Penggelapan Dana Bekas Karyawan BTN, Ombudsman Minta Klarifikasi
ASW menempatkan dana di bank dengan janji mendapatkan bunga sebesar 10 persen setiap bulan atau 120 persen setahun.
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah kasus dugaan penggelapan dana nasabah diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan iming-iming hasil investasi yang fantastis. Di sisi lain, perbankan berupaya untuk memitigasi kejadian serupa terulang.
Kasus terakhir terjadi di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN. Sekelompok massa menuntut pengembalian dana nasabah yang diduga raib setelah menanamkan investasi di BTN. Mereka berdemo di depan kantor pusat BTN, Jakarta pekan lalu, Selasa (30/4/2024).
Diduga, mereka merupakan korban investasi mantan karyawan BTN, yakni ASW dan SCP yang telah diberhentikan secara tidak hormat dan divonis bersalah oleh pengadilan. BTN telah melaporkan kedua oknum tersebut ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 6 Februari 2023 terkait tindak pidana penipuan dan penggelapan serta pemalsuan. Saat ini ASW dan SCP sudah divonis pengadilan masing-masing 6 tahun dan 3 tahun penjara.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mendengarkan klarifikasi dari BTN di Kantor Pusat BTN, Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Tanpa dokumen pendukung
Direktur Operasional dan Customer BTN Hakim Putratama mengatakan, memang ada dana yang masuk ke dalam rekening yang terdaftar di BTN. Namun, sekelompok masyarakat yang mengaku sebagai nasabah tersebut tidak memiliki dokumen pendukung yang menyatakan mereka adalah nasabah.
”Kami akan menghormati proses hukum yang berjalan sekarang. Apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka yang mengaku nasabah dan BTN akan kami penuhi sesuai dengan ketentuan hukum,” ujarnya.
Kasus ini bermula ketika ada sejumlah nasabah yang bekerja sama dengan pelaku yang berinisial ASW menempatkan dana di bank dengan janji mendapatkan bunga sebesar 10 persen setiap bulannya atau 120 persen per tahun. Namun, tidak pernah ada produk BTN yang menawarkan suku bunga tersebut.
Hakim menegaskan, tidak ada produk tabungan atau deposito yang menawarkan bunga 10 persen per bulan. Masyarakat juga perlu mengetahui bahwa perbankan harus mengetahui orang yang hendak membuka rekening benar-benar terverifikasi (know your customer).
Petugas dari Bank BTN melayani penukaran uang di layanan kas keliling terpadu yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bersama perbankan di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Sebagai tindak lanjut, BTN masih akan terus menginvestigasi dan memastikan prosedur pembukaan rekening sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini salah satunya akan dilakukan dengan menggunakan teknologi yang dapat mendeteksi indikasi fraud (fraud detection system).
”Jadi, (rekening-rekening) tersebut dibukakan oleh oknum dan meminta uang dikirim ke rekening tersebut. Nasabah kemudian mengirim uang ke rekening tersebut. Namun, oknum tidak memberikan buku rekening dan ATM, padahal, seharusnya itu diminta oleh nasabah. Itu hak nasabah,” tuturnya.
Corporate Secretary BTN Ramon Armando menambahkan, masyarakat perlu lebih berhati-hati agar tidak tergiur penawaran bunga tinggi di luar kewajaran yang tidak sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini juga berlaku sekalipun penawaran tersebut berasal dari orang yang mengatasnamakan perbankan.
Baca juga: Hati-hati, Penipuan Keuangan Marak Terjadi Selama Ramadhan
Ia menambahkan, BTN berkomitmen untuk menindak tegas setiap pelanggaran hukum dan tidak akan melindungi pihak mana pun termasuk pegawai bank yang terbukti melakukan pelanggaran. ”Kami membuka ruang bagi para nasabah untuk bersama-sama juga menempuh jalur hukum dan menghormati keputusan hukum yang ditetapkan,” kata Ramon.
Kuasa Hukum BTN Roni Hutajulu menjelaskan, BTN juga mempunyai hak untuk melindungi diri secara hukum jika apa yang dilakukan para korban keluar jalur dan melanggar hukum. Apalagi, kegiatan demo anarkis yang merusak lingkungan kantor BTN pekan lalu telah mengganggu kenyamanan ruang publik bagi nasabah dan pegawai.
Yeka selepas melakukan klarifikasi ke BTN mengatakan produk deposito yang diklaim masyarakat itu tidak dikenal oleh BTN. ”Jadi itu bukan produk BTN, apalagi dengan iming-iming 10 persen per bulan. Padahal, batas maksimal saat ini, 4,5-5 persen per tahun,” katanya di Kantor Pusat BTN, Jakarta.
Sejauh ini baik BTN maupun ombudsman belum menyebut jumlah kerugian dan jumlah korban yang dirugikan dalam kasus itu.
Berkali-kali
Kasus seperti ini bukanlah kali pertama ditangani oleh Ombudsman RI. Dalam beberapa tahun terakhir, Ombudsman RI telah menangani dua kasus terkait penipuan berkedok produk investasi (deposito) dengan iming-iming imbal hasil menggiurkan.
Kasus serupa, lanjut Yeka, pernah terjadi pada 2022 yang menimpa salah satu bank dengan nilai mencapai Rp 15,58 miliar. Saat itu, Ombudsman RI menerima laporan dari salah seorang nasabah yang tidak bisa mencairkan dananya lantaran billyed deposito tidak tercatat dalam sistem perbankan.
Hal ini karena oknum pegawai bank terkait melakukan pemalsuan. Setelah melewati serangkaian pemeriksaan yang turut melibatkan para pemangku kepentingan, pelapor akhirnya dapat menerima pencairan deposito senilai Rp 15,58 miliar.
Masih dengan pengaduan terkait deposito, kasus kedua terjadi pada 2023 dengan nilai mencapai Rp 4,9 miliar. Dalam hal ini, pelapor juga tidak dapat mencairkan dananya karena tidak tercatat dalam sistem bank dan diduga kuat digelapkan oleh oknum pegawai bank terkait.
Masyarakat lebih hati-hati terhadap seluruh upaya iming-iming imbal hasil dan keuntungan yang menggiurkan. Yang jelas, investasi yang menawarkan bunga tinggi, 99,99 persen itu terindikasi penipuan.
Pada akhirnya, perbankan terkait memberikan solusi dalam rangka pelindungan konsumen dengan cara mempercepat pelelangan aset tersangka sebagai para korban. Dari dua kasus tersebut, Yeka menekankan, kesalahan bukan pada pihak perbankan, melainkan lebih kepada literasi dan edukasi masyarakat.
”Oleh sebab itu, kami mendorong perbankan untuk melakukan pengawasan internal sehingga dapat mencegah fraud atau tindak pidana,” tutur Yeka.
Sebagai tindak lanjut kasus yang menimpa BTN, Ombudsman RI ingin memastikan agar kasus tersebut tidak kembali terulang di tempat lain. Oleh sebab itu, BTN diminta untuk memitigasi risiko dengan memperkuat pengawasan internal.
Ombudsman RI juga menilai, BTN akan bertanggung jawab terhadap kasus tersebut apabila terbukti bersalah sebagaimana sesuai dengan proses hukum yang berlangsung. Sebaliknya, perbankan tidak akan mengganti rugi apabila kesalahan murni dari oknum.
”Masyarakat lebih hati-hati terhadap seluruh upaya iming-iming imbal hasil dan keuntungan yang menggiurkan. Yang jelas, investasi yang menawarkan bunga tinggi, 99,99 persen itu terindikasi penipuan. Lebih baik datang ke lembaga keuangan secara resmi setempat dan langsung tanyakan. Jangan tergoda ajakan individu,” imbuh Yeka.
Baca juga: Modus Penipuan yang Terus Berkembang