"Bunyi Hujan" di Rumah Balawan
Menemani anak-anaknya tumbuh menjadi seseorang. Menyemai jiwa-jiwa mereka dengan seni secara alami. Inilah hasrat terbesar I Wayan Balawan (45) sehingga rela pindah rumah dari daerah Batuan, yang tenang dan melenakan, ke Denpasar yang macet dan kusut.
"
"Sabtu pagi, bagus, karena anak-anak libur sekolah," begitu pesan singkat gitaris Balawan saat kami membuat janji untuk bertemu di rumahnya. Dia belum lama pindah, atau lebih tepatnya, kembali ke rumah lamanya di Denpasar.
Sekitar pukul 07.00 Wita, saya bertandang ke rumahnya. "Halo. Maaf ya baru bangun tidur. Anak-anak juga masih tidur," katanya membuka pembicaraan pagi itu sambil menyeruput teh hangat manis dan mengudap roti goreng yang dibeli Jero (44), pekerja rumah tangga.
Balawan bersantai di rumah karena libur. Biasanya, pagi hari dia mengantar anaknya ke sekolah sebelum mengajar musik. Aktivitas ini bagi Balawan adalah menabung ikatan batin. Juga untuk memahami perkembangan dan pertumbuhan buah hati. Dia memahami anak sulungnya lebih suka berimajinasi dengan bermain lego, sementara anak bungsunya bermain musik. "Itulah mengapa saya pindah rumah."
Sebelumnya, Balawan tinggal di sebuah rumah besar dengan luas 1.300 meter persegi. Rumah itu dekat dengan persawahan, terdapat anak sungai di tengah rumah dan dibangun studio di Batuan, 40 kilometer dari Denpasar. Balawan sering latihan main gitar menggunakan pengeras suara dan tidak ada tetangga protes. Lahan yang luas membantu meredam suara keluar rumah.
Bagi seorang musisi seperti dia, kondisi rumah itu ideal. Itu juga yang dirasakan kerabat sesama gitaris, seperti Baron dan Dewa Budjana. "Baron dan Budjana sering menginap di sana."
Akan tetapi, Balawan lebih memilih pindah ke Denpasar untuk memudahkan dia mengantar sekolah anak sulungnya, Varendra Winatha Balawan (5). Dulu, dari Batuan dia butuh waktu sekitar 1 jam untuk mencapai sekolah anaknya di Denpasar, sekarang hanya 10 menit. "Rumah ini sebenarnya rumah masa kecil saya. Bentuknya juga masih seperti dulu. Jadi rasanya seperti pulang."
Menjebol kamar
Ketika tinggal di Batuan, rumah di Denpasar itu ditinggali kakak kandung Balawan. Ketika dia meninggal, rumah berisi tujuh kamar itu praktis kosong. Balawan lalu menjebol dua kamar di lantai atas untuk memperluas ruang gerak serta menjebol dua kamar di lantai bawah untuk memperluas ruang tamu.
Di ruang tamu itu terdapat satu drumset mini, lemari berbentuk gitar, dan satu set sofa. Di sofa itulah Balawan biasa menggeletakkan gitar elektriknya. Ketika senggang, dia biasa bersantai sambil memainkan gitar. Tak jarang, anaknya nimbrung. Entah ikut bernyanyi atau sekadar iseng memetik gitar. Itu pengalaman menyenangkan sekaligus memperkaya jiwa Balawan.
Seperti pagi itu, anak bungsunya, Jiyestha Sayilendra Balawan (2), langsung menuju drumset begitu bangun tidur. Dia menggebuk-gebuk drum itu sekenanya tetapi terdengar ritmis dan nyaman di kuping. Cara dia menginjak pedal dan menabuh drum bisa selaras. Padahal, si belia ini belum bisa ngomong.
"Umur satu tahun dia sudah bisa menyanyi. Belum keluar kata-kata jelas, tetapi paham ketukan," kata Balawan sambil mengingat masa kecilnya yang akrab dengan musik. Ayahnya yang seorang seniman serba bisa (lukis, tari, dan pahat) banyak memberikan pengaruh dengan paparan musik tradisional. Begitu juga pamannya, I Wayan Senter, yang punya sanggar seni tradisi Bali.
Kelak, tempo cepat gamelan Bali, terutama gong kebyar, inilah yang memengaruhi Balawan dalam bermain gitar. Kebyar sendiri berarti cepat atau tiba-tiba. "Saya sejak kecil main gamelan itu kecepatan tinggi. Saat main gitar, kecepatan itu hanya bisa dikejar dengan tapping," kata Balawan yang menjadi salah satu dari 100 gitaris terbaik dunia versi majalah Rolling Stone.
Balawan tengah resah dengan perkembangan anak-anak di media sosial. Mereka mudah sekali mencemooh, bahkan menghina orang lain tanpa dasar yang kuat. Suatu kali dia duet dengan Guthrie Govan, gitaris asal Inggris. Potongan video itu diunggah ke media sosial dan mengundang banyak pujian, tetapi ada juga yang berkomentar miring. "Malu-maluin Indonesia aja, lo. Latihan lagi, lo," begitu Balawan meniru komentar yang disampaikan salah satu anak muda pengguna media sosial.
Balawan sama sekali tidak tersinggung dengan komentar itu, justru dia prihatin dengan pola pikir anak-anak pengguna media sosial yang menggunakan kebebasan berekspresi hanya untuk menyakiti orang lain, sementara dia sendiri tak mampu menunjukkan keterampilan apa-apa.
Itulah alasan dia membangun Balawan Music Training Centre yang kini diikuti sekitar 700 anak-anak mulai usia 5 tahun sampai SMA. "Saya menggunakan dua sistem, sistem kurikulum dan music for fun. Arahnya adalah social life in music. Bermusik harus bergaul," ujar Balawan yang mengasah kemampuan individu muridnya sekaligus mencarikan teman yang cocok untuk membentuk band.
Atmosfer musik masa kecilnya juga dia bangun di rumah untuk memberi paparan musik secara alami kepada anak-anaknya. Itulah alasan dia menggeletakkan gitar di sofa dan membelikan drumset mini untuk anaknya. Puas bermain drum, Jiyestha, menghampiri ayahnya yang tengah asyik memainkan melodi dengan gitar kebesarannya, Mini Double Neck Signature Series, Rick Hanes.
Rick Hanes merupakan merek gitar produk lokal Sidoarjo, Jawa Timur, yang sudah diakui internasional dan mendapat penghargaan Guitar of the Year 2012. Balawan menjadi salah satu duta merek tersebut. Gitar itu juga dibuat replika ukuran raksasa dan dipasang di depan Hard Rock Café Kuta Bali.
Nah, Jiyestha tampaknya gemas melihat ayahnya bermain gitar. Dia ikut menimbrung mengutak-atik senar gitar double neck ketika Balawan asyik latihan. Dia juga turun sofa dan menginjak-injak amplifier sehingga memunculkan bunyi aneh yang membuat Balawan nyengir. Balawan membiarkan semua itu.
Dia lalu memberi pick gitar dan meminta anaknya memetik sesukanya senar gitar bagian bawah, sementara Balawan mencoba mengikuti petikan itu dengan melodi yang kemudian menghasilkan instrumentalia lagu "Tik-tik Bunyi Hujan" selama sekitar 2 menit. "Airnya turun tidak terkira. ayo nyanyi," kata Balawan memancing anaknya ikut menyanyi agar tidak hanya memetik gitar.
Bagian akhir lagu itu agak amburadul gara-gara si kecil ikut- ikut memetik senar bagian atas mengganggu tarian jemari ayahnya yang sedang tapping. Istri Balawan, I Gusti Ayu Kamaratih (30), muncul dan ikut menyanyi bersama. Pagi itu terasa lebih sejuk dengan "tik-tik bunyi hujan." di rumah Balawan.