Pasar Khawatirkan Pasokan Terganggu, Harga Minyak Kembali Naik
Dampak konflik Iran-Israel bersifat fundamental terhadap pasokan dan permintaan minyak dunia.
Oleh
ARIS PRASETYO
·1 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dugaan serangan balasan Israel terhadap Iran pada Jumat (19/4/2024) menyebabkan harga minyak mentah global naik menjadi 89 dollar AS per barel. Mengutip Bloomberg, kenaikan itu dipengaruhi kekhawatiran pasar terhadap potensi terganggunya pasokan minyak akibat kenaikan tensi geopolitik di Timur Tengah. Pada Kamis (18/4/2024), harga minyak mentah jenis Brent ada di level 86 dollar AS per barel.
Sebelumnya, harga minyak mentah mencapai 90,45 dollar AS per barel pada Jumat (12/4/2024) pekan lalu. Kenaikan itu dipicu kabar Iran yang hendak menyerang Israel. Serangan itu terealisasi sehari kemudian atau pada Sabtu (13/4/2024). Beberapa hari pascaserangan, harga minyak menurun hingga menjadi 86 dollar AS per barel.
Menurut Warren Patterson, Kepala Strategi Komoditas di ING Groep NV di Singapura, pasar kemungkinan harus mulai menetapkan harga dengan premi risiko yang lebih besar. ”Kami semakin mendekati skenario, yakni risiko pasokan menjadi kenyataan,” ujarnya, sebagaimana ditulis Bloomberg.
Pada pekan lalu, terkait kenaikan harga minyak seiring rencana Iran menyerang Israel, pengajar di Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, menyatakan, dampak konflik Iran-Israel bersifat fundamental terhadap pasokan dan permintaan minyak dunia. Dengan demikian, elastisitasnya terhadap kenaikan harga minyak dunia lebih besar ketimbang perang Rusia-Ukraina dan Israel-Hamas.
Disebut berdampak fundamental sebab di satu sisi Iran adalah salah satu anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang dominan. Posisi ini bisa menekan OPEC dalam bentuk kuota produksi minyak mentah dan kebijakan harga. Mengutip laman OPEC, Iran memiliki cadangan terbukti minyak bumi sebesar 208,6 miliar barel dengan produksi harian mencapai 2,5 juta barel.
Di sisi lain, Israel merupakan sekutu AS yang merupakan produsen sekaligus konsumen minyak terbesar dunia. ”Jadi, konflik Iran-Israel langsung berhubungan dengan fundamental suplai dan permintaan minyak dunia,” kata Pri Agung.