Berburu Oleh-oleh Rasa Artis
Pintu gerai masih tertutup rapat, tetapi antrean sudah mengular. Dewa, sepagi itu, mendapat antrean nomor 375. Ratusan calon pembeli lainnya bangun lebih pagi, sejam sebelumnya. Padahal, loket antrean baru buka pukul 04.00 dan tutup setengah jam kemudian. Lalu, buka lagi pukul 05.00 hingga 990 tiket antrean ludes. Setelah itu, mereka masih harus menunggu lima jam kemudian saat gerai buka melayani pembeli mengambil kue.
Sebutlah itu kompetisi berburu Makuta. Dewa rela cuti dan nongkrong seharian di sana. ”Ini hari ketiga saya antre setiap dini hari karena banyak pesanan dari teman-teman kantor di Jakarta. Saya sengaja cuti untuk dapat kue ini,” katanya.
Meskipun tidak seramai Makuta Cake, suasana gerai Malang Strudel di Jalan Semeru, Malang, Jawa Timur, tidak pernah sepi pada Minggu (23/4). Pembeli silih berganti datang membeli bertumpuk-tumpuk kue asli Austria itu. Suasana serupa terjadi di lima gerai Malang Strudel lainnya.
Pemandangan serupa terlihat di gerai bolu Napoleon, Jalan Wahid Hasyim, Medan, Sumatera Utara. Di gerai ini, pembeli tak pernah sepi. Namun, pada awal-awal buka tujuh bulan lalu, antrean pembeli membeludak sampai ke jalan. Calo roti bermunculan dengan selisih harga hingga Rp 30.000 dari harga asli antara Rp 55.000 dan Rp 75.000 per kotak. Pagar antrean mirip di stadion, bahkan dibuat di pintu masuk toko. Petugas keamanan harus didatangkan untuk menghindari kerusuhan. Kondisi ini mengingatkan kita pada acara pembagian kebutuhan pokok.
Apa istimewanya kue-kue tadi? Bolu Napoleon tak lebih dari sekotak roti panggang berisi paduan pastry dengan selai yang dibungkus bolu, sementara strudel adalah kudapan penganan ala Eropa berupa kue lapis dengan isi buah-buahan. Di Austria dan Jerman, strudel isi apel sangat populer. Adapun kue Makuta itu sejenis snow cake dengan beragam varian rasa.
Dari sisi pengemasan tidak ada yang istimewa, tak jauh berbeda dengan kue-kue yang dijual di gerai-gerai pusat oleh-oleh. Demikian pula dengan rasanya. Willy (25) pernah menjajal membeli Makuta dan, menurut dia, rasanya tidak membuatnya ketagihan. Namun, ia terpaksa kembali antre dari pukul 03.00 karena ada temannya yang ulang tahun dan meminta hadiah Makuta. ”Kalau enggak dititipin teman dekat, sebenarnya malas untuk antre lagi,” ujarnya,
Keistimewaan kue-kue itu justru terletak pada pemiliknya. ”Yang punya, kan, artis dan ramai di media sosial,” kata Anissa Aulia (21), yang saat itu mengajak ibunya membeli strudel di Malang.
Malang Strudel mulai beroperasi akhir 2014 setelah Teuku Wisnu dan istrinya, Shireen Sungkar, kepincut strudel saat berlibur ke Austria. Wisnu lalu membuka gerai di Malang karena menilai di sana tumbuh apel yang cocok untuk bahan strudel apel, versi klasik strudel di Austria, Hongaria, juga Jerman. Mereka membuka enam gerai resmi dan dua gerai binaan. Juga merangkul pelaku industri rumahan menjual kue di gerai strudel.
Di Bogor, Jawa Barat, Shireen membuka gerai Raincake yang juga ramai diserbu pelanggan. Sementara kakaknya, Zaskia Sungkar, bersama Laudya Cynthia Bella membuka gerai Makuta Cake di Bandung. Lima bulan sebelumnya, suami Zaskia, Irwansyah, membuka bolu Napoleon di Medan.
Kekuatan media sosial
Mereka rajin mempromosikan dagangannya lewat media sosial. Dengan jumlah follower yang membeludak, hingga belasan juta, tidak sulit bagi mereka untuk mengiklankan produk-produk itu. Di Instagram saja, Bella mempunyai 16,2 juta follower, Zaskia 10,2 juta, dan Shireen 8,5 juta. Adapun Irwansyah mempunyai 4,4 juta dan Wisnu 1,3 juta follower. Itu belum termasuk teman di Facebook dan follower di Twitter. Bayangkan, follower Bella saja melebihi total penduduk ibu kota Jakarta yang sekitar 10 juta.
Meskipun sebagian follower adalah pembenci, sebagian besar adalah pencinta. Para pencinta inilah yang menjadi pangsa pasar bagi pesohor. Maka, mereka berkreasi mengajak pembuat kue profesional untuk menggaet pelanggan. Mereka rajin mengunggah kue-kue itu di sejumlah akun media sosial dengan keterangan foto merayu-rayu. Puja-puji pun membanjiri kolom komentar.
Itu ternyata efektif mengundang pembeli. Banyak yang terdorong membeli oleh-oleh rasa artis itu setelah menyimak di media sosial. Herlina (28), warga Jalan Setiabudi, Medan, yang baru pertama kali membeli bolu Napoleon, mengatakan, dirinya mendapat info tentang Napoleon dari Facebook. Selepas membeli, Herlina juga memfoto gambar Irwansyah di pintu toko dan akan mengunggahnya di akunnya, Herlina Dachy.
”Saya tahu strudel ini dari Instagram dan penasaran. Nah, pas ada acara di Malang, saya mampir ke sini,” kata Mirna (48), warga Jakarta yang juga aktif di media sosial. Pelanggan lain membeli karena penggemar sang artis.
Jannatika, Sekretaris Coorporate Malang Strudel, mengatakan, pihaknya serius menggarap media sosial untuk menarik pembeli. Ini dibenarkan Tri Marya Ulfa, Manager Marketing Malang Strudel. Saat ini Malang Strudel membuat program serial sitkom Malang Melintang, sebuah drama komedi tentang suasana sehari-hari yang ada di kantor dan gerai Malang Strudel. Di setiap episodenya, Malang Melintang menyajikan cerita keseharian karyawan yang dikomandoi sang pemilik, Teuku Wisnu. Acara ini ditayangkan di Youtube yang jumlah subscriber-nya mencapai 2.710.
Kapitalisasi selera
Julian Arloti, Manager Marketing Medan Napoleon Cake, mengatakan, dirinya merekrut belasan buzzer untuk mempromosikan Napoleon lewat media sosial. Mereka meninggalkan cara-cara konvensional dalam berpromosi.
Irwansyah, sebagai pemilik, pun memanfaatkan ketenarannya untuk menggaet konsumen. Dia juga bergerak meminta bantuan rekannya sesama artis untuk mempromosikan Napoleon. Selain itu, semua pekerja di perusahaan ini 70 persen berumur di bawah 30 tahun. ”Jadi, kami sangat kekinian,” kata Manajer Operasional Medan Napoleon Cake Erianto (27).
Pakar komunikasi dan budaya pop, Idi Subandy Ibrahim, mengatakan, oleh-oleh dapat diartikan sebagai alat komunikasi bahwa dia mempunyai kedekatan dengan seseorang. Artinya, bagi orang-orang yang membeli kue-kue milik pesohor, itu adalah salah satu cara mereka untuk menunjukkan kedekatan mereka dengan sang idola. Mereka bangga menunjukkannya kepada publik, misalnya dengan mengunggah foto-foto saat belanja, seperti yang dilakukan Herlina.
Ada kecenderungan penggemar melakukan segala tindak idola, mulai dari cara berbicara, berpakaian, hingga selera makan. Para pemilik modal yang kebetulan pesohor tadi mengapitalisasi selera itu lewat dagangan yang mereka ciptakan. Lewat media sosial, pesohor menggiring selera para follower dalam mencari oleh-oleh.
Para pesohor itu memiliki tiga pilar besar untuk memenangi kompetisi dalam berbisnis, yakni ketenaran, modal, dan kreativitas. Pilar itu mereka manfaatkan dengan baik dalam mendefinisikan ulang oleh-oleh. Oleh-oleh tak lagi harus khas daerah. Dia bisa saja makanan asing dari Eropa, yang penting pembelinya merasa dekat dengan idola.