam kemasan 5 kg.
”Selain itu, Bulog masih harus menunggu permintaan resmi dari jaringan ritel modern,” katanya.
Beras premium memang sulit dijumpai di minimarket dalam sepekan terakhir. Namun, ditemukan beras premium di sejumlah toko daring, termasuk milik minimarket-minimarket tersebut.
Selain komoditas itu, lanjut Edy, pemerintah juga perlu mewaspadai kenaikan harga daging sapi ke depan. Untuk saat ini, harga daging sapi memang masih berada di kategori aman. Namun, dalam beberapa waktu ke depan, harganya bisa naik.
Saat bertemu dengan sejumlah importir sapi dan daging sapi, Presiden mendapatkan keluhan dari mereka. Salah satunya terkait dengan lambatnya penerbitan izin impor daging sapi beku dan bakalan pada awal tahun ini.
“Kami khawatir hal itu menyebabkan stok daging sapi terganggu pada Ramadhan dan Lebaran tahun ini. Kalau stok terganggu, harga pasti akan naik karena kita masih mengandalkan impor. Untuk itu, penerbitan izin impor daging sapi beku dan sapi bakalan perlu segera dipercepat agar bisa diantisipasi kenaikan harganya,” katanya.
Berdasarkan Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), per 19 Februari 2024, harga rerata nasional daging sapi murni di tingkat eceran Rp 134.010 per kg. Harga itu lebih rendah dibandingkan harga rerata pada Februari 2023 yang sebesar Rp 134.290 per kg. Harga tersebut masih berada di harga acuan penjualan daging sapi di tingkat eceran yang ditentukan pemerintah sebesar Rp 130.000-Rp 140.000 kg.