Waktu itu tanggal 14 November 1997. Ada acara peluncuran sebuah merek sepeda motor di Jakarta, dan saya mendapat perintah untuk memotretnya. Sepeda motor yang diluncurkan bukanlah sepeda motor yang istimewa, dan bukan kebiasaan harian Kompas memotret sebuah peluncuran sepeda motor. Apa pasal?
Menurut sebuah informasi, pengusaha Sudono Salim akan hadir pada peluncuran itu. Perintah kepada saya adalah untuk mendapatkan foto Sudono Salim dalam keadaan apa pun untuk menjadi headline harian Kompas keesokan harinya. Ada apa?
Waktu itu beredar rumor, pengusaha Sudono Salim sudah meninggal. Rumor ini telah membuat galau masyarakat yang saat itu sudah dirundung krisis ekonomi. Harga dollar AS mulai merambat naik. Rumor itu telah memacu masyarakat menarik dananya di Bank BCA milik Sudono Salim. Waktu itu telah mulai terjadi rush, dan hal ini secara umum tentu meresahkan.
Waktu itu saya mendapatkan foto Sudono Salim melambaikan tangan, dan foto itu menjadi headline harian Kompas keesokan harinya. Dan, dengan pemunculan foto tersebut, rumor mereda. Sudono Salim terbukti masih hidup. Penarikan dana besar-besaran ke BCA berhenti.
Keistimewaan potret
Potret, atau foto manusia, dalam dunia jurnalistik punya posisi sangat khusus. Hanya potretlah fotografi yang tidak pernah bisa digantikan kata-kata. Wajah manusia hanya bisa dijelaskan dengan imaji. Berapa juta kata pun tidak akan pernah bisa menjelaskan wajah manusia.
Namun, dalam dunia jurnalistik, potret kadang dipakai untuk sebuah pembuktian bahwa seorang atau beberapa orang manusia ada dalam kondisi tertentu: masih hidup, masih sehat, atau kondisi lain yang ingin ditonjolkan.
Selain kasus Sudono Salim itu, harian Kompas juga sangat sering memotret untuk "pembuktian" walau pembuktian itu kadang tidak jadi dimuat.
Pada tahun 1977, Sindhunata (yang sekarang menjadi imam Katolik) mengunjungi Pulau Buru melihat kondisi tahanan-tahanan politik di sana. Salah satu foto yang dibawa pulang Sindhunata adalah potret sastrawan Pramoedya Ananta Toer sedang mengetik. Walau foto itu tidak pernah dimuat (di era Orde Baru, foto tahanan politik terutama yang terkait dengan G30S disebut sebagai "terlarang"), pada pemuatan di buku foto Matahati yang terbit tahun 2005, kita diberi ilustrasi bagaimana Pram bekerja. Di belakang Pram ada tempelan diagram, dan konon itu ilustrasi buku Pram yang berjudul Arus Balik.
Demikian pula saat 19 Maret 1994 Eddy Hasby memotret Xanana Gusmao di penjara Cipinang. Banyak yang meragukan apakah benar Xanana sudah dibawa ke Jakarta dari Timor Timur (waktu itu). Juga pada 6 Juli 2003 saat Danu Kusworo masuk ke markas Gerakan Aceh Merdeka untuk membuktikan bahwa tawanan masih dalam keadaan hidup dan sehat.
Bagaimanapun, potret memang mempunyai tempat sangat khusus dalam dunia jurnalistik.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.