Di balik kerentanan dan pandangan miring sementara orang, hingar bingar dunia musik dangdut menjadi sandaran hidup Muthiun Nutfi Nidaiyah (22). Dia dikenal sebagai biduan dangdut kampung berhijab. Dangdut mengangkat harkat keluarganya.
Sejak usia 12 tahun, ia merintis karir sebagai penyanyi dangdut. Tak hanya bernyanyi, Muthiun, yang juga disapa Mutik Nida cepat dikenal karena kemampuannya memainkan kendang. Meski usianya masih muda, Mutik adalah tulang punggung keluarga. Lahir dari keluarga petani dan buruh berpenghasilan rendah, anak bungsu dari tiga bersaudara itu menopang kehidupan harian ibu dan dua kakaknya.
Perjalanan Mutik sebelum terkenal sebagai biduan dangdut pantai utara (pantura) Jawa penuh lika-liku. Sejak kelas 2 SMP, ia tidak tinggal bersama keluarga. Mutik diajak salah satu pemilik grup organ tunggal untuk belajar kendang, drum, dan gitar bass. Meski masih tinggal satu kota dengan keluarga di Semarang, Mutik hanya pulang sebulan sekali.
“Saya ndak suka alat musik yang harus baca not. Saya senang yang dipukul-pukul jadi pilih kendang,” kata Mutik, yang mulai meniti karir sebagai penyanyi dangdut sejak kelas 4 sekolah dasar, Jumat (7/7).
Keahlian Mutik dalam bermain kendang jadi daya tarik di setiap aksi panggungnya. Bermodal suara bernada tinggi dan keterampilan jemari mengentak-entak seperangkat kendang, ia pentas dari kampung ke kampung dengan julukan “Ratu Kendang”.
Sepuluh tahun lalu, Mutik dibayar Rp 15.000 sekali pentas dengan durasi 3-6 jam. Mayoritas lokasi acara di pelosok kampung yang sulit akses transportasi dan kerap tak terdeteksi google maps.
Dari bakatnya itu, Mutik mendapat beasiswa sekolah gratis di SMK Muhammadiyah 2 Boja, Kabupaten Kendal, jurusan busana. Sekitar 15 piala berhasil dimenangkan mulai dari lomba menyanyi tingkat kecamatan hingga provinsi. Capaian paling gemilang, yakni Juara I Vokalis Terbaik Se-Jawa Tengah tahun 2012.
Setelah lulus SMK, Mutik makin sering pentas, hampir semua kota/kabupaten di pantura Jawa Tengah pernah disambangi. Bayaran yang awalnya hanya Rp 15.000 sekali tampil, perlahan meningkat. Bahkan, kini lebih dari Rp 500.000 per pentas. Bayaran itu belum termasuk transportasi, penginapan, dan makan.
Untuk menghemat uang, hingga kini Mutik tak pernah memiliki asisten pribadi. Semua jadwal dan persiapan manggung dikerjakan sendiri. Lima kendang berbobot sekitar 2 kg-5 kg juga dibawanya menggunakan motor ke lokasi acara. “Hal yang tidak bisa jadi bisa, yang tidak mau jadi mau. Semua demi keluarga,” ucapnya.
Tampil di hadapan orang-orang yang jauh lebih tua dari dirinya bukan perkara mudah. Meski setiap pentas selalu berhijab dan mengenakan pakaian tertutup, penonton yang coba menggoda selalu ada. Penonton itu tidak sekadar memberi saweran terkadang ingin mendekati dan memegang bagian tubuhnya. “Saya pernah mendorong salah satu penonton mabuk hingga jatuh,” kenangnya.
Kebanggaan keluarga
Masa muda Mutik memang dihabiskan untuk bekerja sebagai penyanyi dangdut. Namun, itu menjadi kebanggaan keluarga dan tetangga. Saat ditemui di rumahnya di Ngaliyan, Semarang, tampak bangunan rumah yang baru selesai direnovasi. Mutik bercerita, dulu rumahnya hanya gubuk kayu. Namun, kini sudah direnovasi jadi tembok bata.
Kerja keras Mutik mulai berbuah manis. Sejak rutin mengunggah video pentasnya di akun Youtube dan Instagram, tawaran manggung terus membanjiri. Ia pernah mengisi salah satu acara musik di empat stasiun televisi nasional.
Dalam satu bulan, Mutik bisa tampil di 35-45 acara. Dalam sehari, paling sedikit dia diundang pentas di dua acara. Selain pentas di sejumlah daerah di Jawa Tengah, ia pernah diundang mengisi acara di Jawa Barat dan Kalimantan Tengah. Setiap kali pentas dia pergi sendiri atau jika memungkinkan, didampingi satu teman dekatnya.
Saat ini Mutik tengah menyelesaikan kuliahnya di jurusan pendidikan agama islam Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Mutik menyadari di balik karir yang gemilang, pendidikan tetap harus diutamakan. Namun, baginya, menyeimbangkan pendidikan dan pekerjaan sangat sulit. Dalam berbagai kesempatan ia terpaksa mengorbankan salah satunya.
Tugas kuliah yang menumpuk kerap dibantu diselesaikan oleh teman kampusnya. Sebagai imbalan, Mutik mengajak mereka makan atau pergi bersama. Meski demikian, ia mengaku melakukan hal itu jika keadaan sangat mendesak. Mutik dikenal sebagai pribadi yang ramah dan dapat bergaul dengan siapapun termasuk kakak kelas dan dosen.
“Saya mendapat saran dan semangat kuliah dari teman-teman. Mereka bilang saya seniman bertalenta. Jika saya terkenal tetapi tidak punya gelar sarjana, saya tidak akan dihargai,” tutur Mutik.
Mutik mengaku, tetap ingin melanjutkan karier di musik dangdut. Namun, sebagai calon sarjana pendidikan agama Islam, dia punya keinginan, suatu saat, sambil menyanyi dangdut, dia juga berdakwah. “Dalam pentas-pentas saya nantinya, saya ingin memasukkan dakwah tanpa menggurui kepada para penonton,” ucapnya. (Karina Isna Irawan)
PROFIL
Nama : Muthiun Nutfi Nidaiyah
TTL : Semarang, 19 Agustus 1994
Orangtua :
Alm Sukiman (41)
Samini (40)
Pendidikan :
Madrasah Ibtidaiyah Darul Ulum Semarang
SMP Muhammadiyah 3 Semarang
SMK Muhammadiyah 2 Boja, Kendal
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang jurusan Manajemen Pendidikan Islam
Prestasi : Vokalis Terbaik Jawa Tengah Tahun 2012
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.