Mendidik Anak-anak dengan Ceria
Dongeng menjadi salah satu cara jitu untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anak. Pendiri komunitas Kampung Dongeng, Awam Prakoso, pun bermimpi bisa menyebarkan cerita kebaikan lewat seribu kampung dongeng di seluruh Indonesia.
Selasa (20/6) sore lalu, sekitar seratus anak berkumpul di Kampung Dongeng yang berada di Sawah Lama, Ciputat, Tangerang Selatan. Mereka berlari-larian sambil tertawa, ada juga yang masuk ke rumah baca untuk sekadar melihat-lihat koleksi buku.
Sore itu, puluhan anggota komunitas mempersiapkan acara santunan dan buka bersama anak-anak.
Acara dimulai dengan senam ala Kampung Dongeng dengan gerakan energik untuk anak-anak. Setelah itu, anak-anak mendengarkan dongeng dari Kak Awam.
”Ada seorang anak yang tinggal di rumah besar, bersama kakeknya. Dia sedih karena kakinya lumpuh. Lalu, tidak jauh dari situ, ada gerombolan perampok yang naik kuda,” begitulah Kak Awam memulai ceritanya. Tak lupa dia menirukan suara langkah kaki kuda untuk menggambarkan rombongan perampok yang datang.
Sesekali anak-anak menyahuti jika ditanya oleh Awam mengenai bagian cerita atau apa saja. Mereka antusias mendengarkan dongeng.
Salah seorang anggota Kampung Dongeng Jakarta Raya, Sulaiman Sofyan atau kerap disapa Kak Emand, juga memberikan sebuah dongeng fabel. Dia mengisahkan tentang seekor ulat yang ingin bisa terbang setelah melihat capung yang terbang bebas di udara.
Tak lupa, komunitas Kampung Dongeng mengajak anak-anak untuk datang kembali setiap bulan, pada minggu pertama atau kedua, untuk mendengarkan dongeng lebih banyak lagi. Selain itu, setiap hari mereka bisa datang untuk sekadar bermain permainan tradisional atau membaca buku.
Dongeng untuk keceriaan
Wajah ekspresif dan penuh keceriaan menjadi salah satu daya tarik pendongeng dari Kampung Dongeng. Satu lagi kekhasannya, menirukan suara-suara, dari mulai suara binatang sampai kereta api. Ciri khas itu berawal dari Awam yang menggunakan metode musical story telling, yakni menirukan suara hewan dan berbagai benda atau apa saja yang berbunyi.
Awalnya, Awam sering memanggil anak-anak yang berada di sekitar rumah kontrakannya. Lalu, dia pun mulai mendongeng. Semakin lama semakin banyak anak yang datang. Untuk itulah, pada 8 Mei 2009, Awam mendirikan Kampung Dongeng yang selalu ramai dengan anak-anak.
”Saya ini kesetrum dengan Kak Seto. Dulu saya sering keliling ikut Kak Seto. Tetapi, saya ingin berbuat sesuatu yang beda, kemudian tahun 2010 mulai pengkaderan, sambutannya luar biasa,” kisah Awam. Ternyata kemudian banyak individu yang ingin belajar mendongeng kepada dirinya. ”Saya pun membuka kesempatan di sini kepada mereka. Mereka bisa mendongeng di depan anak-anak,” kata Awam.
Hingga kini, komunitas yang beranggotakan orang dari berbagai profesi ini telah merambah ke 67 daerah di Indonesia. Seperti di Tangerang Selatan dan Jakarta, komunitas di daerah lain juga mempunyai kegiatan rutin setiap bulan. Permintaan untuk mendongeng pun datang dari berbagai pihak.
Ketua Kampung Dongeng Tangerang Selatan Abdul Muis mengatakan, secara rutin komunitas mempunyai beragam kegiatan. Kegiatan rutin setiap bulan, Pekan Ceria, wajib dilakukan semua komunitas di semua daerah. Di Tangerang Selatan saat ini tercatat ada 18 anggota, dengan 12 orang di antaranya merupakan pendongeng.
”Pekan Ceria ini seperti open house. Kami terbuka menerima siapa saja yang ingin ke sini. Anak-anak boleh datang. Pendongeng atau siapa saja yang mau membantu menjalankan program juga silakan. Kadang-kadang kami mengundang tokoh inspiratif untuk menarik perhatian anak-anak,” kata Muis.
Selain mendongeng, ujar Muis, komunitas mengajarkan anak-anak membuat kreativitas dari barang bekas. Bukan hanya untuk anak-anak, Kampung Dongeng memberikan kesempatan kepada siapa saja yang mau belajar mendongeng.
”Kami punya program Kemah Dongeng selama tiga hari yang digelar setiap tiga bulan sekali. Di situ, kami mengajari teknik mendongeng, vokal, persiapan tampil, dan bagaimana menghadapi anak-anak,” katanya.
Selain itu, ada program Kampung Dongeng Pelosok Negeri dan Kampung Dongeng Keliling. ”Kami juga keliling ke berbagai tempat. Biasanya datang dulu ke ketua RT untuk minta izin mengumpulkan anak-anak supaya datang mendengarkan dongeng,” ujar Muis.
Bagi Muis, untuk bisa mendongeng yang menarik perhatian anak-anak, dibutuhkan latihan. Awalnya, Muis diajak oleh sang istri, Lusiana, untuk bergabung dengan komunitas.
Begitu juga yang dirasakan Kak Emand yang belajar mendongeng selama setahun. ”Pernah dulu, awal-awal saya mendongeng, belum mulai cerita, anak-anak langsung pergi. Saya yang ditinggalkan jadi malah bingung,” cerita Emand sambil tertawa.
Emand yang juga pelatihwushu memang tertarik menjadi pendongeng. Untuk itulah dia tak patah semangat. Pengalamannya di sejumlah daerah mengajarkan banyak hal, termasuk kondisi pendidikan anak-anak Indonesia di sejumlah daerah.
”Pernah juga mendongeng di Banyumas. Setelah selesai, ada anak yang bertanya, itu tadi ceritanya tentang apa. Jadi ternyata anak-anak tidak bisa bahasa Indonesia,” ujarnya.
(Susie Berindra)