Era Suku Bunga Tinggi Berlanjut, Perbankan Pertimbangkan Penyesuaian
BI Rate konsisten bertahan selama lima bulan berturut-turut sejak kenaikan terakhirnya pada Oktober 2023.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Era suku bunga tinggi diperkirakan berlanjut seiring dengan indikasi bank sentral Amerika Serikat atau The Fed yang masih belum akan memangkas suku bunganya dalam waktu dekat. Bagi industri perbankan, penyesuaian suku bunga akan mempertimbangkan likuiditas dan permintaan kredit jangka panjang.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto menyebut, kemungkinan penurunan suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed) paling cepat pada September 2024 dari sebelumnya yang diperkirakan pada Juni 2024. Perkiraan tersebut mengacu pada indikator Fed Fund Future dan Dot Plot.
”Bahkan, ada beberapa pelaku pasar global memperkirakan penurunan FFR baru terjadi pada kuartal IV-2024,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) merekomendasikan bank-bank sentral di Asia untuk lebih mengutamakan inflasi domestik dalam mengambil keputusan kebijakan alih-alih bergantung terhadap dinamika The Fed. Walakin, bank sentral turut menghadapi dilema akibat perubahan pasar uang imbas perubahan ekspektasi terhadap kebijakan The Fed tersebut (Kompas.id, 18/4/2024).
Kondisi tersebut salah satunya tecermin dari keluarnya investor asing dari pasar keuangan Indonesia dengan transaksi jual neto mencapai Rp 21,46 triliun pada periode 16-18 April 2024. Aksi jual tersebut terdiri dari jual neto Rp 9,79 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 3,67 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp 8 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Menanggapi hal itu, Edi mengatakan, BI senantiasa mencermati dinamika perkembangan ekonomi global dan domestik. Hal itu juga akan dibahas dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pekan ini, tepatnya pada Rabu-Kamis, 24-25 April 2024.
”Tentu semua update perkembangan, baik di global maupun di domestik, akan menjadi asesmen dalam RDG minggu ini,” ujar Edi.
Suku bunga BI itu, kan, acuan. Jadi tidak harus kita ikuti 100 persen, tentu kita harus melihat kondisi masing-masing.
Pada RDG BI sebelumnya, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya (BI Rate) sebesar 6 persen, suku bunga deposit facility 5,25 persen, dan suku bunga lending 6,75 persen. Dengan demikian, BI Rate konsisten bertahan selama lima bulan berturut-turut sejak kenaikan terakhirnya pada Oktober 2023.
Terpisah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan, apabila BI kembali menaikkan suku bunga acuannya, tidak serta-merta akan diikuti kenaikan suku bunga bank. Penyesuaian suku bunga oleh bank lebih bergantung pada kondisi likuiditas dan permintaan kredit ke depan.
”Kalau likuiditas masih baik, tidak perlu serta-merta kita ikuti (BI Rate). Suku bunga BI itu kan acuan, jadi tidak harus kita ikuti 100 persen, tentu kita harus melihat kondisi masing-masing. Kalau memang kita membutuhkan (penyesuaian), tentu kita akan ikut menaikkan,” katanya dalam Paparan Kinerja BCA Triwulan I-2024 secara daring.
Kondisi likuiditas tersebut, antara lain, dapat dilihat dari rasio penyaluran kredit dibanding dana masyarakat dan modal bank (loan to deposit ratio/LDR). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, LDR perbankan pada Februari 2024 sebesar 84,05 persen. Idealnya, LDR berada pada rentang 80-90 persen.
Selain itu, penyesuaian suku bunga bank turut mempertimbangkan proyeksi terhadap permintaan kredit ke depan. Per Februari 2024, industri perbankan tercatat telah menyalurkan kredit sebesar Rp 7.095 triliun atau tumbuh 11,28 persen secara tahunan.
Pada Maret 2024, BCA mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 17,1 persen secara tahunan menjadi Rp 835,7 triliun. Hal ini turut menopang perolehan laba bersih BCA yang tumbuh 11,7 persen secara tahunan menjadi Rp 12,9 triliun.
”Kami melihat optimisme konsumsi masyarakat, khususnya selama periode Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini, turut berdampak positif bagi penyaluran kredit BCA hingga Maret 2024,” tutur Jahja.
Pelemahan rupiah
Berdasarkan data Jakarta Inter Spot Dollar (Jisdor) pada penutupan pasar Senin (22/4/2024), rupiah ditutup di level Rp 16.224 per dollar AS atau menguat tipis sebesar 56 basis poin dibanding penutupan pasar sebelumnya. Terhitung, rupiah telah berada di atas level Rp 16.000 per dollar AS berturut-turut selama lima hari perdagangan pasar spot berjalan.
Menurut Jahja, pelemahan rupiah tersebut tidak serta-merta disebabkan oleh konflik di wilayah Timur Tengah, tetapi kebutuhan dollar AS yang meningkat pada awal tahun 2024. Hal ini, antara lain, dipengaruhi oleh permintaan kebutuhan produksi selama Lebaran yang mendorong impor, liburan terutama perjalanan luar negeri, pembagian deviden terhadap investor asing, serta keluarnya investasi asing.
”Jadi, ada masalah supply-demand. Memang kalau lagi ada kebutuhan riil yang meningkat, tidak boleh diintervensi karena itu akan seperti membuang garam ke laut. Kita harapkan, kebutuhan dollar AS nanti sudah agak melemah, supply normal dan demand menurun, mungkin BI bisa stabilkan kembali dollar AS dibuat Rp 16.000 tergantung situasi dan kondisi,” tutur Jahja.
Di sisi lain, Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Teuku Ali Usman menyampaikan, pihaknya akan terus memastikan kondisi likuiditas perseroan di tengah fluktuasi nilai tukar akibat gejolak ekonomi dan geopolitik saat ini. Dalam mengelola likuiditas, Mandiri mengoptimalkan pengelolaan aset liabilitas secara prudent dengan tetap menerapkan manajemen risiko.
Per Februari 2024, Mandiri telah mencatatkan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 1.209 triliun atau tumbuh 5,77 persen secara tahunan dengan DPK valuta asing (valas) tercatat sebesar 17,3 miliar dollar AS. Penghimpunan tersebut terutama didorong oleh giro valas yang tumbuh sebesar 4,35 persen secara tahunan menjadi 12,7 miliar dollar AS, sedangkan posisi LDR valas terjaga di bawah level 90 persen.
”Kami berkomitmen untuk terus mengoptimalkan pengelolaan aset dan liabilitas agar dapat mengantisipasi gejolak pasar yang terjadi,” kata Ali dalam keterangan resminya, Jumat (19/4/2024).