Gelombang Desakan Embargo Senjata ke Israel Terus Menguat
›
Gelombang Desakan Embargo...
Iklan
Gelombang Desakan Embargo Senjata ke Israel Terus Menguat
Penting memberlakukan embargo senjata terhadap Israel. Apalagi, Israel juga gagal mematuhi Mahkamah Internasional.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·2 menit baca
CANBERRA, JUMAT — Desakan embargo senjata ke Israel semakin menguat. Sebab, senjata yang diimpor Israel diduga kuat dipakai untuk melakukan genosida di Gaza. Sejauh ini para sekutu Israel masih terus memasok senjata dengan alasan mendukung pembelaan diri.
Serangan terbaru dilancarkan Israel pada Kamis malam dan Jumat (29/3/2024) dini hari. Serangan ke kawasan Al-Shejaia menewaskan 17 orang, sementara serangan ke Al-Maghazi menewaskan 8 orang. Adapun serangan ke Rafah menewaskan 12 orang.
Sejak Israel menyerbu pada Oktober 2023, lebih dari 32.000 warga sipil Gaza tewas. Selain itu, 12.000 warga Gaza masih hilang dan dikhawatirkan terkubur di bawah puing aneka bangunan yang hancur akibat serangan Israel. Belum ada tanda-tanda Israel akan menghentikan serangan ke Gaza dan Tepi Barat.
Apalagi, meski semakin banyak negara mengecamnya, Israel masih terus dipasok senjata oleh sekutunya. Bahkan, pekan lalu, Amerika Serikat menyetujui bantuan pertahanan 3,8 miliar dollar AS untuk Israel.
Pasokan Australia
Sebagian suku cadang persenjataan Israel, antara lain, dipasok perusahaan di Australia, HTA. Perusahaan ini disebut bagian dari pemasok suku cadang jet F-35. Pada Jumat siang, kantor perusahaan itu didatangi pengunjuk rasa.
Dimulai dengan menerapkan embargo senjata dan sanksi terhadap Israel untuk memastikan bahwa di masa depan hal ini tidak akan terulang lagi.
Unjuk rasa juga terjadi di kantor Rosebank Engineering. Seperti HTA, Rosebank Engineering juga terlibat dalam proses produksi F-35. Jet itu salah satu persenjataan Israel untuk menggempur Gaza.
Produsen F-35, Lockhed Martin, menyebut ada 70 perusahaan Australia terlibat dalam produksi dan perawatan F-35. Kontrak dengan 70 perusahaan itu bernilai 2,69 miliar dollar AS.
Pada 2016-2023, Australia menerbitkan 322 izin ekspor persenjataan dan peralatan pertahanan ke Israel. Menteri Pembangunan Internasional Australia Pat Conroy menyangkal Canberra mengekspor peralatan militer ke Tel Aviv. Australia hanya mengekspor peralatan pendukung, seperti radar, sistem komunikasi. Perangkat itu bisa dipakai untuk keperluan sipil.
Senator Australia, David Shoebridge, berharap pemerintahan Anthony Albanese mendengar suara warga. Kini, warga Australia mendesak pemerintah mengakhiri perdagangan senjata dengan Israel. Dukungan Australia ke Israel dinilai wujud kegagalan moral.
Secara terpisah, Pelapor Khusus PBB untuk isu HAM di Palestina, Francesca Albanese, mendesak embargo senjata terhadap Israel. ”Saya memohon negara-negara anggota untuk memenuhi kewajiban mereka yang bisa dimulai dengan menerapkan embargo senjata dan sanksi terhadap Israel untuk memastikan bahwa di masa depan hal ini tidak akan terulang lagi,” ujarnya.
Dengan jumlah total kematian saat ini, berarti 250 warga Gaza tewas setiap hari dan 100 orang di antaranya anak-anak. Serangan Israel juga menewaskan 340 tenaga kesehatan dan 115 jurnalis.
Sejauh ini, Israel gagal membuktikan para pria yang tewas di Gaza sebagai anggota Hamas. Kematian oleh serangan Israel hanya mungkin dibenarkan jika sasarannya aktif mengangkat senjata.
Albanese menyebut Israel mengacaukan hukum humaniter internasional. Tentara Israel tidak membedakan dan mencegah serangan pada warga sipil dan kombatan.
Karena itu, penting memberlakukan embargo senjata terhadap Israel. Apalagi, Israel juga gagal mematuhi Mahkamah Internasional untuk semaksimal mungkin mencegah kematian warga sipil di Gaza.
Selain embargo senjata, perlu pula diberikan sanksi politik dan ekonomi pada Israel. Hal itu untuk memaksa Israel mematuhi hukum internasional.(AFP/REUTERS)