Walau secara umum bisa memanfaatkan moda otomatis (auto) dalam pekerjaan pemotretan, jurnalis foto sebaiknya menguasai teknik fotografi dengan baik. Kerja jurnalistik sebagian besar menuntut momen, tetapi adakalanya momen itu sulit didapatkan tanpa pemahaman teknik yang memadai.
Contoh terbaik untuk hal teknik ini adalah peristiwa yang terjadi pada 4 November 1980. Waktu itu dua orang yang semula tersangka peristiwa pembunuhan dibebaskan karena ada bukti baru bahwa pelakunya bukan mereka. Kedua pria itu, yaitu Sengkon dan Karta, dibebaskan pada hari yang sama tetapi waktu berbeda.
Fotografer yang memotretnya, yaitu Kartono Ryadi (almarhum), menceritakan kisah ini kepada saya pada saat memberi pelajaran jurnalistik pada tahun 1991.
"Waktu itu saya tidak membawa lampu kilat karena saya kira pembebasannya siang hari. Sengkon saya potret siang saat masuk rumah sakit, tetapi Karta ternyata dibebaskan menjelang malam," ujar Kartono yang bisa dipanggil KR ini.
KR menuturkan, dia tidak sempat lagi pulang mengambil lampu kilat ke kantor sehingga sebuah solusi harus dipikirkan.
"Saya melihat teman saya Bernardus Sendouw (almarhum) dari Sinar Harapan memakai lampu kilat, maka saya pikir itu bisa berguna dengan trik tertentu," kata KR.
Saat itu KR lalu mengatur kameranya pada mode B dan memasang diafragma pada bukaan 5,6 sesuai perkiraannya pada kekuatan lampu kilat milik Bernardus Sendouw tersebut. Sekadar informasi, pemotretan dengan lampu kilat secara umum tidak terpengaruh kecepatan rana asal kecepatan itu di bawah kecepatan sinkron kamera yang dipakai. Jadi, pemilihan mode B oleh KR semata dipilih karena dia tidak tahu kapan Bernardus memotret.
Maka, saat ada momen Bernardus akan memotret, KR sudah membingkai, memfokus, dan menekan rananya. Begitu ada lampu menyala, KR langsung menutup rananya. Begitulah, maka foto headline untuk harian Kompas pada 5 November 1980 itu tercipta. Pemahaman teknis yang mumpuni mampu mengatasi kendala alat.
Demikian pula pemotretan sebuah acara renang pada PON 2000 di Surabaya. Waktu itu pemotretan belum memakai kamera digital, dan dalam era film, ISO 800 pun sudah menghasilkan foto yang "kasar".
Fotografer Kompas yang saat itu memotret, yaitu Julian Sihombing (almarhum), mengatasi pencahayaan gelanggang renang yang redup dan keterbatasan fotografi film dengan memakai teknik slow speed. Sementara itu, sebagian besar fotografer lain memilih tidak memotret karena keterbatasan ini.
Seorang fotografer dari media lain sampai menulis di blognya bercerita bahwa teknik yang dipakai Julian sungguh tak terpikirkan olehnya. "Saya memilih tidak memotret karena saya pikir fotonya pasti goyang dan buruk. Ternyata teknik yang dipakai Julian malah menghasilkan foto menarik," tulis fotografer ini.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.