Dampak urbanisasi menjadi isu karena dinafikan dalam pembangunan kota. Perhatikan daya dukung lingkungan dan tata ruang.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pekan ini, arus balik pemudik mengalir ke berbagai kawasan urban di seluruh Indonesia. Pemudik kembali menyesaki daerah perantauan dan tanpa sengaja mengungkit lagi problem perkotaan ke permukaan.
Arus balik ini sering kali dikaitkan dengan isu urbanisasi. Padahal, sejatinya urbanisasi adalah proses sebuah kawasan menjadi kota. Akan tetapi, publik telanjur memafhumi perpindahan orang dari desa ke kota sebagai urbanisasi.
Urbanisasi juga lekat dengan Lebaran seiring kebiasaan perantau kembali ke kota setelah berhari raya di kampung halaman dengan membawa serta sanak saudaranya. Kota yang konsisten menjadi pusat pembangunan dan kegiatan ekonomi menjanjikan remah rezeki lebih banyak daripada di desa.
Berkat kebiasaan itu, warga kota bertambah setiap Lebaran usai. Pada kenyataannya, migrasi dari satu daerah ke daerah lain terjadi setiap saat. Migrasi yang mendongkrak urbanisasi di Indonesia pun kini kian merata, tak hanya di Jakarta.
Kota, sebagaimana ciri utamanya, akan selalu padat, sarat orang dan kegiatan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2030 memaparkan, persentase penduduk perkotaan meningkat merata di semua provinsi. Pada 2020, tingkat urbanisasi di Indonesia 56,7 persen. Pada 2035, akan mencapai 66,6 persen.
Ciri utama kota adalah suatu kawasan dengan luasan terbatas diikuti kepadatan penduduk tinggi, pusat segala kegiatan, dan kegiatan utama nonpertanian.
Urbanisasi dipengaruhi pertumbuhan penduduk daerah perkotaan, migrasi dari daerah lain, dan reklasifikasi area perdesaan menjadi bagian dari daerah perkotaan.
Selain 98 kawasan berstatus administrasi sebagai kota, di Indonesia ada 416 ibu kota kabupaten yang telah bersifat kota. Selain itu, ada kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan industri yang turut mempercepat penambahan area urban.
Dengan pemerataan urbanisasi ini, tidak heran jika jumlah pendatang baru di Jakarta cenderung mengecil.
Urbanisasi penopang utama ekonomi daerah maupun nasional dan dapat membawa kemajuan serta kesejahteraan suatu bangsa. Namun, efek samping yang buruk muncul ketika dampak urbanisasi tidak diantisipasi sejak dini.
Yang terjadi di Indonesia, antisipasi tersebut masih minim. Kota-kota kini terjerat masalah ketersediaan air bersih, banjir, pengelolaan sampah, sulit memenuhi kebutuhan perumahan rakyat, kemacetan, hingga ketimpangan sosial.
Kota, sebagaimana ciri utamanya, akan selalu padat, sarat orang dan kegiatan. Bagaimana pengelola kota, yakni pemerintah pusat dan daerah, memastikan membangun kawasan sesuai daya dukung lingkungan, mematuhi aturan tata ruang, mengedepankan tempat hidup nyaman untuk manusia yang akan mengentaskan kota dari segala keterpurukannya.
Apalagi tuntutan menjadi kota modern yang berdaya saing di tingkat global memang harus manusiawi, menjunjung tinggi pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.