Makan Siang Gratis, IKN, sampai Food Estate, dari Mana Anggarannya?
Jika implementasi program dalam janji kampanye Prabowo hanya mengandalkan APBN, kas negara bisa jebol.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
Program makan siang gratis selalu didengungkan di masa kampanye pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Program tersebut memerlukan kebutuhan anggaran jumbo, belum lagi ditambah dengan biaya untuk janji-janji lainnya, seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara dan kelanjutan program Lumbung Pangan atau Food Estate.
Untuk mewujudkan seluruh janji kampanye Prabowo-Gibran, pemerintahan baru nantinya perlu menyiapkan dana yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ataupun sumber atau skema pendanaan kreatif lain.
Program makan siang gratis menjadi sorotan karena membuat masyarakat bertanya-tanya dari mana sumber dananya, kapan mulai berlaku, serta siapa penerima makan siang gratis.
Prabowo dalam acara Trimegah Political and Economic Outlook 2024, Kamis (8/2/2024), mengatakan, anggaran untuk menjalankan program makan siang gratis berada di kisaran Rp 460 triliun.
Apabila Prabowo-Gibran tetap mau menjalankan kebijakan makan siang gratis, pendanaannya semestinya tidak mengambil dari anggaran belanja rutin, seperti subsidi energi.
Menurut rencana, program ini akan diberikan untuk anak-anak pendidikan sebelum sekolah dasar hingga sekolah menengah atas/kejuruan yang totalnya diperkirakan mencapai 78,3 juta jiwa. Dalam kesempatan tersebut, Prabowo menjelaskan, program makan siang gratis akan dijalankan menggunakan alokasi dana APBN untuk pendidikan dan perlindungan sosial.
Sementara itu, kepada Kompas, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Eddy Soeparno mengatakan, anggaran untuk program makan siang gratis didapat juga dari program penataan anggaran subsidi energi.
Pihaknya hanya mau mengevaluasi pemberian subsidi energi yang saat ini dinikmati masyarakat mampu supaya lebih tepat sasaran.
”Kalau itu dilakukan, otomatis kebutuhan untuk subsidi energi menciut. Dari saat ini Rp 350 triliun, misalnya, setelah dilakukan efisiensi, menjadi hanya Rp 100 triliun. Ini contoh saja. Jadi, konteksnya itu penghematan anggaran subsidi,” ujar Eddy.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, apabila Prabowo-Gibran tetap mau menjalankan kebijakan makan siang gratis, pendanaannya semestinya tidak mengambil dari anggaran belanja rutin, seperti subsidi energi. Pemerintah harus punya cara kreatif lain agar tidak membebani APBN.
”Misalnya, lewat dana dari hasil putusan pengadilan yang sudah inkrah, seperti dana lelang aset BLBI. Opsi lain, mengejar obyek pajak baru, seperti penerapan pajak kekayaan(windfall profit tax) untuk perusahaan di sektor komoditas primer,” katanya.
Lanjutkan IKN
Program beranggaran jumbo lainnya yang dijanjikan dalam kampanye Prabowo adalah komitmen untuk melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Pada 2024 terdapat alokasi anggaran pembangunan IKN senilai Rp 40,6 triliun sehingga sampai tahun ini penggunaan APBN untuk IKN dapat mencapai Rp 75,4 triliun.
Adapun hingga 2045 mendatang, perkiraan kebutuhan anggaran IKN akan melebihi Rp 486 triliun. Menurut rencana, tidak seluruh kebutuhan dana itu berasal dari APBN. ”Anggaran kita sekarang untuk infrastruktur saja mendekati Rp 300 triliun kalau tidak salah dalam APBN. Apakah IKN bukan infrastruktur,” ujar Prabowo pada Kamis (4/1/2024).
Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, paham betul pembangunan IKN butuh investasi dari luar negeri. Investasi dalam negeri saja, menurut dia, tidak akan cukup untuk membangun proyek ini. Lobi yang telah dilakukan kepada calon investor asing saat ini akan terus dilanjutkan.
Drajad mengatakan, negara-negara yang didekati ini bukanlah negara yang biasa berinvestasi di Indonesia, seperti Singapura, China, atau Jepang. ”Ada beberapa negara yang tidak klasik, yang mungkin bisa saya sampaikan adalah India,” ujarnya.
Perluas Food Estate
Program lain yang berpotensi membebani APBN apabila tidak dikelola dengan baik adalah program Lumbung Pangan alias Food Estate. Program ini menjadi salah satu prioritas Prabowo-Gibran, terutama untuk komoditas padi, jagung, singkong, kedelai, dan tebu.
Pasangan itu menargetkan tambahan minimal 4 juta hektar lahan untuk pangan pada 2029.
Dikutip dari visi-misi Prabowo-Gibran, dengan tambahan luas panen sebesar itu, apabila asumsinya semua merupakan luas panen padi, akan ada tambahan 20 juta ton gabah (asumsi produktivitas 5 ton per hektar) atau setara 10 juta ton beras (asumsi rendemen 50 persen).
Food Estate termasuk dalam pos program Ketahanan Pangan, yang total anggarannya mencapai Rp 108,8 triliun pada 2024. Program Food Estate pada pemerintahan saat ini turut dijalankan oleh Kementerian Pertahanan meskipun kaitannya dengan ketersediaan pangan dan pertanian.
Peneliti Pembangunan Pangan dan Energi Berkelanjutan Indef, Dhenny Yuartha, menilai bahwa program monokultur Food Estate justru telah menggerus keragaman pangan lokal. Idealnya, Food Estate sebagai langkah ekstensifikasi pertanian bisa menghasilkan produksi pangan yang mumpuni untuk stabilitas harga dan pasokan.
”Masyarakat yang sebenarnya punya kearifan lokal secara akses pangan dan gizi terpenuhi, keragaman pangan terpenuhi, tetapi saat akses itu ditutup untuk Food Estate, misalnya, artinya industri pangan masuk ke situ,” ujar Dhenny.
Jika impor pangan tetap tinggi, kehadiran Food Estate hanya akan menjadi beban anggaran.
Ia menilai proyek Food Estate yang digadang sebagai strategi ketahanan pangan nasional justru tidak mampu menahan laju impor pangan. Indonesia dalam satu dekade terakhir tetap melakukan impor pangan dengan jumlah yang terus bertambah. Jika impor pangan tetap tinggi, kehadiran Food Estate hanya akan menjadi beban anggaran.