logo Kompas.id
Gaya HidupBersepatu, Berkumpul, dan...
Iklan

Bersepatu, Berkumpul, dan Bersenang-senang

Oleh
· 5 menit baca

Sepatu kasual sneaker telah tumbuh dengan beragam jenis, merek, dan model sejak lebih dari satu abad yang lalu. Di Indonesia, sneaker juga "melahirkan" komunitas pencinta sepatu dengan ciri khas alas dari karet yang fleksibel dan bagian atas dari kulit atau kanvas ini. Syaratnya cuma satu, yaitu memakai sepatu asli, bukan tiruan. Tidak ada yang tidak mungkin bagi penggila sneaker. Untuk mendapatkan sneaker idaman, merek siap berburu ke banyak tempat, menebus dengan harga yang kadang tak masuk akal, antre berjam-jam. Berkomunitas, membuat keinginan-keinginan tersebut terwadahi. Jumat (21/4) siang, Olivia (32), sedang menjaga stan Converse Head Indonesia di Lippo Mall Kemang, Jakarta. Hari itu, dia sengaja mengambil cuti sehari untuk bisa berpartisipasi aktif dalam acara Sneaker Peak, April lalu. Olivia memang menggandrungi sneaker, khususnya Converse. Karyawan swasta ini memiliki sedikitnya 23 pasang sepatu dengan merek asal Amerika Serikat tersebut. Meski terbilang baru, sekitar tujuh tahun yang lalu, kegemarannya memakai Converse langsung memuncak. Menurut dia, sepatu seperti ini nyaman digunakan dan tidak mudah rusak.Setiap bulan, dia rutin mengecek sepatu-sepatu Converse yang tergolong susah ditemukan. "Saya punya sepatu yang satu-satunya di Indonesia, yaitu Converse seri Harley Quinn. Waktu itu saya beli lewat e-bay. Senangnya bukan main, meski ukurannya kekecilan, bodo amatlah, ha-ha," kata Olivia. Selain seri tersebut, Olivia juga memiliki seri Bose beragam warna. Bahkan, ada yang warnanya sama. Bergabung dalam Converse Head Indonesia (CHI), Olivia ikut aktif bersama ribuan anggota lain yang tersebar di seluruh Indonesia. Di CHI, gadis asal Palembang ini rutin mengikuti gathering, pameran, atau kegiatan lain yang digelar komunitas. Di komunitas itu pula, dia bertemu dengan banyak "penggila" Converse lainnya. "Ada yang punya ratusan pasang, sampai satu ruangan penuh. Gila. Syarat di komunitas ini cuma satu, pakai yang asli," katanya.Kisah sneaker sendiri dimulai sejak lebih dari seabad yang lalu. Saat itu, orang-orang di belahan bumi barat mulai memakai sepatu dengan bahan dasar karet. Namun, bentuknya yang monoton serta alas kasar dan berat membuat banyak orang tidak begitu senang memakai sepatu seperti ini. Memasuki tahun 1917, mulai muncul sepatu yang lebih nyaman dan ringan. Sepatu ini, selain disebut keds, juga disebut sneaker, diambil dari kata sneak (menyelinap). Dengan alas karet yang ringan, sepatu ini membuat pijakan kaki seperti tidak terdengar saat berjalan. Sepatu Converse dibuat pada tahun yang tidak jauh beda. Dengan kain kanvas dan alas karet, sepatu ini digandrungi orang hingga sekarang, di seluruh dunia. Olivia salah satunya. Dalam acara Sneaker Peak, selain CHI, ada empat komunitas yang turut serta ambil bagian dalam acara ini. Di antaranya, 3Foil Indonesia, Griffon\'s Army, Vans Head Indonesia, dan Indonesia Sneaker Team. Ikut juga 55 stan yang menjual sneaker berbagai model dan merek. Sneaker yang unik dan bersejarah juga dipamerkan. Sebuah sepatu merek Nike Dunk Paris dibanderol dengan harga paling tinggi, yaitu 12.500 dollar AS, atau sekitar Rp 150 juta. Setara sebuah mobil jenis low cost green car (LCGC) terbaru. Selain sepatu supermahal itu, di acara Sneaker Peak itu juga dipamerkan koleksi sepatu Vans seri The Simpson yang hanya ada tiga di dunia. Cole Younger yang juga dikenal sebagai anggota dari Cozy dan co-founder label estetika dari Los Angeles mengatakan begitu kagum dengan komunitas-komunitas yang ada di Indonesia. Apalagi, budaya berkomunitas seperti ini tidak dia temui di tanah kelahiran sneaker. "Sangat menakjubkan bagi saya, orang-orang berkumpul dengan sneaker di satu tempat," kata Cole yang menjadi pengisi acara pada kegiatan ini.Reza Chatab, Chief Kemang Village, menuturkan, kegiatan Sneaker Peak bukan hanya kegiatan yang informatif dan edukatif, melainkan juga memberikan inspirasi kepada generasi muda untuk memulai usaha sesuai dengan hobi. Edukasi dilakukan melalui lokakarya dan talkshow.Tak berbatas usiaKomunitas-komunitas sneaker mulai tumbuh di Indonesia sejak awal 2000. Sneaker menjaring penggemar melalui olahraga basket dan skateboard. Oleh sebab itu, banyak penggemar basket yang sebenarnya memiliki sneaker cukup langka tetapi baru mengetahui beberapa tahun kemudian. Selain basket dan skateboard, sneaker juga masuk melalui atletik dan olahraga lainnya.Pandu Polo dari Indonesia Sneaker Team menceritakan, komunitasnya sendiri mulai terbentuk sejak 2008. Berawal dari kebiasaan berkumpul beberapa orang yang menyukai sneaker. Dari awalnya hanya 30 orang kini anggotanya berkembang menjadi ribuan orang. Menurut Polo, nama panggilannya, berkomunitas membuat orang-orang mengetahui berbagai hal terkait sneaker. Bukan hanya soal sejarah sebuah sepatu, melainkan juga ajang mencari sepatu yang diimpikan. "Lima tahun terakhir, perkembangan sneaker dan penggemarnya semakin tinggi. Kami juga rutin melakukan gathering setiap bulan," kata Polo yang komunitasnya memiliki belasan ribu anggota di laman Facebook.Polo yang mengaku "hanya" memiliki 30 pasang sepatu ini telah menggemari sneaker sejak awal 2000-an. Meski demikian, dia tidak segila rekan-rekannya yang mengoleksi sampai ratusan pasang sepatu.Semakin tahun, penggemar sneaker semakin luas. Dulu sekitar 2000-an awal, yang memakai sneaker hanya terbatas di lingkungan penggemar skateboard atau olahraga basket. Akan tetapi, kini semua orang bisa memakai sneaker. Bahkan, anak sekolah menengah bisa memiliki sneaker seharga jutaan hingga puluhan rupiah.Sneaker memang memiliki penggemar tersendiri. Usianya tak terbatas pada anak muda saja. Nidia, ibu berumur 40 tahun akhir, menceritakan baru memakai sneaker dua tahun lalu. Itu pun karena terpaksa membelikan sepatu untuk orang lain. Namun, ketika ia mencoba, sepatu merek Onitsuka itu seakan tidak mau lepas dari kakinya.Selain Nidia, almarhum Munir, pejuang hak asasi manusia, juga sangat menggemari sneaker berwarna coklat bermerek Precise, merek dalam negeri. Sepatu itu kini dipajang di museum Omah Munir di Malang, Jawa Timur (Kompas, Minggu 23/4). Jadi, senyaman dan sekuat apa sneaker-mu? (Saiful Rijal Yunus)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000