Anak Kami Sang Pemimpin...
Ratusan anak, didampingi orangtua, berkumpul di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Berteman kursi roda, dan beberapa lainnya akrab dengan selang kecil di hidung, anak-anak ini asyik ”bermain” di antara rindangnya pohon. Orangtua mendampingi dengan gembira. Anak-anak ini adalah pelita dan karunia.
Cerebral palsy (CP) adalah kerusakan sel otak yang berimbas pada gangguan motorik anak. Bentuk gangguan gerak tersebut beragam, seperti kaku, lemas, gangguan pola gerak, atau tidak mampu mengontrol gerakan.
”Anak saya, Yudhistira, si pemimpin yang baik hati. (Namanya) saya ambil dari nama wayang karena saya emang suka wayang. Maunya sih anak saya jadi pemimpin suatu saat nanti,” kata Yusuf (36), orangtua salah satu peserta Jalan-jalan ke Kebun Raya yang diadakan oleh Rumah Cerebral Palsy, dan komunitas Cahaya, Minggu (26/2). Yudhistira adalah salah satu tokoh wayang yang banyak digambarkan dengan sosok seseorang yang teguh hatinya dan mengayomi.
Yudhistira Dian Pratama (7), adalah nama lengkapnya. Bocah berkulit putih dengan rambut sedikit bergelombang ini sedang asyik bermain di bawah tenda acara. Matanya ke sana kemari seakan tidak puas memandangi pemandangan di sekitarnya, juga ramainya orang yang berkumpul. Badannya tengkurap, tetapi kakinya seperti membentuk huruf O. Selang menancap di hidungnya.
Selain menyandang CP, Yudhistira juga mengalami jantung bocor sehingga harus dipasangi selang dari lambung ke hidung. Ibunya, Neneng Sartika (27), mendampingi dengan tekun. Selembar kertas yang harusnya diwarnai oleh anak-anak, diisi sedikit demi sedikit.
Yusuf menceritakan, anak semata wayangnya ini baru diketahui menyandang CP ketika berumur dua tahun. Hal itu karena kurangnya pengetahuan buruh pabrik ini terkait apa itu CP. Dia lalu ke sana-kemari untuk mengobati anaknya, hingga harus berhenti bekerja.
”Tapi, kami tidak pernah lelah. Apalagi dari tahun ke tahun anak kami mulai ada peningkatan,” ucap pekerja serabutan ini.
Yudhistira bahkan sudah pandai untuk merengek sesuatu. Bocah ini juga sering begadang, sambil menjambak rambut bapaknya ketika terbangun tengah malam. ”Suatu ketika dia manggil ayah, atau maaaak' (emak), itu (membuat kami) bahagianya bukan main,” tutur Yusuf.
Yusuf dan keluarganya saat ini menetap di rumah singgah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) atau bantuan sedekah rombongan. Yusuf tidak pernah malu, bahkan sangat bersyukur semenjak kelahiran Yudhistira. Sebab, dia merasa jauh lebih bermanfaat dan berguna bagi orang lain.
Seiring tempat tinggalnya di dekat RSCM, dia sering membantu orang lain untuk mengurus keperluan, atau sekadar berbagi cerita tentang CP.
Narko (39) menembus dingin sejak pukul 03.00 dini hari Kota Bandung. Sekitar pukul 08.00, dia sekeluarga tiba di Bogor untuk mengikuti acara ini. Alanis (6), anak tertuanya, diikutsertakan.
Selama menjadi ayah seorang anak penyandang CP, ayah tiga anak ini hari demi hari semakin bertambah bangga. Sebab, dia merasa diberi tanggung jawab lebih untuk menjaga sang buah hati. Meski pada awalnya merasa berat, semuanya dapat terlewati.
”Saya dan istri saling menguatkan. Sempat tersinggung juga kalau membawa anak ke mal, lalu orang-orang pada ngeliatin. Kini lebih positif aja, siapa tahu orang itu lagi mendoakan anak kami,” tambah ayah tiga anak ini.
Saling berbagi
”Kuncinya adalah berbagi,” tambah Narko. Karena itu, dia sering berkumpul dengan orangtua yang anaknya juga menyandang CP agar bisa bersama-sama saling berbagi pengalaman. Dari situ, perasaan merasa sendiri terkalahkan.
Rumah Cerebral Palsy adalah salah satu medium bagi orangtua dan anak-anak penyandang CP untuk berbagi dan saling berkomunikasi. Di komunitas yang beranggotakan sedikitnya 1.600 orang ini, setiap orang bisa berbagi pengalaman mengenai hal yang dialami, baik itu terkait pengobatan maupun tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari.
Berawal dari grup di laman Facebook, komunitas ini berkembang pesat hingga seperti saat ini. Setiap anggota dalam komunitas ini rutin melakukan pertemuan atau gathering, seperti yang dilakukan pada pekan lalu.
Agus Kurniawan (36) merasakan betul bagaimana manfaat dalam berkomunitas. Ayah dari dua anak yang menyandang CP ini selalu memanfaatkan momen berkumpul untuk menanyakan perilaku anak dari orangtua lainnya.
”Si Akmal (4), misalnya, suka menangis, padahal cuma manipulatif. Saya tanya kepada yang lain, ada juga yang anaknya seperti itu. Katanya dieminaja dulu. Eh ternyata benar, enggak boleh diikutin semua, tapi pelan-pelan dikasih tahu,” ucap Agus yang sehari-hari bertugas di kepolisian.
Cerebral palsy, mungkin hingga saat ini belum ditemukan cara untuk mengembalikan seperti semula. Angkanya juga terus meningkat. Meski belum ada data resmi secara nasional, beberapa penelitian menemukan, angka anak dengan CP sekitar 1,5 per 1.000 kelahiran.
Menurut Iis R Soelaiman dari Rumah Cerebral Palsy (RCP), hidup itu tidak bisa sendirian, harus dilakukan bersama-sama. RCP hadir untuk memberi ruang kepada anak dan orangtua penyandang CP agar bisa bersama-sama bergandengan tangan dalam meningkatkan kemampuan anak.
”Mimpi besar kami nanti adalah benar-benar ada rumah RCP yang menjadi episentrum terkait CP. Ada fasilitas, ada terapis yang rutin membantu anak. Semoga bisa tercapai di kemudian hari,” kata Iis. (SAIFUL RIJAL YUNUS)