Bulog Isyaratkan Harga Beras Sulit Turun ke Posisi Tahun Lalu
Harga beras sulit turun ke level HET karena meningkatnya biaya produksi.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meningkatnya biaya produksi padi membuat harga beras akan sulit turun ke level harga eceran tertinggi atau HET yang ditetapkan pemerintah tahun lalu. Yang dapat dilakukan pemangku kebijakan saat ini adalah menjaga stabilitas harga beras agar tidak merugikan petani ataupun masyarakat.
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menuturkan, harga beras belum akan turun ke level tahun lalu mengingat sejumlah komponen pembentuk harga beras telah mengalami kenaikan, mulai dari upah tenaga kerja, harga sewa lahan, hingga harga pupuk.
”Seiring dengan kenaikan UMR (upah minimum regional) dan inflasi di kisaran 2-3 persen, upah buruh tani juga meningkat. Faktanya, 50 persen biaya produksi tanaman padi didominasi upah tenaga kerja,” ujarnya di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Menurut perhitungan kami, harga akan sulit untuk kembali ke titik semula seperti setahun lalu.
Bayu menyoroti kenaikan harga sewa lahan yang terjadi akibat banyaknya konversi lahan turut membuat petani merogoh kocek lebih banyak untuk menyewa lahan. Saat ini, di tengah kondisi lahan yang semakin sempit, harga sewa dibanderol lebih mahal.
Faktor lain yang membuat HET beras tidak bisa kembali ke posisi tahun lalu adalah kenaikan harga pupuk baik di tingkat internasional maupun regional. Pupuk subsidi hanya menyumbang sekitar 3,8 persen dari total biaya produksi padi, sedangkan pupuk nonsubsidi menyumbang sekitar 10 persen dari total biaya produksi padi di petani.
”Kondisi demikian menjadi pertimbangan kenaikan harga beras ke depan. Jadi, menurut perhitungan kami, harga akan sulit untuk kembali ke titik semula seperti setahun lalu,” ujar Bayu.
Sebelumnya, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menaikkan HET beras premium yang menyasar delapan wilayah di Indonesia. HET disesuaikan dengan kenaikan Rp 1.000 per kg dari sebelumnya.
Dengan demikian, untuk Pulau Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan, harga beras premium menjadi Rp 14.900 per kg dari sebelumnya Rp 13.900 per kg. Kebijakan berlaku pada 10-23 Maret 2024 atau selama dua pekan.
Kenaikan HET dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras premium di pasar tradisional serta ritel modern. Kebijakan akan dievaluasi atau dikembalikan pada HET sebelumnya saat pasokan dan harga di tingkat konsumen kembali stabil.
Untuk menjaga stabilitas harga beras, Bulog akan turut menyerap gabah hasil panen raya yang diprediksi mencapai puncaknya pada April 2024. Penyerapan dilakukan dengan skema pengadaan gabah berdasarkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk cadangan beras pemerintah (CBP) yang saat ini berada di angka 1 juta ton.
Bayu menambahkan, Bulog juga akan melakukan penyerapan menggunakan skema komersial atau bisnis untuk stok beras komersial Bulog. ”Bulog akan menyerap gabah pada periode panen raya sebisa yang diserap. Kalau terlalu kencang melakukan pengadaan, Bulog akan berkompetisi dengan penggilingan padi sehingga dikhawatirkan malah akan membuat harga gabah naik,” ujarnya.
Bulog juga akan melakukan penyerapan menggunakan skema komersial atau bisnis untuk stok beras komersial Bulog.
Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta, Senin, terungkap, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mulai turun. Begitu juga harga beras. Harga komoditas pangan tersebut mulai melandai meskipun masih tinggi.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan Bapanas, per 18 Maret 2024, harga rerata nasional GKP di tingkat petani Rp 6.680 per kilogram. Harga GKP tersebut turun signifikan dibandingkan pada Februari 2024 yang pernah menembus di atas Rp 8.000 per kg.
Sementara itu, BPS mencatat, harga rerata nasional berbagai jenis beras pada pekan kedua Maret 2024 sebesar Rp 15.966 per kg. Harga tersebut masih lebih tinggi 3,32 persen dibandingkan harga rerata pada Februari 2024.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti mengemukakan, meskipun masih tinggi, harga beras sudah mulai melandai. Hal itu dipengaruhi semakin meluasnya panen padi di sejumlah daerah sentra di Indonesia.
Jumlah daerah yang mengalami kenaikan harga beras juga turun. Pada pekan pertama Maret 2024, jumlah kabupaten/kota yang harga berasnya naik sebanyak 271 daerah, sedangkan pada pekan kedua Maret 2024 turun menjadi 268 daerah.
”Ini merupakan tanda-tanda yang sangat baik. Apalagi, ketersediaan beras di dalam negeri juga terbantu oleh impor beras yang cukup stabil,” katanya.
Berdasarkan data BPS, volume impor beras pada Januari dan Februari 2024 masing-masing sebanyak 442.110 ton dan 438.710 ton. Beras impor itu berasal dari Thailand, yakni 59,11 persen, Pakistan 17,82 persen, dan Myanmar 14,34 persen. Total impor beras pada dua bulan awal 2024 itu meningkat 93 persen dibandingkan periode sama 2023.