Upaya Pengembang Muda Menembus Pasar Aplikasi Android Global
Sebanyak 14 tim pengembang Indonesia lolos ke semifinal Global Top 100 di Google Solutions Challenge (GSC) 2024.
Pengembang aplikasi lokal Indonesia tidak kalah bersaing dengan pengembang asing. Hal ini terbukti dengan lolosnya 14 tim pengembang ke semifinal Global Top 100 di Google Solutions Challenge (GSC) 2024. Para pengembang usia muda itu, termasuk para mahasiswa, berusaha merebut perhatian pasar Android dunia lewat aplikasi yang solutif dan inovatif.
GSC diselenggarakan oleh Google Developer Students Club. Sebelum masuk ke semifinal, mereka harus melewati proses seleksi mengalahkan ratusan pengembang dari seluruh dunia. Setelah itu, mereka menjalani pelatihan dengan bimbingan dari Google dan mentor.
Pengumuman lolos ke semifinal diumumkan pada 5 April 2024 lalu. Mereka yang lolos ke babak final bakal diumumkan pada akhir Mei 2024. Sementara pengumuman tiga pemenang utama beserta demo dilakukan tanggal 27 Juni 2024. Adapun topik kompetisi adalah 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Partisipan harus membuat solusi teknologi mengacu pada 17 SDGs.
Baca juga: Aplikasi Buatan Perusahaan Global Dianggap Lebih Dominan
Keempat belas tim pengembang Indonesia yang lolos ke semifinal itu menawarkan solusi teknologi dengan tema unik, mulai dari peternakan ayam yang cerdas, layanan pengecekan kesehatan bagi penderita diabetes, hingga layanan bahasa yang menjembatani tunawicara dan tunarungu supaya bisa berkomunikasi cepat dalam kehidupan sehari-hari.
Prestasi Indonesia tersebut sebenarnya bukan kali pertama. Pada GSC tahun 2023, salah satu tim pengembang Indonesia bahkan berhasil tembus tiga besar dunia. Tim tersebut beranggotakan Philipus Adriel Tandra, Aric Hernando, Jason Jeremy Wijadi, dan Jason Christian Hailianto dari Universitas Bina Nusantara. Mereka mengembangkansolusi Wonder Reader.
Wonder Reader merupakan pembaca braille digital cetak 3D yang membantu siswa tunanetra belajar. Hubungan nirkabel ke ponsel cerdas memungkinkan guru mengirimkan pertanyaan ke perangkat melalui Bluetooth dan siswa membalas menggunakan keyboard braille internal. Wonder Reader dibuat menggunakan Google Cloud, Firebase, Flutter, dan Google Text to Speech API.
Aktif di Student Club
Zulfi Fadilah Azhar, mahasiswa semester IV Universitas Komputer Indonesia, salah satu anggota tim pengembang MainChick yang lolos ke semifinal tahun ini mengatakan, dirinya baru pertama kali ikut kompetisi global. Ketika mengetahui tim MainChick tembus ke semifinal dia mengaku tidak menyangka.
”Saya aktif di Google Developer Student Club Indonesia. Saya mendapat info kompetisi GSC 2024 dari sesama anggota klub. Dengan latar belakang lulusan SMK, saya lebih banyak berkontribusi dalam pembuatan perangkat keras benda terhubung internet (IoT) di solusi MainChick. Rekan lainnya lebih terlibat dalam pembuatan perangkat lunak untuk MainChick,” ujarnya saat ditemui pada Senin (22/4/2024) di Jakarta.
MainChick merupakan solusi yang diperuntukkan khusus bagi peternak ayam. Menurut Zulfi, ide solusi berangkat dari masalah ketahanan pangan berbahan ayam yang dia dan anggota tim temukan di sekitaran Jawa Barat. Padahal, ayam merupakan salah satu protein yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Bentuk solusi yang dibangun lewat MainChick berupa IoT yang diletakkan di keranjang portable di kandang. Ada pula robot percakapan dan deteksi feses ayam. Lewat solusi MainChick, peternak bisa lebih cepat menganalisis masalah ayam-ayam yang dipelihara sebelum berproduksi.
Baca juga: Taktik Produsen ”Smartphone” Gaet Pasar untuk Bangkit
Michael Leon Putra Widhi, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terlibat dalam tim pengembang solusi Glutara, dan juga lolos ke semifinal, menawarkan solusi untuk memudahkan penderita diabetes mengukur kadar glukosa dalam darah. Meski masih tahap pengembangan, Michael menyebut, jika solusi itu bisa jadi dan dirilis ke pasar, tim Glutara berharap ukuran perangkat harus mudah dipakai alias wearable.
Sementara itu, Muhammad Zaki Amanullah, anggota tim pengembang solusi Gestra, salah satu tim yang lolos ke semifinal, mengembangkan teknologi yang bisa mengurangi kesenjangan komunikasi yang dialami oleh tunarungu dan tunawicara saat tinggal dan beraktivitas di lingkungan yang aktif berkomunikasi. Dengan solusi Gestra, mereka yang ”normal” pun diharapkan tidak lagi kesulitan berkomunikasi aktif dengan para tunarungu dan tunawicara.
”Kami menggunakan mesin pembelajaran dan algoritma dalam pengembangan solusi Gestra,” ucapnya.
Vice President of Strategy Android and Google Play di Google Kara Bailey, di Jakarta, mengatakan, Indonesia secara khusus dan Asia Pasifik merupakan pasar Android ataupun Google Play yang sangat penting bagi Google. Di Indonesia, terdapat lebih kurang 10.000 pengembang Android dan 42.000 aplikasi yang ada di Google Play.
”Saya rasa, jumlah pengembang Android ataupun aplikasi dari Indonesia terus bertumbuh. Aplikasi-aplikasi buatan pengembang dari Indonesia juga banyak dipakai di kawasan Asia Tenggara dan global,” ujarnya.
Di Indonesia terdapat lebih kurang 10.000 pengembang Android dan 42.000 aplikasi yang ada di Google Play.
Kara juga menyebut, nilai aplikasi buatan Indonesia di Google Play mencapai sekitar Rp 1,3 triliun tahun lalu. Kendati demikian, dia tidak menyebutkan kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Di Indonesia, lanjut dia, komunitas pengembang aplikasi gim berkembang pesat. Gim termasuk salah satu aplikasi di Google Play yang disukai. Ada juga aplikasi hiburan dan aplikasi fungsional yang juga difavoritkan di Indonesia.
Karena Indonesia dianggap sebagai pasar Android dan aplikasi Google Play yang penting, Kara menyampaikan, Google secara rutin berinvestasi pada pelatihan pengembang lokal. Salah satu program bernama Bangkit. Program ini diperuntukkan bagi mahasiswa. Untuk menjalankan program itu, Google bekerja sama dengan beberapa perusahaan teknologi di Indonesia serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Pada 20 April 2024 di Jakarta, Google Developer Groups menghadirkan pelatihanBuild with AI yang dihadiri 200 pengembang Indonesia. Dalam pelatihan ini, para pengembang belajar membangun produk berbasis kecerdasan buatan menggunakan produk terbaru dari Google, seperti Gemini API.
Google juga diketahui telah lebih dari 13 tahun mendukung para pengembang di Indonesia melalui program Google Developer Groups. Program ini bertujuan untuk mengedukasi pengembang mengenai teknologi Google dan open source terbaru, serta mendukung pengembangan talenta dan inovasi lokal. Saat ini terdapat 13 Google Developer Groups yang tersebar di 10 kota di Indonesia. Lebih dari 30.000 developer berpartisipasi dalam kegiatan mereka setiap tahunnya.
”Kami juga berupaya memperkuat proteksi di Google PlayStore supaya aplikasi-aplikasi yang masuk dan ditransaksikan itu benar-benar berkualitas (terhindar dari aplikasi yang menjurus ke scam ataupun bad apps). Setiap hari kami harus memverifikasi ratusan miliar aplikasi sebelum akhirnya bisa dirilis di Google PlayStore,” kata Kara.
Sejak awal Android dirilis sebagai sistem operasi, lanjut Kara, prinsip yang digunakan masih sama, yaitu menjadi sistem operasi yang terbuka dan menjangkau semua kalangan. Google juga memandang kompetisi, termasuk dengan hadirnya toko-toko aplikasi buatan vendor ponsel pintar, sebagai sesuatu yang positif.
”Maka, ketika pemerintah berkeinginan mendorong kesetaraan, seperti pemerintah Uni Eropa yang memberlakukan Undang-Undang Pasar Digital (DMA), kami sudah siap mengikuti karena sejak awal prinsip kami terbuka,” katanya ketika ditanya rencana Pemerintah Indonesia untuk menyusun DMA mengikuti Uni Eropa.
Sebagai akibat dari diberlakukannya DMA di Uni Eropa mulai 6 Maret 2024, Google menawarkan pilihan kepada pelanggannya apakah akan menautkan layanan Google, seperti Penelusuran, Youtube, Layanan iklan, Google Play, Chrome, Google Shopping, dan Google Maps. Pengguna dapat memilih untuk menautkan semua layanan tersebut, memilih untuk tidak menautkan satu pun dari layanan tersebut, atau memilih satu per satu dari layanan tersebut yang ingin ditautkan.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, yang ditemui di sela-sela 10th Asia Pacific Spectrum Management Conference, Selasa (23/4/2024), di Jakarta, mengatakan, populasi pengguna ponsel Android di Indonesia mencapai sekitar 88 persen. Ini merupakan pasar yang besar dan semestinya pengembang lokal bisa menggarap potensi pasar sebesar itu lebih optimal.
”Saya telah bertemu dengan pihak Google untuk membahas hal itu. Pemajuan pengembang aplikasi, termasuk aplikasi Android, harus dipercepat,” ucap Budi.
Baca juga: Pemerintah Ramai-ramai Mengikat ”Giant Tech” dengan Aturan