Meski Ekonomi Berpeluang Tumbuh 5 Persen, Daya Beli Masyarakat Rentan
Depresiasi rupiah dan lonjakan harga energi dapat memicu ”imported inflation” sehingga melemahkan daya beli masyarakat.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 diperkirakan masih akan mencapai level 5 persen seiring menggeliatnya perekonomian masyarakat di tengah hajatan pemilu dan momentum Ramadhan. Namun, memanasnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah disinyalir akan berdampak terhadap daya beli masyarakat akibat inflasi barang impor dan gangguan rantai pasok global.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto nasional pada kuartal IV-2023 mencapai 5,05 persen secara tahunan. Sumber utama pertumbuhan tersebut berasal dari pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 2,55 persen.
Peneliti bidang Makroekonomi dan Keuangan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan I-2024 nanti akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, periode Ramadhan, serta tensi geopolitik global.
”Sejauh ini, kita melihat pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2024 masih bisa tumbuh 5 persen ke atas karena dorongan positif dari pemilu dan Ramadhan yang sebagian besar terjadi pada triwulan pertama,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Walakin, pemerintah patut mewaspadai dampak rambatan akibat memanasnya ketegangan konflik di wilayah Timur Tengah tersebut. Apabila hal itu terjadi berlarut-larut, daya beli masyarakat pada periode yang akan datang berpotensi melemah.
Menurut Riefky, memanasnya konflik di Timur Tengah secara berkepanjangan dapat mengakibatkan harga energi meningkat dan nilai tukar terdepresiasi. Hal ini pada gilirannya akan memicu inflasi barang impor (imported inflation) dan inflasi secara umum lantaran rantai pasok global terganggu.
”Seberapa besar magnitude-nya akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan konflik itu sendiri yang saat ini masih sangat dinamis,” ujarnya.
Ketika (nanti) harga minyak naik, mereka (para investor) harus hitung ulang cost sehingga kita hanya bisa mengandalkan pasar domestik. Sebab, investor pasar luar kini sedangwait and see.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, berpendapat, kondisi geopolitik global terkini akan memengaruhi prospek penanaman modal asing (PMA). Meski situasi dalam negeri dinilai relatif kondusif setelah diadakannya Pemilu 2024, penanaman modal dalam negeri cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Di tengah perkembangan ekonomi dan geopolitik global yang saat ini dalam kondisi tidak baik-baik saja, lanjut Tauhid, aliran modal asing ke sejumlah sektor yang berorientasi global, seperti ekspor, akan sedikit tersendat pada triwulan I dan triwulan II-2024. Di tambah lagi, meningkatnya tensi ketegangan di Timur Tengah turut berpotensi membuat harga minyak dunia melonjak.
”Ketika (nanti) harga minyak naik, mereka (para investor) harus hitung ulang cost sehingga kita hanya bisa mengandalkan pasar domestik. Sebab, investor pasar luar sedang wait and see,” kata Tauhid saat dihubungi dari Jakarta.
Kondisi tersebut, lanjut Tauhid, mengakibatkan ketersediaan lapangan pekerjaan oleh perusahaan-perusahaan besar semakin terbatas, terutama sektor industri manufaktur sebagai penyumbang serapan tenaga kerja. Beberapa industri manufaktur tersebut, antara lain, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, serta pengolahan kayu.
Meski situasi dalam negeri dinilai relatif kondusif setelah diadakannya Pemilu 2024, penanaman modal dalam negeri cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Menurut Tauhid, kondisi geopolitik global akan sangat berpengaruh terhadap iklim investasi domestik yang pada gilirannya dapat merambat terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan. Adapun prospek ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi salah satu indikator untuk mengukur ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan.
Berdasarkan hasil Survei KonsumenBank Indonesia (BI), indeks keyakinan konsumen pada Maret 2024 masih berada dalam zona optimis sebesar 123,8 basis poin (bps) atau naik dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 123,1 bps. Optimisme konsumen ini terutama ditopang oleh perkembangan indeks kondisi ekonomi (IKE) saat ini dan indeks ekspektasi konsumen (IEK) terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan.
Terkait kondisi ekonomi saat ini, konsumen masih tetap optimistis dengan torehan IKE per Maret 2024 sebesar 113,8 bps. Optimisme tersebut didorong oleh peningkatan indeks penghasilan saat ini, indeks ketersediaan lapangan kerja, serta indeks pembelian barang tahan lama (durable goods).
Meski ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan juga terindikasi masih tetap kuat, IEK Maret 2024 yang sebesar 133,8 bps turun dibandingkan Februari 2024 mencapai 135,3 bps. Penurunan tersebut terutama akibat pertumbuhan negatif indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja serta ekspektasi kegiatan usaha, masing-masing sebesar 3 bps dan 2,2 bps.
Tauhid menjelaskan, turunnya IKK Maret 2024 mengindikasikan daya beli masyarakat tidak begitu kuat di tengah dorongan konsumsi selama Ramadhan. Hal ini terjadi lantaran lonjakan harga pangan pokok yang tecermin dari tingkat inflasi pada Maret 2024, yakni sebesar 3,05 persen secara tahunan.
”Memang ada optimisme, tetapi tidak signifikan. Mungkin ada harapan saat memasuki Lebaran seiring dengan meningkatnya uang beredar, THR, bantuan, dan zakat sehingga membuat kantong masyarakat sedikit meningkat, tetapi tidak banyak,” ujar Tauhid.
Kendati demikian, IKK tersebut memiliki korelasi yang relatif kecil terhadap tingkat daya beli masyarakat. Hal ini tecermin dari IKK selama 2023 yang berada pada rentang 123-123 bps atau di atas ambang batas optimis, sedangkan laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada periode yang sama sebesar 4,82 persen atau di bawah rata-rata sebesar 5 persen.
Di sisi lain, IKK selama kuartal I-2024 cenderung menurun. Sejak awal tahun 2024, IKK tercatat mencapai 125 basis poin, lalu turun menjadi 123,1 bps pada Februari 2024, dan naik tipis menjadi 123,8 bps pada Maret 2024. Hal ini bisa jadi mengindikasikan turunnya keyakinan konsumen yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap daya beli.