Jasa Konsultasi, Jembatan antara Swasta dan Pemerintah Membangun Negeri
Konsultan sebagai tenaga ahli merupakan jembatan antara pemerintah dan swasta dalam berbagai proyek pembangunan.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tenaga ahli di sektor jasa konsultasi memegang peranan penting dan memiliki nilai strategis dalam program pembangunan nasional, utamanya untuk menjadi jembatan antara pemerintah dan sektor swasta. Kendati demikian, para pelaku di sektor jasa konsultasi perlu lebih berhati-hati untuk menghindari persoalan hukum.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna dalam gelar wicara yang diselenggarakan Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) secara hibrida, Kamis (25/4/2024).
Dalam konteks pembangunan, lingkup layanan konsultan dimulai dari hulu, seperti studi kelayakan, penyusunan rencana induk, perencanaan teknis, hingga hilir, yaitu pemilihan produk, implementasi proyek yang meliputi supervisi, serta pengoperasian dan pemeliharaan.
Herry menambahkan, sebagai upaya mengejar target menjadi negara maju, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 menuntut Indonesia menjadi negara yang sangat aktif dalam melakukan pembangunan pada aspek infrastruktur, selain dimensi pembangunan pada aspek sosial dan ekonomi.
”Kebutuhan investasi pembangunan infrastruktur yang menjadi bagian dari RPJMN sangatlah besar. Sebagai ilustrasi, nilai kebutuhan investasi untuk pembangunan infrastruktur bidang PUPR pada periode 2020-2024 mencapai Rp 2.058 triliun,” katanya.
Secara rinci, nilai investasi tersebut terbagi untuk sektor pembangunan sumber daya air sebesar Rp 577 triliun, sektor perumahan Rp 780 triliun, sektor permukiman Rp 128 triliun, serta sektor jalan dan jembatan Rp 573 triliun.
Untuk memenuhi kebutuhan investasi tersebut, Herry melanjutkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya memenuhi Rp 623 triliun. Sisanya Rp 1.435 triliun dipenuhi oleh pihak swasta, skema Kerja Sama Perintah dengan Badan Usaha (KPBU), dan badan usaha milik negara (BUMN).
”Untuk bisa mengisi gap investasi tersebut, di sinilah pentingnya peran konsultan dalam pembangunan infrastruktur nasional. Konsultan harus mampu menjadi jembatan antara pemerintah dan pihak swasta,” katanya.
Persoalan hukum
Ketua Umum Inkindo Erie Heryadi mengatakan, asosiasi akan memberikan beberapa masukan terkait pekerjaan konstruksi untuk proyek-proyek yang dibiayai APBN/APBD untuk memitigasi anggota Inkindo dari jeratan persoalan hukum.
”Edukasi dan sosialisasi di bidang hukum pada awal pekerjaan konstruksi menjadi hal paling krusial untuk mencegah pelaku jasa konstruksi tersangkut persoalan hukum di akhir pekerjaan atau ketika saat serah terima,” katanya.
Celah hukum dapat terjadi pada laporan hasil pemeriksaan pekerjaan konstruksi yang memiliki masa tenggang 60 hari.
Belanja infrastruktur pada anggaran belanja negara pada 2024, menurut Erie, diperkirakan mencapai Rp 400 triliun. Jika tidak berhati-hati, pelaku jasa konsultasi berisiko tersandung kasus hukum.
Ini bisa terjadi sekalipun tak berintensi tetapi pelaku jasa konsultasi dalam pelaksanaan pekerjaan melanggar regulasi, terutama Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Salah satu masukan yang diberikan adalah dengan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pos audit atau pemeriksaan yang dilakukan pada awal pekerjaan. Pertimbangannya, Erie menjelaskan, celah hukum dapat terjadi pada laporan hasil pemeriksaan pekerjaan konstruksi yang memiliki masa tenggang 60 hari. Selama periode tersebut, sangat dimungkinkan adanya oknum-oknum yang mengadukan adanya temuan.
”Peraturan mengharuskan apabila bentuknya laporan masyarakat masih bisa dicabut, tetapi jika bentuknya aduan masyarakat maka harus ada tindak lanjut dan kalau jalan buntu akhirnya masuk ranah hukum,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Ketahanan Kebencanaan dan Pemanfaatan Teknologi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Muksin menambahkan, saat terlibat dalam proyek pembangunan nasional, konsultan perlu menempuh sejumlah pendekatan untuk memitigasi risiko bencana.
”Pendekatan tersebut berupa sistem manajemen kelangsungan usaha, serta standardisasi peralatan dan instrumen yang digunakan,” ujar Muksin.
Sistem manajemen kelangsungan usaha bertujuan agar pelaku usaha dapat pulih lebih cepat saat terkena disrupsi atau bencana alam. Sementara pendekatan standar dilakukan agar sistem manajemen dan instrumen yang digunakan dalam mitigasi bencana sudah terstandardisasi.
”Dengan mitigasi bencana yang baik, diharapkan proyek-proyek strategis yang telah dibangun memiliki daya tahan tinggi mengingat besarnya biaya pembangunan dan peran fasilitas infrastruktur tersebut sebagai pelayanan publik,” katanya.