Hidupku Tak Selalu Pink
Bunga Citra Lestari malah senang saat capek karena itu artinya dia sedang berjuang. Berjuang menuntaskan impian. Perjuangan yang paling berat justru ketika dia berada di puncak prestasi. Namun, perempuan berdarah Minangkabau ini menyadari tidak semua keinginannya menjadi nyata dan tak harus memaksa diri. Saat itulah dia harus melepas impiannya.
Petarung yang realistis. Barangkali itu ungkapan yang cocok untuk menggambarkan Bunga Citra Lestari atau BCL. Kini dia tengah mempersiapkan konser bertajuk "It\'s Me BCL". Dia menggambarkan konser itu sebagai upaya menantang diri keluar dari zona aman. Gambaran singkatnya, jika selama ini BCL hanya menyanyi 8 atau 12 lagu, dalam konser kali ini dia harus menyanyi hingga 25 lagu.
Itu tentu bukan hal mudah dilakukan di atas panggung, apalagi untuk artis solo. "Tetapi, sekarang aku lagi happy. Stres juga. Excited juga. Capek juga. Kalau capek sih terus-terusan karena kalau enggak capek kayaknya kurang berjuang," kata BCL disusul tawanya yang renyah berderai.
Selama sesi wawancara hampir satu jam itu, berulang kali tawa BCL berderai. Matanya berbinar, senyumnya mengembang, tempo bicaranya cepat seperti orang yang dipenuhi semangat. Rona wajahnya segar berpadu dengan baju warna merah hati mengilap. Tampak sekali dia sedang bahagia.
"Saya happy karena akhirnya yang saya inginkan sudah kelihatan hasilnya dalam bentuk konser. Excited, tetapi juga deg-degan," kata BCL sembari telapak tangannya merapat ke dada.
BCL merasa saat ini seperti hidup di dalam dunia yang dia impikan. Tetap menjadi diri sendiri, tetapi keinginannya tercapai. Energi inilah yang hendak dia transfer kepada penonton dalam konsernya nanti. "Dalam konser nanti, aku bakal membagikan apa yang pernah kurasakan di hidup aku. Perjalanan tak selalu naik, ada up and down, jatuh cinta, banyak momen supaya orang enggak nge-judge aku."
BCL tengah bekerja keras menata fisik dan pikiran. Sejak satu setengah tahun lalu sudah mulai berolahraga berenang, pilates, dan lari. Soal makan, dia menghindari junk food, makanan berminyak, atau terlalu asin. Untuk makanan, seperti sop buntut, tetap jalan, tetapi porsinya dikurangi sembari menambah jumlah porsi sayuran. Semua usaha itu untuk membuat badannya lebih bugar dan punya daya tahan lebih tinggi.
Prestasi
BCL yang biasa disapa teman- temannya dengan panggilan Unge ini akrab di layar kaca ataupun layar lebar. Dikenal sebagai bintang iklan, bintang sinetron, penyanyi, dan pemain film. Tak kurang dari tujuh sinetron dan sembilan film dia bintangi. Di dunia tarik suara, Unge menghasilkan belasan lagu yang menjadi hits.
Tahun 2006 dia menyedot perhatian khalayak lewat lagu "Cinta Pertama (Sunny)" yang juga menjadi soundtrack film Cinta Pertama. Sejak itu, dia produktif menelurkan hits. Sempat rehat tiga tahun karena melahirkan dan membesarkan anaknya, Noah Aidan Sinclair, hasil pernikahannya dengan Ashraf Sinclair. Tahun 2012 dia kembali dengan tembang "Cinta Sejati" ciptaan Melly Goeslaw yang menjadi soundtrack film "Habibie dan Ainun". BCL tidak hanya menyumbang lagu, tetapi juga menjadi pemeran utama bersama Reza Rahardian. Film ini sukses besar dan ditonton lebih dari 4 juta pasang mata.
BCL pun kebanjiran penghargaan, antara lain Soundtrack Terfavori0t, Karya Produksi Terbaik, dan Artis Solo Wanita Terbaik (Pop) di ajang Indonesia Movie Award 2013.
Tahun lalu, BCL membintangi film My Stupid Boss, Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea, dan 3 Srikandi. Semuanya terbilang sukses. My Stupid Boss bahkan tembus angka 3 juta penonton, hanya bisa disaingi film Ada Apa Dengan Cinta 2 dan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!.
Hanya saja, kali ini BCL tidak mendapat penghargaan apa pun. BCL tidak mempermasalahkan itu karena kepuasannya terletak pada saat kerja kreatif, dia telah memberikan segala kemampuannya secara penuh. "Aku nonton lalu puas dengan karyaku sendiri. Masuk nominasi atau enggak tidak masalah. Tentunya senang kalau dapat apresiasi lagi. Cuma aku enggak mau kebahagiaan ditentukan oleh orang lain."
BCL mengistilahkan itu dengan ungkapan, "Hidup tidak selamanya indah. Pink, pastel." Oleh karena itu, hidup harus berjuang dan ada kalanya harus melepaskan obsesi ketika perjuangan sudah sampai ujung batas.
Pelajaran itu dia dapat dari ayahnya, Muchlis Rusli, seorang bankir. BCL teringat ketika di Lhokseumawe, Aceh, dia kerap juara kelas sehingga masuk kelas inti yang berisi siswa terbaik. Dia lantas terobsesi menjadi terbaik dari para terbaik. Dia memaksa dirinya belajar kaligrafi, ilmu agama, sekaligus pelajaran umum. Namun badannya tidak kuat dan akhirnya sakit.
Ayahnya bilang, ada masalah yang harus dipikirkan dan harus diperjuangkan sampai gila. Ada kalanya juga dilepaskannya. "Kamu tidak harus menjadi yang terbaik, nikmati saja hidupmu," kata BCL mengingat pesan ayahnya kala itu. "Inilah yang aku pakai sampai sekarang."
Energi persahabatan
Dalam bekerja, BCL merasa sangat nyaman karena dikelilingi para sahabat. Mereka adalah teman semasa sekolah, sepupu, bahkan adik, yang kemudian masuk dalam jajaran tim manajerial yang menopang karier BCL. "Ada teman waktu aku SMA yang sekarang jadi manajerku. Adikku masuk di tim keuangan," kata BCL menyebut beberapa sahabat dan keluarga yang kini ikut bekerja bersama dia.
Dengan bekerja di sekitar sahabat dan orang dekat, BCL merasa suasananya menjadi lebih cair, akrab, dan tidak menjemukan. Kerja terasa seperti sedang kumpul teman. Ini juga disokong kebiasaan BCL yang suka nongkrong di warung-warung pinggir jalan. Istilah dia street food, seperti warung sop kaki, sop buntut, dan mi ayam di bilangan Panglima Polim.
Kebiasaan kumpul-kumpul ini tertanam sejak belia. BCL lahir di Jakarta pada 22 Maret 1983, tetapi sempat enam tahun tinggal di Palembang, lalu pindah lagi ke Jakarta. Masa akhir SD dan sebagian masa SMP dia dihabiskan di Lhokseumawe. Di sana dia sekolah negeri yang masih berlantai tanah.
BCL kerap memilih pulang sekolah naik becak motor ramai-ramai bersama temannya daripada naik mobil jemputan. Selepas sekolah, dia kerap bermain sepatu roda dan sepeda. Dia biasa meminjami sepatu roda kepada temannya karena hanya dia yang punya waktu itu. Dia juga terbiasa meminjamkan peralatan tulis kepada temannya yang saat itu masih banyak bersekolah tanpa sepatu. Di waktu lain, BCL membangun tenda di halaman rumah bersama temannya. "Tetapi, kalau malam, mamaku sering mindahin aku ke dalam rumah he-he-he."
Ibu BCL, Emi Syarif, sangat adaptif dengan lingkungan baru karena sering pindah tempat tinggal mengikuti tugas suaminya. Profesi sang ibu sebagai dokter gigi juga cocok dengan sifatnya yang sangat ramah kepada siapa saja; petugas satpam, tukang parkir, pembantu rumah tangga, ataupun pejabat dan rekan kerja suaminya. Makanya, dia juga sangat senang mengumpulkan anak-anak tetangga ataupun teman Unge di rumah.
Kebiasaan itu membekas di benak Unge sehingga dia menafsirkan bahwa tak perlu melihat latar belakang suku, agama, ataupun kelas ekonomi seseorang. Semua orang punya watak baik. Kebiasaan pindah-pindah ditunjang sikap menerima itu membuat Unge mudah beradaptasi dengan berbagai jenis orang selama dia meniti karier.
BCL tengah bersinar. Apabila nanti akhirnya meredup, dia tak akan terlalu memaksa diri mengejar ketenaran itu jika malah menyiksa diri. Sebab, itu tadi, ada saatnya harus melepas..