logo Kompas.id
Gaya HidupSari Laut Lezat Bersertifikat
Iklan

Sari Laut Lezat Bersertifikat

Oleh
FRANSISCA ROMANA NINIK
· 5 menit baca

Tatkala menyantap hidangan sari laut ("seafood"), pernahkah terlintas dalam pikiran kita dari mana sebenarnya asal ikan, kerang, atau udang tersebut? Isu tentang eksploitasi laut guna memuaskan indera pengecap memang kian mengkhawatirkan. "Eater discretion is advised". Kebijakan penyantap disarankan.Di tengah "ancaman" Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk "menenggelamkan" mereka yang tidak makan ikan, terselip keresahan tentang aktivitas pemanfaatan sumber daya laut. Di sejumlah kawasan, telah terjadi penangkapan secara berlebihan. Sementara perikanan budidaya pun dipraktikkan tanpa mengindahkan daya dukung lingkungan.Entahlah nanti yang sampai di piring kita itu sudah terpapar bahan-bahan kimiawi seberapa banyak, atau spesies yang sudah terancam punah, barangkali kita tak terlalu peduli. Penyu laut, sirip hiu, bahkan dugong sekalipun mungkin bakal tetap ditelan.Meski demikian, sekarang sudah semakin banyak kalangan yang sadar untuk menyantap sari laut yang berasal dari penangkapan atau budidaya yang ramah lingkungan. Tak sedikit pula retail dan restoran yang kini mulai banyak menjual produk sari laut yang berasal dari praktik perikanan berkelanjutan.Dalam acara yang digelar oleh Seafood Savers dan retail Fish n Blues pada Selasa (16/5) di Komunal 88, pengunjung ditawari mencicipi menu sari laut yang diolah dari produk perikanan ramah lingkungan tersebut. Chef Nicola dari Komunal 88 dengan piawai memperagakan cara menyajikan tuna tartare dari daging tuna segar yang berasal dari tangkapan nelayan di Sendang Biru, Malang, Jawa Timur. Tuna ditangkap dengan teknik hand line atau tanpa joran dan menggunakan circle hook.Tuna fillet mentah diiris kecil-kecil lalu dicampur dengan irisan alpukat dan pesto. Tuna tartare disajikan dengan saus stroberi dan pugasan ubi ungu yang asin dan renyah. Daging tuna dingin segar terasa lembut, bersama alpukat langsung meleleh di mulut. Saus stroberi memberi kejutan asam segar, sementara ubi ungu melengkapi cita rasa secara keseluruhan.Hidangan kedua adalah clam chowder. Ini merupakan hidangan sup kerang dengan kuah kental nan creamy yang merupakan hidangan khas New England, Amerika Serikat. Kerang yang digunakan untuk masakan ini berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur. Selain bahan utama berupa kerang, ditambahkan pula irisan kentang dan seledri. Meskipun kuah kental dan creamy, rasanya ringan. Kerangnya pun lembut dan meluncur mulus bersama krim yang gurih.Chef Nicola juga menyajikan menu spicy gindara. Ikan gindara berasal dari perairan Bali dengan ukuran harus lebih dari 60 sentimeter. Potongan kecil daging ikan dipadukan dengan pasta rumahan ukuran kecil lalu dituangi saus tomat dan ditaburi potongan zaitun hitam. Agar terasa spicy atau pedas, Nicola menggunakan cabai rawit. "Kesukaan orang Indonesia," ujarnya sembari tertawa.Rasa pedas memang langsung menyapa lidah begitu suapan pertama mendarat. Ikan gindara lebih bertekstur dibandingkan dengan dua menu sebelumnya dan cocok disantap bersama pasta yang kenyal. Mirip memakan hidangan pasta pada umumnya, hanya kejutan cabai rawit menjadikan hidangan ini terasa unik. Setelah menyantap hidangan yang fishy, creamy, lalu spicy, Nicola menenangkan lidah dengan pannacotta yang manis. Tak sampai semenit, cokelat dan vanila lembut pun lenyap dari wadah sajinya.Chef Nicola menjamin bahwa hingga 80 persen hidangan yang disajikan di Komunal 88 sudah berasal dari produk perikanan berkelanjutan. "Masyarakat yang mengonsumsi tahu asal makanan yang disantap sehingga lebih aman. Lebih mahal memang, tetapi sehat lebih penting," ujarnya.Bijak memilihKelezatan produk sari laut memang menggoda. Apalagi diolah oleh tangan-tangan yang teruji para chef, hidangan ikan, udang, cumi, kepiting, dan teman-temannya membuat kita ketagihan. Jika ingin terus makan hidangan sari laut yang kaya gizi, bahan utamanya harus terus tersedia di alam. Artinya, penangkapan dan budidaya yang benar harus diperhatikan, termasuk oleh konsumen. "Penangkapan ikan secara ilegal terjadi dari Aceh hingga Papua. Kami mengajak perusahaan yang bergerak di bidang perikanan untuk ikut mendukung perikanan berkelanjutan. Syarat minimal, mereka tidak menjual dugong atau sirip hiu," kata Febri Berlianti dari Seafood Savers.Seafood Savers adalah program yang diinisiasi World Wild Fund (WWF) Indonesia sejak tahun 2009 untuk mendorong perikanan yang bertanggung jawab demi menjamin ketersediaan sumber daya laut. Seafood Savers mengacu pada dua sertifikasi perikanan berkelanjutan, yakni Marine Stewardship Council (MSC) untuk perikanan tangkap dan Aquaculture Stewardship Council (ASC) untuk perikanan budidaya. Program ini juga membantu pelaku usaha mendapatkan sertifikat tersebut melalui perbaikan kegiatan perikanan. Mereka mengeluarkan panduan produk laut yang terdiri atas tiga kategori. Di zona merah, seperti barakuda, butana (surgeon fish), dugong, dan hiu, dilarang untuk dikonsumsi. Zona oranye, misalnya ikan ekor kuning, ikan terbang, dan kerang kampak, sebaiknya dihindari. Zona hijau adalah zona aman untuk konsumsi, misalnya belanak, gindara, dan todak. Selain itu ada ukuran tertentu yang bisa dikonsumsi untuk setiap jenis biota laut, terutama tangkapan. Beberapa perusahaan penyedia dan retail produk perikanan berkelanjutan juga berupaya mengedukasi konsumen untuk bijak dalam memilih sari laut yang hendak dikonsumsi. "Produk kami bisa ditelusuri asalnya. Kami bekerja sama dengan kelompok nelayan lokal di 31 lokasi di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Maluku. Mereka mempraktikkan perikanan berkelanjutan, misalnya dengan tidak memberi bahan kimia terlalu banyak, juga merestorasi mangrove. Rasanya jadi lebih legit," kata Manajer Fish n Blues Hasrul Kokoh.Alat tangkap diganti dengan circle hook sehingga ikan yang tertangkap lebih selektif. Ikan kecil tidak ikut terangkut. Tangkapan yang tidak ditargetkan, seperti hiu dan penyu laut, terhindari. Ikan-ikan kecil pun diberi kesempatan berkembang biak sehingga perlu ditetapkan ukuran tertentu yang bisa ditangkap."Kami jujur menyampaikan kepada konsumen asal muasal produknya. Harapannya, konsumen pun menjadi bijak makan," ujar Hasrul.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000