Dunia Kecil Berdinding Baja
”Waktu itu ada dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari Pelindo untuk bangunan sekolah. Karena mereka tidak asing dengan peti kemas, akhirnya terwujud juga kelas dari peti kemas,” kata Nurrohim. Bagian dalam peti kemas dipasangi peredam panas dan dilapisi papan. Langit-langit diberi plafon. Lantai ditutup tegel keramik. Bagian tertentu dilubangi untuk pintu dan jendela. Bagian luar dicat anti karat. Untuk mengurangi panas, di setiap ruangan dipasangi exhaust fan dan kipas angin.
”Idealnya, setiap ruangan diberi AC, tetapi biaya listriknya mahal, sampai Rp 3 juta untuk peti kemas 40 feet. Tanpa AC hanya Rp 300.000 per bulan,” kata Nurrohim.
Tetap nyaman
Pengalaman unik dirasakan saat menginap dalam kabin yang terbuat dari peti kemas di D’Cabin, Taman Buah Mekarsari, Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ada lima peti kemas yang dimodifikasi menjadi penginapan. Berdiri di alam terbuka, berhadapan dengan danau, peti kemas berwarna-warni ini banyak diminati untuk liburan keluarga.
Marketing Communication Taman Buah Mekarsari Firman Setiawan menuturkan, D’Cabin mulai diperkenalkan pada 2009. ”Konsepnya mirip karavan. Tempatnya fleksibel. Biasanya keluarga menyewa dua atau tiga unit untuk acara bersama. Harganya Rp 660.000 per malam untuk hari biasa dan Rp 880.000 untuk akhir pekan,” katanya.
Pembuatan per unit D’Cabin ukuran 20 feet (2,5 meter x 6 meter) berkisar Rp 100 juta-Rp 250 juta. Proses pembuatan dua- tiga pekan. Setiap unit dilengkapi tempat tidur, televisi, penyejuk ruangan, kulkas kecil, kamar mandi shower berventilasi dengan air panas. Dinding diberi material peredam panas, lalu dilapisi papan, dan lantai parket.
Ada dua konsep ruangan. Peti kemas merah muda, ungu, dan kuning belimbing dibagi tiga ruangan, yakni tempat tidur sedang di satu sisi, di tengah terdapat kamar mandi, dan tempat tidur tingkat untuk anak di sisi lain. Untuk peti kemas hijau dan kuning nangka ruangan hanya terbagi dua dengan tempat tidur di satu sisi dan sisi lain untuk kamar mandi sehingga terkesan lapang. Bagian depan diberi kaca besar untuk pintu geser dan jendela.
”Untuk pemeliharaan ruang dalam, seperti penginapan pada umumnya, dibersihkan dan divakum. Bagian luar dicuci secara rutin, terutama saat hujan tak banyak turun. Pengecatan ulang dilakukan sesuai kebutuhan karena cat tahan karat,” katanya.
Edo Suharto, warga Bogor, yang pernah menginap di D’Cabin, menuturkan, menginap di kamar peti kemas itu terasa nyaman. ”Warna dinding cerah, menyenangkan untuk anak-anak. Di dalamnya memang agak sempit, tetapi kabinnya bersih dan sejuk karena ada AC. Sama seperti di dalam kamar biasa,” tuturnya.
Dengan sifat besi baja sebagai pengantar panas, ruangan dari peti kemas butuh biaya operasional tinggi. Terlebih jika dipakai untuk restoran, seperti dikatakan Verdian Nizarwan, Manager Store The Container Grill, restoran makanan Barat di Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten. Ia harus memasang dua penyejuk ruangan masing-masing berkekuatan 2 PK agar ruangan tetap sejuk dan nyaman.
Ruangan berisi beberapa set meja, kursi, dan sofa dibuat dari peti kemas bekas ukuran 40 feet, sekitar 27,6 meter persegi. Dinding dilapisi peredam dan tripleks, lalu ditutup potongan kayu meranti untuk memberikan kesan hangat. Ada empat peti kemas yang dimanfaatkan sebagai restoran. Bagian depan menonjol, diberi kaca tembus pandang untuk akses pemandangan.
Kontainer unik jadi daya tarik utama The Container Grill. Kebanyakan tamu, kata Verdian, datang karena tertarik dan penasaran dengan fasad peti kemas dari luar. ”Ternyata nyaman. Tidak panas. Begitu rata-rata komentar tamu,” ujarnya.
Ini juga terjadi di pusat jajan Southbox, Prapanca, Jakarta Selatan. Sejak dibuka 2015, tempat ini masih menyedot minat pengunjung lantaran konsep pusat jajan yang bernuansa industrial dengan memanfaatkan peti kemas bekas yang disusun dan dihias sedemikian rupa menjadi kedai-kedai.
Ada 33 peti kemas bekas disusun dua lantai membentuk huruf U dengan ruang lebar di bagian tengah untuk menempatkan meja kursi bagi pengunjung. ”Sekarang ada 12 penyewa untuk food and beverage dan tiga penyewa untuk kantor. Satu peti kemas dibagi jadi bilik sekitar 3 meter. Jika ingin lebih lega, mereka bisa menyewa dua bilik atau lebih untuk tempat memasak, wastafel, rak barang, dan lemari pendingin,” kata Kepala Operasional Southbox Andhika Tirta.
Selain unik, bangunan dari peti kemas bekas relatif lebih murah. Biaya bisa dihemat hingga 40 persen. Biaya perawatan juga murah karena cukup dicat ulang untuk mencegah karat. Sewa pun jadi lebih murah.
Wahana seru
Keunikan pula yang ingin ditampilkan BSD X-treme Park dengan mengambil peti kemas sebagai material utama bangunan di atas lahan seluas 5 hektar. Peti kemas selain dimanfaatkan sebagai kantor pusat, juga untuk bangunan pendukung di berbagai wahana, seperti di area paintball, rope and rock, bike park, go-kart, camping ground, toilet umum, mushala, food court, pos keamanan, dan akses masuk pengunjung. Untuk toilet, bagian lantai memakai lembar aluminium. Dindingnya menggunakan lembar besi baja.
”Pemakaian kontainer sesuai dengan visi kami yang klasik, unik, dan green,” kata Khairul Karim, Project Manager BSD X-treme Park.
Arsitek Budi Pradono menilai, penggunaan peti kemas bekas semakin marak karena berbagai alasan, tetapi yang utama adalah efisiensi. Para pemilik usaha di Indonesia banyak terinspirasi pemanfaatan peti kemas bekas dari luar negeri yang sudah marak lebih lama sehingga kini lebih luas penggunaannya.
”Dengan kemajuan teknologi, masalah panas di dalamnya bisa diatasi. Misalnya, dengan rock wool, lalu dilapis kayu atau bambu untuk insulasi. Peluang modifikasi besar,” katanya.
Untuk bangunan temporer, peti kemas bekas tidak memerlukan izin mendirikan bangunan (IMB) sehingga lebih murah. Namun, ada biaya cukup besar untuk pengangkutan.