Ekonomi Makin Tak Pasti, Defisit APBN 2024 Berisiko Melebar
Tekanan ekonomi mesti diantisipasi agar defisit keuangan negara sepanjang 2024 tidak melebar.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja keuangan negara sepanjang triwulan I-2024 terdampak oleh dinamika politik dalam negeri serta volatilitas keuangan global dan ketidakpastian geopolitik. Tanpa perbaikan di sisi penerimaan dan belanja negara, defisit APBN 2024 berisiko melebar di atas target.
Sepanjang Januari-Maret 2024, realisasi penerimaan negara tercatat Rp 620 triliun alias turun 4,1 persen secara tahunan. Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara, realisasinya turun 8,8 persen menjadi Rp 393,9 triliun. Sementara kepabeanan dan cukai turun 4,5 persen menjadi Rp 69 triliun.
Di sisi lain, belanja justru meningkat. Kementerian Keuangan mencatat, belanja pemerintah naik 18 persen dibandingkan 2023 senilai Rp 611,9 triliun akibat penyelenggaraan pemilu dan penyaluran bantuan sosial di awal 2024. Sebagai perbandingan, belanja pemerintah pada periode yang sama pada 2023 adalah Rp 518,6 triliun.
Memasuki triwulan II-2024, kondisi perekonomian global justru semakin bergejolak. Ini terutama menyusul sinyal yang disampaikan The Federal Reserve atau The Fed bahwa mereka akan mempertahankan tingkat suku bunga di level tinggi lebih lama dari rencana awal. Langkah di luar ekspektasi pasar ini menyebabkan penguatan dollar AS terhadap berbagai mata uang lain, termasuk rupiah.
Gejolak ekonomi juga semakin bertambah dengan eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah, setelah serangan udara Iran ke Israel pada 14 April 2024. Kondisi ini semakin menekan nilai tukar rupiah yang sebelumnya sudah melemah terhadap dollar AS akibat keputusan The Fed, serta mendorong risiko kenaikan harga minyak mentah dunia.
Peneliti dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan, tekanan bertubi-tubi di awal 2024 mesti diantisipasi dengan strategi penerimaan dan belanja yang tepat. Tanpa terobosan penerimaan dan belanja yang lebih berhati-hati, defisit anggaran bisa melebar dari target 2,29 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) di APBN 2024.
Jika tidak ada perbaikan, defisit anggaran sudah pasti melebar.
”Jika tidak ada perbaikan, defisit anggaran sudah pasti melebar. Sebab, sampai Maret ini, kinerja penerimaan perpajakan (pajak dan bea cukai) terkontraksi sampai minus 8,2 persen, sedangkan asumsi kenaikan target penerimaan pajak dalam APBN 2024 sebesar 9 persen,” kata Fajry, Minggu (28/4/2024).
Dua sisi
Kinerja keuangan negara yang tidak ideal sepanjang triwulan I-2024 itu semakin tertekan oleh kondisi ekonomi global yang bisa semakin menekan nilai tukar rupiah serta menaikkan harga minyak mentah dunia. Kedua indikator itu, nilai tukar dan harga minyak, berdampak signifikan terhadap beban subsidi energi yang mesti ditanggung dalam APBN.
Guna mencegah rupiah melemah lebih lanjut, Bank Indonesia pekan lalu memutuskan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) hingga menjadi 6,25 persen. Terakhir kali BI menaikkan suku bunga acuan adalah pada Oktober 2023 sebesar 6 persen.
Namun, kenaikan tingkat suku bunga acuan BI itu ibarat dua sisi mata koin. Di satu sisi, secara makro, kebijakan pengetatan moneter BI itu diharapkan bisa menarik masuk modal ke pasar keuangan Indonesia dan menstabilkan nilai tukar rupiah. Di sisi lain, ada risiko pelemahan ekonomi dalam negeri, khususnya terhadap sektor riil dan daya beli masyarakat.
Fajry mengatakan, risiko fiskal dari sektor keuangan paling perlu diantisipasi, khususnya dalam bentuk kenaikan tingkat suku bunga serta pengetatan kredit. Implikasinya adalah tekanan pada Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) yang merupakan salah satu kontributor utama penerimaan pajak.
”Kenaikan suku bunga akan mendorong kenaikan Pajak Penghasilan (PPh) Final. Namun, kalau sampai memukul konsumsi dan daya beli, itu bahaya bagi kinerja PPN DN,” katanya.
Meski demikian, ia masih optimistis keuangan negara akan membaik setelah cukup ”seret” di awal tahun. ”Semoga ada perbaikan kinerja penerimaan pada triwulan II nanti setelah ada kenaikan spending yang insidental akibat pemilu di awal tahun,” ujar Fajry.
Subsidi energi
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah akan berupaya mengelola APBN sebaik mungkin agar sepanjang tahun ini tidak terjadi pelebaran defisit jauh melampaui target. Namun, ia mengakui, kinerja APBN tahun ini tidak akan sebaik tahun lalu.
Defisit APBN kita masih positif (surplus), tetapi untuk tiga triwulan ke depan ini kita harus menyikapi secara hati-hati.
Risiko pelebaran defisit itu salah satunya datang dari potensi pembengkakan anggaran subsidi energi akibat eskalasi tensi geopolitik akhir-akhir ini. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) per 12 April 2024 tercatat sudah menyentuh 89,51 dollar AS per barel, cukup jauh di atas asumsi makro harga ICP yang dipasang pemerintah di APBN 2024 sebesar 82 dollar AS per barel.
Realisasi nilai tukar rupiah juga sudah melampaui asumsi di APBN 2024. Asumsi nilai tukar adalah Rp 15.000 per dollar AS. Sementara realisasi per 24 April 2023, rupiah tercatat sudah menyentuh Rp 16.161 atau rata-rata 15.732 per dollar AS. Rupiah saat ini terdepresiasi 4,83 persen dibandingkan posisi pada akhir 2023.
Isa mengatakan, pemerintah masih terus mengikuti perkembangan harga minyak mentah dunia. Menteri Keuangan mempunyai hak untuk menyesuaikan besaran anggaran subsidi energi jika harga minyak dunia telah melejit melebihi asumsi.
”Di sisi lain, kita juga berpotensi mendapat peningkatan penerimaan melalui pendapatan migas kalau kurs dan ICP meningkat. Dengan demikian, ini bisa jadi memberi keleluasaan bagi Menkeu untuk melonggarkan anggaran bagi subsidi,” kata Isa.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan terus memperhatikan situasi di pasar keuangan yang terdampak oleh dinamika situasi global. Oleh karena itu, pemerintah akan tetap berhati-hati mengelola strategi pembiayaan atau utang di tengah menurunnya laju penerimaan di awal tahun.
”Ini adalah masa-masa yang cukup dinamis karena adanya perubahan nilai tukar, suku bunga, yield surat berharga negara, serta guncangan global yang berasal dari negara-negara maju. Sejauh ini, defisit APBN kita masih positif (surplus), tetapi untuk tiga triwulan ke depan ini kita harus menyikapi secara hati-hati,” kata Sri Mulyani.