Penurunan Harga Batubara Masih Menjadi Tantangan Emiten Tambang
Kinerja perusahaan tambang melemah karena koreksi harga batubara. Menaikkan volume produksi dan penjualan jadi strategi.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koreksi harga komoditasbatubara membuat kinerja perusahaan tambang melemah sepanjang tiga bulan pertama 2024. Perusahaan yang juga tercatat di bursa pasar modal pun berstrategi memaksimalkan pasar dalam dan luar negeri untuk menjaga kinerja keuangan mereka di tengah volatilitas ekonomi global.
Perusahaan seperti PT Bukit Asam Tbk, dalam laporan kinerjanya selama triwulan I-2024, mencatatkan penurunan pendapatan sebesar Rp 9,4 triliun dari Rp 9,95 triliun pada triwulan I-2023. Mereka juga melaporkan pembukuan laba bersih sebesar Rp 790,9 miliar. Jika dibandingkan laba bersih pada periode sama di 2023 sebesar Rp 1,16 triliun, terjadi penurunan 31,98 persen.Perusahaan yang terdaftar dengan inisial PTBA di Bursa Efek Indonesia itu melaporkan, penurunan turut dikontribusi penjualan batubara yang menyusut 5,59 persen secara tahunan dari Rp 9,84 triliun menjadi Rp 9,29 triliun.
Di sisi lain, total produksi batubara mereka pada triwulan I-2024 tumbuh 7 persen menjadi 7,3 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun 2023, yakni 6,8 juta ton. Kenaikan produksi ini seiring dengan kenaikan volume penjualan batubara sebesar 10 persen menjadi 9,7 juta ton.
Penambahan produksi juga diserap pasar ekspor yang sejauh ini mencatatkan kenaikan 4 persen menjadi 3,8 juta ton dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.”Terdapat peningkatan ekspor ke sejumlah negara, antara lain India, Korea Selatan, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sementara realisasi domestic market obligation (DMO) tercatat 5,9 juta ton atau tumbuh 14 persen secara tahunan,” kata Corporate Secretary Bukit Asam, Niko Chandra, dalam rilis yang dikutip Rabu (1/5/2024).
Niko menjelaskan, tahun ini perseroan dihadapkan tantangan tren penurunan harga batubara dan fluktuasi pasar. Rata-rata indeks harga batubara ICI-3 terkoreksi sekitar 21 persen secara tahunan dari 100,44 dollar AS per ton pada Januari-Maret 2023 menjadi 78,9 dollar AS per ton. Sementara rata-rata indeks harga batubara Newcastle terkoreksi 49 persen secara tahunan menjadi 125,76 dollar AS per ton.
”Karena itu, perseroan terus berupaya memaksimalkan potensi pasar di dalam negeri serta peluang ekspor untuk mempertahankan kinerja baik. Perseroan juga konsisten mengedepankan cost leadership di setiap lini perusahaan sehingga penerapan efisiensi secara berkelanjutan dapat dilakukan secara optimal,” jelasnya.
Ke depan, perusahaan akan melakukan perencanaan dengan mencermati perkembangan pasar terkini dan mengantisipasi berbagai faktor yang dinamis. Sepanjang 2024, Bukit Asam menargetkan produksi batubara sebesar 41,3 juta ton, penjualan 43,1 juta ton, serta angkutan 33,7 juta ton.
PT Adaro Energy Indonesia Tbk juga mengalami penurunan kinerja keuangan selama triwulan I-2024. Pendapatan mereka ternyata hanya 1,433 miliar dollar AS, turun 22 persen dibandingkan periode sama di 2023 yang mencapai 1,839 miliar dollar AS. Berdasarkan segmen operasi, pendapatan pertambangan dan perdagangan batubara paling anjlok hingga minus 21 persen dari 1,793 miliar dollar AS menjadi hanya 1,420 miliar dollar AS.
Kenaikan volume penjualan sebesar 5 persen menjadi 16,48 juta ton dan volume produksi sebesar 15 persen menjadi 18,07 juta ton tidak membantu memuaskan pendapatan karena harga jual rata-rata yang turun 26 persen. Pada triwulan I-2024, 27 persen penjualan batubara perusahaan ini dilakukan di pasar domestik. Sementara lainnya diekspor ke berbagai pasar, antara lain ke China 15 persen, India 12 persen, ke Asia Timur Laut sebanyak 27 persen, ke negara-negara Asia Tenggara 18 persen, dan negara lainnya 1 persen.”Di tengah ketidakpastian global dan kondisi harga yang melemah, kami mempertahankan komitmen terhadap efisiensi biaya,” kata Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Energy Indonesia Garibaldi Thohir, dalam siaran persnya.
Namun, ia memastikan neraca dan keuangan perseroan secara keseluruhan tetap sehat sehingga menyediakan fleksibilitas pada saat ini. ”Operasi kami juga memulai tahun ini dengan baik, dan investasi yang kami perluas ke bisnis-bisnis baru berjalan baik sesuai panduan yang telah kami tetapkan,” lanjutnya.
Pada triwulan pertama ini, belanja modal Adaro melonjak 56 persen menjadi 206 juta dollar AS dari 132 juta dollar AS pada periode yang sama tahun lalu. Pengeluaran tersebut lebih banyak digunakan untuk pembelian dan penggantian alat berat dan tongkang, investasi pada smelter aluminium dan fasilitas pendukungnya, serta investasi pada infrastruktur.
Dalam laporannya, Bank Dunia memproyeksikan harga batubara pada 2024 dan 2025 masih di atas 100 dollar AS per ton kendati turun drastis dari 344,9 dollar AS per ton pada 2022. Harga batubara diperkirakan 125 dollar AS per ton pada 2024 dan 110 dollar AS per ton pada 2025.Baca juga: Prospek Harga Komoditas yang Bikin Untung dan Buntung RI
Dengan harga tersebut, Indonesia yang merupakan eksportir batubara masih akan diuntungkan. Ini dengan catatan permintaan negara-negara importir batubara cukup kuat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume ekspor batubara Indonesia pada Januari-Maret 2024 sebesar 88,86 juta ton atau turun 29,61 secara tahunan. Penurunan permintaan dari China menjadi faktor utamanya (Kompas.id, 1/5/2024).
Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan menilai strategi perusahaan tambang untuk meningkatkan volume produksi dan penjualan dalam menghadapi penurunan harga yang telah diperhitungkan sebelumnya sudah tepat.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun sudah mengizinkan hal tersebut dengan menyetujui rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahun 2024-2026 sebanyak 587 permohonan dari 883 permohonan RKAB komoditas batubara mencapai 922,14 juta ton pada tahun 2024, kemudian 917,16 juta ton pada tahun 2025, dan 902,97 juta ton pada tahun 2026.
Dengan demikian, ada peningkatan dari tahun 2023 yang hanya mencatatkan produksi batubara sebesar 775 juta ton, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebanyak 213 juta ton dan ekspor 518 juta ton.
”Strategi sudah tepat, sesuai guidance perusahaan di awal tahun bahwa ada kenaikan jumlah produksi dan volume penjualan dan kenaikan RKAB oleh Kementerian ESDM dengan harapan jumlah produksi dan sales meningkat tajam untuk menutup penurunan harga,” ujarnya.
Strategi investasi untuk meningkatkan pendapatan, menurut Damar, juga masih dimungkinkan kendati saat ini perekonomian kembali masih ada di era suku bunga tinggi. Pemerintah juga ikut mendukung investasi oleh perusahaan tambang, terutama terkait pengembangan industri pengolahan hasil tambang atau smelter.
”Tidak menutup kemungkinan pemerintah kasih stimulus, mempermudah pinjaman kebijakan fiskal, seperti harga jual dan macam-macam,” imbuhnya.