Sebuah bangku taman ada di pojok teras rumah Heru Wahyono (37). Duduk di situ, bagi vokalis band Shaggydog ini ternyata bukanlah untuk rehat sekadar mengusir rasa penat. Ia menyebut bangku taman itu sebagai ruang membangkitkan energi besar, terutama untuk menggelar konser-konser musiknya.
Semua pekerjaan dimulai dari rumah. Di bangku taman inilah, sendiri ataupun bersama teman-teman, saya merancang banyak pekerjaan konser. Akhir-akhir ini saya juga menjadi produser musik," kata Heru, Senin (3/7/2017), di tempat tinggalnya di Seturan, Sleman, Yogyakarta.
Selain untuk sebuah bangku taman, sisi teras rumah Heru selebihnya cukup untuk garasi sebuah mobil dan sepeda motor. Teras rumah itu tidak terlampau luas. Namun, di situ menjadi istimewa karena bangku tamannya menunjang aktivitas bermusiknya.
Dari teras rumah itu langsung terhubung dengan ruang tamu. Di sisi kiri di dekat pintu masuk, Heru menempatkan meja kerja. Meja itu dipenuhi berbagai perangkat komputer dan alat musik melodi.
Tampak ada konektivitas di antara meja kerja dan bangku taman tersebut. Suatu kali, Heru memindahkan laptop di atas meja kerjanya ke bangku taman. Di bangku taman itulah, Heru menunjukkan hasil karya meracik musiknya yang belum selesai digarap dari dalam laptop.
Heru menyebut ruang bangku taman itu sebagai Ruang Pojokku. Ia meraih sinergi ruang antara meja kerja di ruang tamu dan bangku taman di teras rumah.
Bangku taman menjadi ruang untuk meraih inspirasi dan berdiskusi bersama rekan-rekan sejawatnya. Meja kerja digunakan untuk memproses dan merealisasikan hasil-hasil pemikiran dan inspirasi yang sudah didapat.
"Konser itu menguras energi terbesar. Energi itu saya peroleh dari sini," ujar Heru.
Ruang Pojokku menunjang proses kerja kreatif Heru. Unsur kelengkapan juga diraihnya, seperti melengkapi dengan koneksi internet yang cepat.
"Di Ruang Pojokku ini, setiap pagi saya ngopi. Di sinilah kemudian terlahir ide-ide baru," kata Heru.
Dari teras rumah, menuju ruang tamu, Heru memadukan ruang tamu itu untuk ruang kerja, ruang santai keluarga, dan sekaligus untuk meja makan keluarga.
Di dinding ruang itu terdapat beberapa lukisan, di antaranya lukisan karya Angki Prabandono. Koleksi piringan hitam juga terpajang di situ, di sebuah lemari meja.
Heru tinggal di rumah itu bersama istrinya, Annisa Nurrachmi Hanum Nasution (29), dan puterinya, Atha Widya Senandung Wahyono (5 bulan).
Musik eksperimental
Rumah bagi seniman musisi seperti Heru, selain memberi kenyamanan untuk tinggal bersama keluarga, juga menjadi ruang kerja kreatif yang produktif. Hasil kerjanya selain untuk berbagai konser musik independen Shaggydog, juga berupa musik-musik eksperimental.
"Sejak 2013, bermula dari iseng-iseng, saya menggabungkan musik-musik konten lokal. Waktu itu saya menggabungkan musik dangdut koplo dari wilayah pantura (pantai utara) Jawa dengan hip hop dangdut," kata Heru.
credit=" Kompas/Nawa Tunggal"
Dari musik itulah, Heru menciptakan aransemen musik instrumen yang diberi judul Bara Pantura. Hasil kerja kreatifnya ini dibingkai ke dalam sebuah label bernama Barokka.
Berlanjut kemudian, Bara Pantura dikolaborasikan dengan kelompok Reggae nDugal Indonesia menjadi karya Bara Pantura 2.0. Karya ini tidak lagi sekadar musik instrumentalia, tetapi sudah mempunyai lirik. Musik Bara Pantura 2.0 dikemas menjadi piringan cakram yang dihiasi gambar sampul lukisan kolektif yang dimotori seniman Uji "Hahan" Handoko dari Yogyakarta.
"Melalui Barokka, kami mengemas musik konten lokal menjadi lebih baik. Hip hop dan dangdut bisa menyatu," ujar Heru.
Musik dangdut, bagi Heru, menjadi musik rakyat Indonesia. Namun, sejauh ini kurang mendapat pengakuan.
"Dangdut seperti musik reggae yang menjadi musik rakyat Jamaika. Dangdut bisa menjadi musik rakyat Indonesia. Kini, tinggal kita mengemasnya menjadi lebih baik," ujar Heru.
Dari musik dangdut, belakangan Heru melanjutkan karya musik eksperimental lainnya. Heru mengumpulkan elemen musik dari suara-suara alam.
Beberapa suara alam dikumpulkannya. Di antaranya suara tumbukan batu vulkanik di lereng Gunung Merapi, musik dari para pengamen angklung di kota Yogyakarta, suara sinden di warung bakmi, denting piring penjaja bubur kacang ijo, dan suara perahu ditabuh di pantai Pacitan, Jawa Timur.
Karya musik eksperimental ini kemudian diberi judul "Senyawa Alam". Beberapa waktu lalu, karya musik eksperimentalnya yang terakhir ini pernah dikonserkan di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.
"Sewaktu konser, saya sebagai Heruwa menjadi DJ (disc jockey) untuk menampilkan musiknya. Erix Soekamti menjadi VJ (video jockey) untuk menampilkan video musiknya," kata Heru.
Hasil-hasil kerja kreatifnya, diakui Heru, selalu dimulai dari rumah. Sepotong bangku taman ternyata ada di balik setiap hasil kerja kreatifnya itu.