Rumah Syahrizal Hamdi, Rumah Pencipta Kenangan
Rumah bagi pasangan Syahrizal Hamdi (33) dan Niken Nariswari Kusumo Dewi (33) tak sekadar bangunan tempat tinggal. Bagi keduanya, rumah adalah tempat untuk mendidik buah hati mereka menjadi manusia-manusia yang siap menghadapi tantangan masa depan. Pun tempat untuk mencetak kenangan, di mana ikatan dan cinta kasih terus bertumbuh tanpa akhir.
Cita-cita itu diwujudkan Syahrizal dan Niken melalui desain tempat tinggal mereka di kawasan Jatibening, Bekasi, Jawa Barat. Di rumah yang baru mereka tempati sejak Desember tahun lalu itu, Syahrizal dan Niken sengaja mendedikasikan seluruh bagian rumah untuk anak-anak mereka, Nizam Pramadhitya Zakwaan (3) dan Nizha Prameswari Azzahra (21 bulan), serta kelak anak ketiga yang masih dalam kandungan Niken.
Rumah yang berdiri di atas lahan berukuran 11 meter x 14 meter itu didesain bergaya kontemporer dengan ruangan-ruangan tanpa sekat untuk memudahkan aktivitas semua anggota keluarga, khususnya anak-anak. Lantai bawah yang menjadi pusaran aktivitas mendapat porsi paling luas agar anak-anak bisa memanfaatkannya sebagai area bermain.
Di area ruang keluarga yang berbagi dengan ruang makan dan dapur kering, Nizam dan Nizha kerap bermain sepeda dan berlarian menyalurkan energi mereka.
Rizal dan Niken sengaja tak membeli kursi untuk duduk-duduk atau menonton televisi agar tak mengurangi ruang bermain anak-anaknya. Seperangkat meja kursi yang ada di rumahnya seperti terlihat di foto adalah meja kursi pinjaman karena Sabtu (17/6) lalu Rizal dan Niken harus menerima kami bertandang.
Biasanya, para tamu diterima di teras rumah yang memiliki tempat duduk permanen dari semen, sembari menikmati gemercik air dari kolam di taman di depan rumah. Untuk kerabat, mereka biasa diterima di ruangan tengah beralas karpet. Di sana juga terdapat sofa yang bisa dibuka tutup. Bila tidak digunakan, sofa tersebut tersembunyi di bawah tangga yang lantainya terbuat dari vinil.
"Sofanya sengaja bisa dibuka tutup supaya tidak menghalangi kesan luas. Kalau sedang ngumpul, baru digelar," ujar Rizal.
Akhir pekan itu, semua anggota keluarga berkumpul dan menghabiskan waktu bersama di lantai bawah. Nizam asyik bermain dengan mainan pedang berbentuk kail ikan milik karakter Maui di film Moana. Sementara Nizha sibuk mengeksplorasi apa saja yang ada di depannya. Sesekali terdengar celoteh keduanya, termasuk suara tangis Nizha. Hari itu, mereka juga tengah kedatangan tamu, seorang sepupu, keponakan Rizal dan Niken yang baru datang dari Medan.
Ruangan di lantai bawah tempat mereka beraktivitas itu makin terlihat luas karena dinding dan lantainya berwarna putih dengan dominasi elemen kaca di bagian depan dan samping rumah. Warna putih memberi efek luas, sementara elemen kaca membuat sinar matahari masuk leluasa ke dalam rumah, memberi kesan terang bermandi cahaya.
Suara gemercik air dari kolam ikan di depan rumah yang terus memanjang di sepanjang koridor rumah makin memberi kesan segar. Begitu pula dengan tanaman hijau yang ada di taman depan rumah hingga sisi-sisi koridor. Membuat suasana rumah terasa makin hidup.
"Tanaman ini ide Niken. Supaya rumah enggak terlihat suram," kata Rizal yang bekerja di bidang migas ini. Di lantai dua yang seluruhnya untuk kamar tidur utama dan kamar anak-anak pun terdapat area hijau berupa taman-taman mungil.
Dari lantai dua tersebut, fasad rumah yang dibuat dengan model double skin menggunakan bankirai yang terlihat miring dari luar, membuat aktivitas mereka tetap privat, tidak terlihat dari luar. Hal ini karena lantai dua juga didominasi elemen kaca di bagian luar. Penggunaan bangkirai juga berfungsi untuk meredam sinar matahari sehingga panas matahari tidak terlalu frontal.
Mencipta memori
Menurut Rizal, rumah yang mereka tinggali itu merupakan rumah lama yang direnovasi total. Rizal membeli rumah tersebut jauh sebelum dia menikah dengan Niken di tahun 2012.
Setelah menikah, keduanya masih tinggal di rumah orangtua di perumahan yang sama. Namun, ketika Niken hamil anak pertama, keinginan merenovasi rumah yang sempat dikontrakkan itu pun muncul.
Sebelum memilih arsitek, Rizal dan Niken sudah lebih dulu menyamakan visi tentang rumah idaman mereka. Kala itu, keduanya menginginkan rumah bergaya natural dengan aksen kayu dan batu alam.
Sempat menemukan arsitek yang cocok, keinginan Rizal dan Niken terhadap desain rumah yang mereka inginkan berubah tiba-tiba ketika Niken hamil anak kedua. "Ini jadi turning point. Konsep rumah yang kami mau berubah menjadi lebih bergaya kontemporer. Kebetulan saat itu juga banyak bermunculan arsitek dengan gaya kontemporer," kata Rizal.
Dari internet, keduanya menemukan biro arsitek Delution yang dinilai mampu menerjemahkan keinginan mereka dalam desain rumah, sesuai kebutuhan mereka, yaitu rumah yang memberikan ruang-ruang bagi mereka untuk belajar bersama dan bertumbuh bersama anak-anak. Tidak hanya dalam makna kiasan, namun juga dalam arti sesungguhnya.
Baik Rizal maupun Niken memang tak main-main dalam mewujudkan rumah impian mereka karena rumah itu akan menjadi tempat tinggal, sekaligus menjadi tempat untuk mendidik anak-anak mereka. "Kami pengin rumah bisa menjadi tempat untuk saling belajar, menjadi memori bagi anak-anak saat mereka kecil. Jadi pas tua, mereka akan pulang ke kita karena dia ingat waktu kecilnya senang," kata Rizal.
Dalam praktik sehari-hari, rumah tersebut juga benar-benar menjadi tempat untuk belajar bagi anak-anak Rizal dan Niken. Di rumah itu, misalnya, banyak contoh struktur bangunan yang biasa digunakan Rizal sebagai bahan untuk bercerita kepada anak-anaknya.
"Seperti struktur-struktur bangunan yang miring sampai ke persoalan keamanan. Misalnya kaca kan bahaya, apalagi buat anak kecil. Tapi dari situ justru bisa saya gunakan untuk mengingatkan anak supaya mereka lebih aware bahwa kaca itu bahaya. Jadi bisa jadi bahan edukasi, sarana pembelajaran buat anak," tambah Rizal.
Begitu pula dengan bentuk-bentuk wastafel yang ada di dalam rumah, berbeda antara wastafel di kamar mandi bawah dan kamar mandi atas, serta gagang pintu yang memiliki cara membuka berbeda satu sama lain.
Dari hal-hal sederhana tersebut, Rizal dan Niken berharap, bila anak-anak mereka pergi ke tempat baru, mereka tidak gagap. "Adaptasi mereka terhadap hal baru pun akan lebih mudah," ujar Rizal.
Niken adalah sosok yang paling berperan sebagai ibu yang mendedikasikan seluruh waktunya untuk anak-anak. Akhir pekan, baru Rizal memiliki waktu lebih leluasa bersama anak-anak, bersama semua anggota keluarga. Bersama, mereka mengisi rumah dengan cinta, mencipta kenangan manis yang akan dikenang hingga nanti.
"Sejak awal, kami penginnya tempat tinggal, bukan rumah. Home, bukan house. Karena untuk mencetak generasi baru, semuanya berawal dari sini, dari rumah. Seluruh pengalaman yang akan dikenang anak, semuanya berawal dari keluarga," ungkap Rizal.
Di rumah itu, kelak Rizal dan Niken akan menanti anak-anak mereka selalu pulang kembali karena kenangan manis yang tercipta.