Dampak Konflik Iran-Israel, Kementerian ESDM Belum Singgung Kenaikan Harga BBM
Pemerintah bersiap kemungkinan terburuk. Namun, pengambilan keputusan atau kebijakan akan dilakukan secara hati-hati.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengidentifikasi kemungkinan kenaikan harga minyak mentah sebagai dampak konflik Iran-Israel. Namun, dalam hal kebijakan, pemerintah mengkajinya secara bertahap dengan melihat perkembangan situasi. Potensi kenaikan harga bahan bakar minyak belum masuk dalam pembahasan pemerintah.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji, di sela-sela halalbihalal Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (16/4/2024), mengatakan, dari kajiannya, ada kemungkinan harga minyak mentah global naik 5-10 dollar AS per barel. Artinya, bisa mendekati 100 dollar AS per barel.
Ada kemungkinan harga minyak mentah global naik 5-10 dollar AS per barel.
”Tapi, kenaikannya spike (runcing/meningkat, lalu turun kembali). Namun, kita tidak boleh lengah karena dalam kondisi seperti ini, kesalahan sedikit saja (dampaknya) bisa menjadi besar. Jadi, diharapkan semua berjalan lancar. Kalau ada accident sedikit saja, siap-siap kemungkinan terburuk,” kata Tutuka.
Dari simulasi yang dilakukan, jika harga minyak mentah Indonesia (ICP) 100-110 dollar AS per barel, akan berpengaruh pada penerimaan dan pengeluaran negara. penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor energi akan meningkat. Namun, kebutuhan anggaran untuk menambah subsidi dan kompensasi BBM ataupun elpiji akan jauh lebih besar.
Terkait kemungkinan kenaikan harga BBM, menurut Tutuka, Kementerian ESDM belum membahasnya. ”Belum sampai situ. Dalam hal preparasi, kemungkinan terburuk kita siapkan. Namun, dalam pengambilan kebijakan atau keputusan-keputusan, ya, jangan cepat-cepat karena hingga saat ini kami memandang kenaikan itu spike (tidak perlu perubahan kebijakan). Kami step by step,” ujar Tutuka.
Tutuka memastikan rantai pasok minyak mentah dan BBM di Indonesia saat ini masih aman. Indonesia juga tidak mengimpor minyak mentah ataupun BBM dari Iran. Empat sumber utama impor minyak mentah Indonesia meliputi Nigeria, Arab Saudi, dan Gabon. Sementara tiga sumber utama impor BBM Pertamina ialah dari Singapura, Malaysia, dan India.
Namun, sebagai antisipasi, pemerintah juga mengidentifikasi kemungkinan mengimpor minyak mentah dari negara-negara baru. Namun, Tutuka belum merincinya.
”Ada banyak tempat alternatifnya. Kami identifikasi mana yang paling cocok karena terkadang sudah ada cadangan minyak, tetapi tidak cocok dengan kilang kita (di Indonesia). Selain itu, kita bisa juga menambah atau mengurangi (jumlah pasokan) dari negara-negara yang ada. Itu sebagai antisipasi,” ujar Tutuka.
Berdasarkan data Trading Economics pada Selasa (16/4/2024) pagi, harga minyak mentah masih relatif stabil di 90 dollar AS per barel. Bahkan detail angkanya sedikit turun, dari 90,5 dollar AS per barel menjadi 90,2 dollar AS per barel. Sejauh ini, pergerakan harga minyak belum sesuai prediksi sejumlah pihak yang akan meningkat seiring terjadinya konflik Israel-Iran.
Wakil Menteri ESDM 2016-2019 Arcandra Tahar menuturkan, naik turunnya harga minyak bukanlah hal baru, melainkan peristiwa berulang. Banyak negara yang tidak lagi melihat dari sisi jangka pendek, tetapi menyiapkan antisipasi agar tidak terjadi lagi. Dalam dunia migas, ada adagium 2-1. Dua hal yang tak diketahui adalah kapan harga naik dan turun serta berapa kenaikan dan penurunannya.
”Satu yang kita tahu adalah ketika dia naik, kemungkinan besar akan turun. Kalau dia turun, pasti nanti satu saat akan naik,” katanya.
AS kemungkinan besar tak ingin harga minyak di atas 100 dollar AS karena harga akan langsung masuk ke pom bensin.
Namun, upaya-upaya dalam mengendalikan harga minyak mentah dapat dilihat dari karakter, terutama tiga negara penghasil minyak terbesar, yakni Amerika Serikat (shale oil), Arab Saudi (Syeikh oil), dan Rusia (sale oil). AS, kata Arcandra, kemungkinan besar tak ingin harga minyak di atas 100 dollar AS karena harga akan langsung masuk ke pom bensin (tak ada subsidi). Itu akan memperparah inflasi.
”Tapi, harga juga tidak boleh di bawah 70 dollar AS per barel karena shale oil (minyak serpih) itu mahal. Sementara syeikh oil (Arab) bisa mengadopsi harga, lebih agile (lincah). Harga rendah bisa karena ongkos produksi murah sekali dan harga tinggi juga oke karena disubsidi. Sementara Rusia, kebanyakan harga yang mereka jual itu menggunakan diskon,” kata Arcandra.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, mengatakan, ketegangan geopolitik dan pengurangan pasokan OPEC+ telah mengerek harga minyak dunia sebesar 18 persen, tahun ini. Di tengah kondisi tersebut, Pertamina Patra Niaga disebutnya akan terus menjaga pasokan serta stabilitas harga BBM.
”Kecenderungan harga minyak mentah naik, tetapi kami tetap memastikan pasokan BBM nasional dalam kondisi aman. Kami juga berkomitmen menjaga harga BBM domestik tetap stabil agar tidak berdampak pada inflasi dan daya beli masyarakat,” ujar Riva melalui siaran pers, Senin (15/4/2024).
Riva menambahkan, Pertamina mengambil kebijakan mempertahankan harga meskipun biaya produksi BBM meningkat seiring kenaikan harga minyak dunia. Pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam menjaga perekonomian nasional yang lebih stabil dan kondusif.