Rumah tapak terus tumbuh menyalip pasar apartemen.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar perumahan terus berkembang. Digulirkannya insentif pajak untuk residensial sejak November 2023-Desember 2024 diprediksi menumbuhkan pasar rumah tapak. Sebaliknya, pergerakan pasar apartemen yang lambat diprediksi membuat apartemen kalah bersaing dibandingkan rumah tapak.
Kebijakan insentif pajak yang digulirkan pemerintah adalah Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah baru siap huni, baik rumah tapak maupun apartemen. Setelah diberlakukan pada tahun 2021 dan 2022, kebijakan PPN-DTP kembali digulirkan pada November 2023 hingga Desember 2024. Insentif pajak itu untuk dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp 2 miliar dengan harga jual rumah maksimal Rp 5 miliar.
Hasil survei Jones Lang Lasalle (JLL) Indonesia, perusahaan finansial dan profesional real estat, terkait sektor properti triwulan IV (Oktober-Desember) 2023, menunjukkan, pengembang terus secara aktif meluncurkan produk baru kluster hunian. Bahkan, kota-kota yang sebelumnya lebih sepi dalam pemasaran mulai memperkenalkan kluster permukiman-permukiman baru.
Head of Research JLL Indonesia Yunus Karim mengemukakan, beberapa faktor pertimbangan konsumen dalam memilih rumah tapak adalah aksesibilitas yang baik, seperti akses jalan tol, transportasi publik, reputasi pengembang, dan fasilitas komersial pendukung di kawasan hunian. Preferensi masyarakat Indonesia untuk memilih rumah tapak semakin meningkat beberapa tahun belakangan.
Sebaliknya, pasar apartemen cenderung tumbuh lambat dan insentif PPN DTP dinilai belum berdampak signifikan terhadap peningkatan pasar apartemen. Selama ini, pencarian apartemen umumnya karena lokasi yang strategis di pusat kota, kedekatan dengan tempat kerja dan fasilitas lain, seperti pendidikan.
Pada semester II (Juli-Desember) 2023, produk rumah tapak baru yang diluncurkan di Jabodetabek sejumlah 10.200 unit, sedangkan permintaan berkisar 10.100 unit. Tingkat penjualan rumah tapak berkisar 84 persen.
Konsumen lebih menyukai rumah tapak, karena lahan yang dimiliki bisa dibangun secara bertahap.
Pada triwulan IV (Oktober-Desember) 2023, tidak ada proyek apartemen diluncurkan. Tingkat penjualan apartemen secara kumulatif 58,8 persen. Unit apartemen yang sudah selesai dibangun sekitar 181.700 unit dan yang sedang dibangun 26.000 unit.
Kelas menengah yang mendominasi pasar perumahan cenderung memilih rumah tapak yang harganya dinilai lebih terjangkau jika dibandingkan apartemen meski berlokasi di kawasan pinggiran kota. Sementara itu, investor apartemen masih cenderung menunggu dan berhati-hati dalam memilih apartemen sebagai produk investasi.
”Ada potensi kompetisi produk apartemen dan rumah tapak. Secara historis, rumah tapak lebih diminati end user,” ujar Yunus, dalam JLL Media Briefing, Rabu (28/2/2024).
Yunus menambahkan, tingkat penjualan rumah tapak di Jabodetabek selama triwulan IV-2023 tetap tinggi, khususnya di Bogor dan Tangerang. Hal itu, antara lain, didorong ketersediaan produk hunian yang disertai dengan diskon menarik dan syarat pembayaran yang fleksibel. Pertumbuhan pasokan rumah tapak cenderung setara dengan tingkat permintaan sehingga tidak ada ketimpangan besar antara suplai dan permintaan.
Besarnya potensi pasar rumah tapak mendorong pengembang asing aktif bermitra dengan pengembang lokal, antara lain, dalam bentuk usaha patungan. Beberapa proyek patungan itu telah diperkenalkan di Tangerang dan diprediksi akan berkembang di Bekasi dan Bogor.
Adapun pasar apartemen belum bergerak signifikan. Sejak tahun 2020, tingkat penjualan apartemen rata-rata di bawah 1.000 unit per tahun. Kondisi ini jauh menurun dibandingkan periode keemasan pemasaran apartemen pada tahun 2013 dan 2014 yang rata-rata menembus 20.000 unit per tahun. Permintaan apartemen yang semakin terbatas turut mendorong pasokan terbatas.
Steven Milano, Founder GadingPro, mengemukakan, pasar terbesar perumahaan saat ini didominasi untuk ditinggali (end user). Insentif pajak PPN DTP dinilai sangat membantu penjualan rumah baru. Selama ini pemasaran rumah baru kerap sulit bersaing dengan rumah seken yang siap huni.
Insentif PPN DTP memberikan keringanan nilai transaksi rumah baru karena konsumen dibebaskan dari biaya PPN sebesar 11 persen. Selain itu, konsumen juga mendapatkan lebih banyak pilihan rumah tinggal. Meski demikian, insentif PPN dinilai belum efektif mendongkrak pasar apartemen.
”Apartemen saat ini masih cenderung mengalami suplai berlebih, sedangkan konsumen lebih menyukai rumah tapak karena lahan yang dimiliki bisa dibangun secara bertahap. Ini menyebabkan apartemen kalah diminati dibandingkan rumah tapak,” kata Steven.
Faizal Abdullah, Senior VP Listing Business 99 Group Indonesia, mengemukakan, tingkat suku bunga yang relatif rendah telah mendorong minat orang memiliki rumah. Harga rumah yang banyak dibidik konsumen melalui kanal properti itu mayoritas memiliki harga Rp 700 juta-Rp 2,5 miliar per unit.