Telusuri Penyelundupan BBM ke Kapal Ikan Asing Ilegal
Alokasi BBM subsidi untuk kapal asing ilegal merupakan ironi di tengah kesulitan nelayan kecil mendapatkan BBM subsidi.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus perikanan ilegal di Laut Arafura yang menyibak penyelundupan bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi dan perbudakan manusia mendesak diusut tuntas hingga ke aktor utama. Penyelundupan ratusan ton BBM yang diduga jenis bersubsidi dinilai merupakan puncak gunung es praktik gelap sektor perikanan.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, perlu dilakukan pengusutan secara tuntas aktor utama di balik mata rantai kejahatan transnasional itu. Kejahatan melibatkan sindikasi kapal asing ilegal asal China dengan kapal ikan Indonesia. Mereka diduga bekerja sama melakukan pencurian ikan, penyelundupan BBM bersubsidi, dan perdagangan manusia.
Penyimpangan penyaluran alokasi BBM hingga ratusan ton untuk kapal-kapal asing ilegal setiap kali beroperasi merupakan ironi di tengah kesulitan nelayan-nelayan kecil di Indonesia untuk mendapatkan pasokan BBM bersubsidi.
”Penyelundupan BBM bersubsidi ke kapal asing ilegal merupakan fenomena gunung es atas praktik gelap di sektor perikanan,” ujar Halim saat dihubungi dari Jakarta, Senin (22/4/2024).
Sebelumnya, aparat pengawasan Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap kapal ikan Indonesia KM Mitra Utama Semesta (MUS) di Laut Arafura pada 14 April. Kapal yang berbobot 289 gros ton (GT) itu terindikasi menerima 100 ton ikan hasil alih muatan (transshipment) dari dua kapal penangkap ikan asal China, yakni Run Zeng (RZ) 03 dan RZ 05. Dua kapal ikan asing ilegal itu menggunakan alat tangkap jenis trawl yang dilarang karena membahayakan ekosistem laut.
Kapal KM MUS terindikasi membantu kapal RZ 03 dan 05 melakukan kejahatan perikanan, memindahkan BBM jenis bersubsidi ke kapal asing itu di tengah laut. Dari hasil pemeriksaan catatan buku manual kapal di ruang kemudi, tercatat ada 870 drum atau 150 ton BBM solar diangkut di palka. Sebagian BBM itu sudah disuplai ke dua kapal asing dan beberapa kapal mitranya sehingga tersisa 9 ton di palka.
Kapal KM MUS juga terindikasi memasok 55 anak buah kapal (ABK) Indonesia ke kapal RZ 03 dan RZ 05. Dari 55 ABK tersebut, 30 ABK ditengarai kini masih berada di dua kapal asing ilegal tersebut.
Sementara 25 ABK Indonesia lainnya diselamatkan oleh aparat PSDKP. Sejumlah 6 ABK di antaranya kabur dari kapal RZ 03 dengan terjun ke laut pada 11 April 2024. Mereka berenang di laut, tetapi 1 orang tewas karena tidak kuat berenang. Adapun 20 ABK lainnya minta diturunkan dari kapal dengan diangkut kapal pengangkut sayuran sewaktu kapal-kapal asing itu berada di dekat Pulau Penambulai, Kepulauan Maluku.
Menurut Halim, masih lemahnya pengawasan terhadap perikanan ilegal dan perlindungan terhadap warga asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan akan berpotensi memicu pelanggaran. Pemerintah dinilai perlu mengevaluasi ulang rencana penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) yang membuka kesempatan bagi kapal ikan milik pemodal asing (PMA) untuk beroperasi di Indonesia.
”Kasus ini sekaligus menjadi momentum pemerintah untuk mengkaji ulang rencana pemberian izin kapal ikan milik pemodal asing dalam kebijakan penangkapan ikan terukur. Jangan pernah main-main dengan rencana pembukaan akses penanaman modal asing kapal ikan di WPP-NRI apabila kapasitas pengawasan di laut masih semrawut,” ujarnya.
Penyelundupan BBM bersubsidi ke kapal asing ilegal merupakan fenomena gunung es atas praktik gelap di sektor perikanan.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono, pekan ini pihaknya berencana melayangkan surat notifikasi ke Interpol internasional melalui Markas Besar Kepolisian Negara RI untuk membantu mencari dan memburu dua kapal asing ilegal itu dengan status sebagai buronan Interpol. Langkah itu sekaligus mengantisipasi pelarian kapal-kapal ilegal tersebut ke negara lain.
Praktik perikanan ilegal yang dilakukan sindikasi kapal asing ilegal-kapal nasional itu tergolong kejahatan luar biasa, karena adanya dugaan perdagangan BBM jenis bersubsidi ke kapal asing, hingga perbudakan. Alih muatan ratusan ton BBM di tengah laut oleh KM MUS ke kapal RZ 03 dan RZ 05 mengindikasikan dua kapal asing itu memakai BBM jenis bersubsidi.
Ia menambahkan, kapal RZ 03 dan RZ 05 milik perusahaan yang berdomisili di China itu juga ditengarai telah melenggang selama beberapa bulan di perairan Indonesia, serta sandar di beberapa pelabuhan, seperti di Sukabumi (Jawa Barat), Ambon (Maluku). Tidak tertutup kemungkinan, kapal asing ilegal itu memanfaatkan BBM di Indonesia.
”BBM subsidi merupakan hak nelayan kecil dan rakyat Indonesia. Terlepas mau harga subsidi atau umum, peruntukan BBM adalah untuk nelayan Indonesia dan kapal Indonesia, dan bukan untuk kapal ikan asing ilegal. Negara sangat dirugikan, apalagi kalau sampai BBM subsidi,” ujar Pung.
Sekretaris Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Jakarta Muhammad Bilahmar mempertanyakan KM MUS yang bisa mengangkut BBM dalam jumlah besar pada palka-palka ikan. Penyelundupan BBM itu dinilai perlu ditelusuri sejak dari pelabuhan keberangkatan kapal supaya dapat diketahui tempat asal kapal tersebut memperoleh BBM.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, setiap tahun Indonesia mengalami kerugian masif akibat pencurian ikan oleh kapal-kapal asing. Estimasi kerugian akibat praktik perikanan ilegal di Indonesia mencapai nilai 4 miliar dollar AS per tahun.
Mengutip laporan Indeks Risiko penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU Fishing) yang dirilis Global Initiative Against Transnational Organized Crime (ATOC) dan Lembaga Riset Perikanan dan Lingkungan Kelautan Poseidon pada Desember 2023, Indonesia menempati urutan ke-6 negara berkinerja terburuk dari 152 negara dalam hal kerentanan IUU Fishing. Kinerja terburuk itu di bawah China, Rusia, Yaman, India, dan Iran.
Menurut Halim, maraknya tindak pidana IUU Fishing dan perikanan merusak merupakan alarm bagi Indonesia dalam tata kelola perikanan.