Kota Bekasi, Kaya Pendapatan Asli tetapi Miskin Fasilitas Publik
Kota Bekasi melaju kencang dalam pertumbuhan ekonomi. Pendapatan asli daerah tetangga Jakarta itu Rp 2 triliun lebih setiap tahun.
Anggaran sebesar Rp 2 triliun lebih itu bentuk kontribusi nyata masyarakat Bekasi yang sejatinya kembali ke masyarakat. Namun, nyatanya pembangunan infrastruktur publik di sana masih tertinggal. Fasilitas penanggulangan banjir, ketersediaan taman bermain, dan sarana transportasi publik hanya sedikit dari berbagai persoalan daerah perkotaan yang selayaknya menjadi perhatian setiap pemimpin di sana.
Kota Bekasi sejak dilanda musibah banjir di awal 2020 belum ada penanganan serius. Anggaran daerah lebih banyak difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi dampak pandemi.
”Banjir menjadi persoalan klasik kita yang tidak berubah. Penanganan banjir yang setengah hati menyebabkan semakin bertambahnya titik banjir, semakin tinggi genangan, semakin lama surutnya air,” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi Chairoman J Putro, Senin (10/1/2022), di Bekasi.
Dari catatan Kompas, pada Januari 2020, banjir merendam 10 dari 12 kecamatan di Kota Bekasi. Lokasi banjir tersebar di 39 tempat atau merupakan yang paling banyak di Jabodetabek. Di 2021, tepatnya bulan Februari, banjir dengan skala besar kembali melanda Kota Bekasi. Kala itu, banjir merendam 11 kecamatan dengan sebaran lokasi banjir 94 titik, (Kompas.id, 9/2/2021).
Lebih tepatnya kami belum pernah mengevaluasi apakah polder yang dibuat itu efektif (atau tidak).
Menurut Chairoman, kebijakan penanganan banjir di Kota Bekasi harus ada perubahan total. Daerah itu sebenarnya sudah memiliki Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Sistem Drainase. Seharusnya paling lambat setelah satu tahun ada peraturan itu, pemerintah kota membuat rencana induk pembangunan sistem drainase.
Tujuannya sederhana, yaitu ketika suatu kota didesain bebas banjir, maka perlu menghitung laju pertumbuhan penduduk dan daya dukung lahan. Dari rencana induk itu, pemerintah daerah kemudian menyiapkan rencana penanggulangan banjir dan rencana pembiayaan secara berjenjang, baik itu jangka pendek, jangka menengah, hingga jangka panjang.
”Rencana induk itu belum ada. Pada akhirnya, yang dipandang urgent hari ini saja, tanpa berpandangan selesai tidak banjirnya,” tutur politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.
Penanganan banjir yang terkesan setengah hati itu kian beralasan saat bekas Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada 5 Januari 2022. Salah satu dugaan korupsi yang menjeratnya terkait pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar (Kompas, 7/1/2022).
Baca juga: Omicron, Integritas ASN, dan Infrastruktur Jadi Prioritas Pimpinan Baru Kota Bekasi
Chairoman mengakui, kalau selama ini alokasi anggaran untuk penanggulangan banjir masih bersifat jangka pendek. Pembangunan polder air juga tidak dipastikan menyelesaikan masalah banjir.
”Polder yang sudah dibangun saja belum dianggarkan pemeliharaannya. Lebih tepatnya kami belum pernah mengevaluasi apakah polder yang dibuat itu efektif (atau tidak). Dalam skala lokal mungkin efektif, tetapi secara umum mengurangi atau tidak, materi itu seharusnya dibahas,” tuturnya.
Ruang interaksi
Keterbatasan fasilitas publik di Kota Bekasi turut menjadi sorotan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat mengunjungi Kota Bekasi, 11 Januari 2022. Menurut Kamil, pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi sangat baik. Daerah itu hanya perlu berbenah untuk menjadi kota yang humanis dengan memperbanyak fasilitas publik, seperti trotoar dan taman bermain.
”Jangan hanya infrastruktur swastanya, jangan hanya bangunan-bangunan megah tidak untuk pihak-pihak pribadi swasta, tetapi juga publik. Trotoar diperbanyak, taman, tanah yang menganggur dijadikan ruang bermain warga,” ujarnya.
Ukuran kota yang manusiawi memang terkait interaksi atau keterhubungan antarwarga yang difasilitasi pemerintah kotanya. Infrastruktur yang manusiawi harus menghubungkan antarmanusia. Dalam skala manusia, keterhubungan itu terjadi di ruang publik. Warga kota, yang meskipun tidak saling mengenal, akan berinteraksi (Kompas, 2/12/2017).
Di Bekasi, salah satu ruang publik yang bisa menjadi sarana interaksi antarwarga, yakni Hutan Kota Bekasi. Namun, Ridwan Kamil menilai taman kota itu sudah ketinggalan zaman dan menjadi penyebab warga minim berkunjung ke sana.
Baca juga: Korupsi di Bekasi Patah Tumbuh Hilang Berganti
Kondisi hutan kota seluas 2 hektar itu memang terlihat sepi pengunjung pada 11 Januari 2022. Beberapa fasilitas pendukung, seperti lampu taman hingga fasilitas olahraga, juga sudah mulai berkarat.
”Nanti diusulkan untuk kita desain ulang sehingga ini harus menjadi paru-paru ekologis dan paru-paru sosial juga,” ujar Kamil.
Pelaksana Tugas Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengakui kalau pertumbuhan ekonomi di Kota Bekasi cukup tinggi. Namun, pertumbuhan ekonomi itu belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat.
Dari data DPRD Kota Bekasi, pendapatan asli daerah Kota Bekasi dalam APBD 2022 diperkirakan mencapai Rp 2,8 triliun, pendapatan transfer Rp 2,49 triliun atau total pendapatan daerah Kota Bekasi pada 2022 sebesar Rp 5,3 triliun.
APBD Kota Bekasi 2022 sebagian besar digunakan untuk belanja operasi, mulai dari belanja pegawai, belanja barang jasa, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial, yang nilainya mencapai Rp 4,6 triliun. Sementara belanja modal yang didalamnya terdapat belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi hanya Rp 757 miliar.
Kota Bekasi memiliki modal yang cukup untuk melangkah lebih pesat. Daerah itu bersama Kabupaten Bekasi merupakan salah satu pusat industri terbesar di Indonesia. Jumlah pekerja industri di Kota Bekasi mencapai hampir 84.777 orang pada 2021.
Baca juga: Saat Asa Penanggulangan Banjir Bekasi Dikorupsi
Daerah yang dijuluki ”Kota Patriot” itu juga berada di dekat Jakarta dan menjadikan Kota Bekasi sebagai salah satu kota satelit yang berada di lima teratas kota dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Jumlah penduduk Kota Bekasi sesuai hasil sensus penduduk 2020 mencapai 2,54 juta jiwa. Kota itu masih dalam masa bonus demografi dengan penduduk usia produktif dari 15-64 tahun mencapai 72,56 persen.
Dari sisi pendapatan, BPS Kota Bekasi mencatat produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Bekasi pada 2020 senilai Rp 96.569,48 miliar. Dari keseluruhan jumlah PDRB Kota Bekasi, bidang industri pengolahan menyumbang 33,79 persen dari total PDRB, sektor perdagangan (22,07 persen), sektor konstruksi (11,07 persen), dan sektor lainnya (32,8 persen).
Tak ada prioritas
Pengamat kebijakan publik Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila, mengatakan, secara umum di sejumlah daerah di Indonesia, anggaran daerah lebih banyak dihabiskan untuk belanja sumber daya manusia dan belanja operasional di internal pemerintah daerah. Hal ini yang menyebabkan pembangunan di suatu kota tidak signifikan.
Anggaran daerah di Kota Bekasi yang lebih banyak dihabiskan untuk belanja operasi menunjukkan kalau daerah itu minim inovasi. ”Wajah kota yang kelihatan itu sebenarnya lebih banyak disumbangkan oleh sektor swasta. Misalnya fly over Summarecon, terus revitalisasi Kalimalang, itu juga, kan, idenya Gubernur Jawa Barat,” tutur Adi.
Jika porsi anggaran diatur dengan baik, kesejahteraan masyarakat pastinya lebih meningkat. Penataan kotanya juga mungkin lebih bagus dan humanis.
Sejumlah fasilitas publik yang ada di Kota Bekasi, seperti Jembatan Layang Cipendawa dan Rawa Panjang, juga bukan dari APBD Kota Bekasi. Anggaran pembangunan infrastruktur untuk mengurai kemacetan yang kerap terjadi di perempatan Rawapanjang dan Cipendawa itu berasal dari dana hibah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Menurut Adi, anggaran daerah lebih banyak dihabiskan untuk belanja operasional, seperti pemeliharaan gedung, belanja kertas, pembiayaan peralatan gedung, pengadaan karangan bunga, dan pembelian kendaraan operasional pejabat. Porsi anggaran yang langsung menyentuh publik masih sangat minim sehingga tidak dirasakan dampaknya oleh masyarakat.
”Jika porsi anggaran diatur dengan baik, kesejahteraan masyarakat pastinya lebih meningkat. Penataan kotanya juga mungkin lebih bagus dan humanis,” tutur Adi.
Adi menilai selama kepemimpinan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi selama sepuluh tahun yang berakhir dengan memakai rompi oranye di awal 2022, daerah itu berjalan tanpa prioritas. ”Prioritas pembangunan itu harusnya targetnya ke masyarakat, ke kesejahteraan masyarakat,” tutur Adi.