Menu Hangat di Kaki Tidar
Magelang yang sudah dasarnya berhawa adem tambah terasa njekut alias bikin menggigil ketika hujan turun. Pada suatu siang selepas pulang dari hutan pinus di Kragilan, Kabupaten Magelang, kami mampir di warung sop senerek di daerah Pisangan, Banyuurip. Tepatnya di Jalan Kecamatan Tegalrejo-Candimulyo, Kabupaten Magelang.
Sop senerek adalah menu khas yang akrab dengan warga Magelang, Jawa Tengah. Ada beberapa warung yang menyajikan sop senerek sebagai menu utama, salah satunya di warung milik Suratmi (45) yang kami datangi.
Sederhana tetapi gurih, begitulah profil sop senerek yang berisi bayam, irisan wortel, potongan daging sapi yang aromanya sedap, dan tentu saja si kacang merah alias senerek. Rasanya? Segar, gurih, tetapi ringan dan tidak bikin enek karena didukung bumbu dasar yang tidak neko-neko, seperti bawang putih, bawang merah, lada, dan pala. Tak lupa taburan bawang goreng yang menggenapi rasa gurih masakan yang disajikan hangat-hangat itu.
Acara menyantap sop rasanya kurang meriah jika tidak didampingi berbagai menu gorengan yang ditaruh di meja-meja hidangan sebagai ”penggoda iman” mereka yang sedang menjaga asupan makan. Jika tempe dan tahu goreng sudah biasa, cicipilah perkedel daging yang berbentuk bola dan berwarna coklat tua atau bakwan udang dan perkedel kentang.
Ada aroma khas yang baru terasa ketika kita menyesap kuahnya. Rupanya itu datang dari cara memasak yang menggunakan anglo dengan arang kayu sebagai bahan bakar. Anglo ini tidak hanya digunakan untuk memasak sop dan menjaganya tetap hangat hingga mendarat di meja tamu, tetapi juga untuk memasak gorengan. Tidak heran jika di warung Suratmi ini terdapat sembilan anglo untuk memasak itu semua.
”Kata pelanggan, memasak menggunakan anglo dan arang membuat bumbu lebih meresap,” kata Suratmi yang merintis warung ini sejak delapan tahun lalu.
Sebelumnya ia adalah pegawai di warung sop senerek lainnya. Kini, sudah tiga warung ia miliki. Setiap hari, Suratmi menghabiskan rata-rata 10 kilogram daging sapi. Sebagai pelengkap, pengunjung dapat meminta isi sop ditambah dengan babat, paru, atau iso. Setiap harinya disediakan sekitar 3 kg babat, paru, dan iso. Harganya terjangkau. Satu porsi sop senerek campur nasi hanya Rp 13.000 atau Rp 16.000 untuk seporsi sop yang disajikan terpisah dengan nasi.
Wedang kacang dan sego godhog
Pada malam hari, kami mencicipi wedang kacang yang berisi ketan putih dan kacang tanah yang berpadu dalam cairan hangat yang manis. Rasa manis diperoleh dari larutan gula jawa dan gula pasir. Cara membuatnya pun mudah. Agustina (58), pemilik Warung Wedang Kacang Kebon di Jalan Pajang, Kota Magelang, ini tidak segan-segan membeberkan resep menu-menunya.
Sambil memasak mi godhog pesanan pelanggan, ia membisikkan cara membuat wedang kacang. Kacang tanah direbus semalaman hingga pecah-pecah. Sebagian malah hancur sehingga menyumbang rasa gurih seperti santan. Gurih bercampur manis sungguh paduan rasa yang memikat.
Jangan khawatir, masih ada berbagai menu lainnya, seperti wedang ronde dengan potongan agar-agar, emping, dan bulatan- bulatan ronde. Jika hari panas, kita bisa meminta wedang ronde ini menjadi es ronde. Komponen jahe diganti dengan perasan jeruk nipis. Hmm, segaarr.
Jika ingin makan ”berat”, warung yang berlokasi di Jalan Pajang ini menyediakan menu seperti nasi goreng, mi goreng, mi godhog, hingga bakso. Namun, jika hanya ingin nyemil, ada banyak macam gorengan, seperti tahu isi, tahu bacem, dan sate pisang. Sayang, menu andalan berupa pisang berbalut tepung hunkwe yang kemudian ditusuk seperti sate sudah habis.
Resep wedang kacang merupakan warisan turun-temurun dari orangtuanya. Agustina sudah berjualan sejak tahun 1982. Dari semula hanya wedang kacang, lama-lama menunya bertambah banyak, mulai dari wedang kacang sekoteng, wedang ronde, es ronde, kolak, hingga aneka olahan mi dan bakso.
Untuk makan malam, kami memilih meluncur menuju lapak Mbah Jo 57 di Jalan Sriwijaya, masih di Kota Magelang. Ada menu sego godhog yang kami incar. Gerimis mengiringi pasangan suami istri, Ari Mulyati (47) dan Gendut Suharto (48) yang akrab dipanggil Mbah Mo, sibuk menyiapkan pesanan
para pelanggan. Semua dimasak satu per satu, tidak ada yang digabung meskipun pesanannya sama.
Keduanya rupanya memahami betul customized service untuk memuaskan pelanggan. Para calon pembeli pun rela antre panjang. Bagi yang tidak bersedia, akan memilih balik kanan.
”Pelanggan enggak mau pesanannya dimasak gabung dengan pesanan lain, kan permintaannya beda-beda. Jadi memang harus dibuatkan satu per satu,” kata Ari yang juga menyediakan menu lain, seperti mi dan bihun, baik goreng maupun godhog serta cap cay, nasi goreng, dan magelangan. Menu terakhir adalah nasi goreng yang dicampur mi. Jalan tengah bagi yang ingin makan nasi goreng dan mi goreng sekaligus. Semuanya campur aduk tetapi tetap enak.
Malam itu kami harus antre di belakang tujuh pembeli lain yang beberapa memesan lebih dari satu macam. Sambil memperhatikan Ari memasak di atas anglo, kami nyemil kerupuk rambak. Ia terlebih dahulu menumis bumbu-bumbu lalu memasukkan telur mentah sambil tetap mengaduk-aduknya lantas menambah air ke dalam wajan. Setelah mendidih, ia mulai memasukkan nasi lalu mi.
Jadilah sego godhog yang kemudian kami santap sambil menyaksikan hujan yang turun konstan mengguyur bumi. Jalanan di depan kami sepi. Hanya ada satu dua orang yang berjalan cepat sambil berpayung. Ari pun bercerita, mereka sudah tiga kali berpindah tempat. Lokasi terakhir adalah di Jalan Sriwijaya. Suaminya termasuk salah satu pedagang yang memulai memperkenalkan menu sego godhog. Ia sudah 20 tahun berjualan. Kini, pesaing tambah banyak. Itu sebabnya keduanya konsisten memenuhi permintaan pelanggan satu per satu untuk menciptakan ikatan kesetiaan.
Jika semula sang suami adalah koki utama, Ari kini mulai memegang peran sebagai pembuat hampir semua pesanan. Sang suami tinggal membuat minuman atau mondar-mandir membeli bahan-bahan yang habis di tengah jalan. Salah satu kelebihan mencicipi makanan jalanan adalah seperti ini, mendapat bonus cerita dari sang pemilik warung. Dan suapan terakhir sego godhog pun menutup kisah malam itu….