Rupiah Anjlok 303 Poin, Dampak pada Daya Saing Industri Jadi Perhatian
Depresiasi nilai tukar rupiah meningkatkan ongkos produksi dari bahan baku dan penolong yang berasal dari impor.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelemahan nilai tukar rupiah akan memberikan tekanan biaya bagi pelaku industri manufaktur. Hal itu karena mayoritas bahan baku dan bahan penolong yang digunakan industri manufaktur dalam negeri harus diimpor. Depresiasi nilai tukar rupiah akan meningkatkan ongkos produksi dari bahan baku dan penolong impor tersebut.
Kurs rupiah terhadap dollar AS menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) per 16 April 2024 mencapai Rp 16.176 per dollar AS. Angka itu turun tajam hingga 303 poin dibandingkan dengan angka Jisdor terakhir yang dikeluarkan sebelum liburan Lebaran pada 5 April 2024, yakni Rp 15.873 per dollar AS.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah akan menekan industri manufaktur tanah air. Sebab, ongkos produksi industri manufaktur yang menggunakan bahan baku dan penolong impor akan meningkat karena pelemahan nilai tukar rupiah.
”Kalau rupiahnya melemah, tentu akan meningkatkan ongkos produksi,” ujar Agus di kantornya, Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Selain kenaikan biaya langsung impor bahan baku dan penolong, ada pula potensi kenaikan ongkos produksi yang berasal dari kenaikan biaya lainnya, seperti biaya listrik.
Dalam putaran berikutnya, lanjut Agus, kenaikan ongkos itu akan ikut mengerek kenaikan harga jual produk. ”Kalau rupiah melemah, kita bisa melihat bahwa harga pasti akan jauh lebih mahal sehingga akan memengaruhi daya saing produk-produk kita. Itu yang jadi perhatian dari pemerintah,” ujar Agus.
Mayoritas industri manufaktur dalam negeri memang masih sangat bergantung pada impor bahan baku dan bahan penolong. Hal ini tecermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, pada Januari-Februari 2024, total impor bahan baku atau penolong mencapai 72,47 persen dari total impor yang mencapai 36,93 miliar dollar AS.
Kalau rupiah melemah, kita bisa melihat bahwa harga pasti akan jauh lebih mahal sehingga akan memengaruhi daya saing produk-produk kita. Itu yang jadi perhatian dari pemerintah.
Bahan baku dan bahan penolong itu diimpor lalu diolah atau diproduksi menjadi produk jadi hasil industri manufaktur dalam negeri. Masih tingginya impor bahan baku oleh industri manufaktur lantaran industri hulu dan antara dalam negeri ini masih lemah. Selain itu, masih banyak jenis bahan baku yang belum bisa diproduksi sendiri di dalam negeri.
Tak hanya adanya potensi kenaikan harga barang produksi manufaktur dalam negeri, tetapi juga adanya kenaikan harga barang impor. Dengan harga yang sama, importir harus merogoh kocek lebih dalam karena nilai rupiah jadi lebih lemah sehingga harga barang lebih mahal.
Mengutip data BPS, pada Januari-Februari 2024 total impor barang konsumsi mencapai 3,63 miliar dollar AS atau 9,84 persen dari total impor.
Ditemui terpisah, Selasa, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah bisa berdampak pada kenaikan harga produk pangan. Sebab, ada beberapa jenis produk pangan yang bahan bakunya masih harus impor.
Pihaknya berharap pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bisa duduk bersama melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah. ”Tolong dijaga agar tidak terjadi arus balik modal keluar (capital outflow)yang bisa mendorong pelemahan nilai tukar rupiah,” ujar Adhi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Hari Budiarto mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah tidak serta-merta meningkatkan harga jual sepeda motor. Sebab, saat ini komponen bahan baku impor sepeda motor secara umum sekitar 10 persen dari total kebutuhan produksi. Adapun komponen yang masih harus impor misalnya semikonduktor dan rangka baja.
Sementara itu, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) produk motor secara umum hingga 90 persen.
”Sebagian besar komponen sepeda motor memang sudah diproduksi dalam negeri. Hanya sedikit komponen bahan baku yang impor,” ujar Hari.
Menurut dia, keputusan kenaikan harga jual itu perlu evaluasi dan perhitungan dengan cermat. Maka, depresiasi rupiah tidak serta-merta akan langsung mengerek harga jual sepeda motor.