Sudahkah Anda ”Ngevlog”?
Para pegiat media sosial di Tanah Air menemukan cara baru menunjukkan eksistensi diri lewat vlog, video blog. Ini semacam hasrat yang lama terpendam dan baru terlampiaskan setelah infrastruktur komunikasi kita memadai. Vlog menjadi penanda citra generasi kekinian.
Di sebuah stasiun kereta api, tatkala penumpang berhamburan dari kereta yang penuh sesak penumpang, seorang perempuan memanjangkan tongkat narsisnya. Dia lalu mengoceh tentang kondisi kereta dan kesan dia selama berada di kereta.
Di akhir rekaman, dia tak lupa senyum sembari berujar, ”Jangan lupa subscribe, ya. Daaag!” Artinya, siapa saja yang menonton video dia nanti diharapkan menjadi pelanggan atau subscriber dia.
Kejadian sejenis menjadi pemandangan lumrah belakangan ini. Di stasiun, terminal, bandara, pelabuhan, jalan, rest area, kampus, pasar, bahkan di ruang kelas, banyak sekali orang merekam aktivitas dirinya. Mereka lalu menceritakan kepada dunia tentang apa saja yang dilakukannya.
Dunia maya yang begitu terbuka dan egaliter memungkinkan siapa saja untuk ramai-ramai menjelma sebagai vloger, pembuat vlog, mulai dari presiden, anak presiden, dosen, artis, sampai bocah belia yang masih cadel cara bicaranya.
Politisi muda Tsamara Amany termasuk penonton setia vlog Kaesang. Dia lalu tertarik ikut membuat channel di Youtube. ”Sejak beberapa bulan terakhir suka melihat vlog-vlognya Kaesang yang lucu, jadi tertarik juga bikin vlog serupa.”
Tsamara kemudian membuat beberapa vlog yang ramai dibicarakan publik lantaran keberaniannya menanggapi pernyataan-pernyataan politisi senior Fahri Hamzah. Ini kelanjutan dari twitwar dia dengan Fahri. Video dia viral. Diunduh lalu diunggah lagi hingga berulang kali. Dia lalu diwawancara sejumlah media, diundang ke acara diskusi, hingga talkshow di televisi. Kesan yang muncul berkat vlog-vlognya itu adalah sosok Tsamara sebagai anak muda yang kritis, cantik, dan berani. Coba iseng ketik ”Tsamara” di kolom pencarian di Youtube, setidaknya muncul 7.280 video tentang dia. Semua itu berawal dari vlog tadi.
Belajar sendiri
Vlog bukan monopoli orang dewasa. Anak-anak pun tak sedikit yang bikin vlog. Salah satunya adalah Aisyah Hanifah (10) yang kini pelanggannya mencapai 229.000 orang, termasuk vloger cilik yang banyak disukai pengguna Youtube. Beberapa anak selebritas juga ramai main vlog, seperti anak Nola B3, Naura, dan anak Deddy Corbuzier, Azka.
Berserak juga vloger-vloger cilik lain yang merambat tenar. Sebagian besar videonya masih asal-asalan, baik dari sisi kualitas gambar, konten, maupun editing. Tentu saja yang laku adalah vlog dengan konten menarik dan gambar jelas. Vlog-vlog dengan gambar dan konten tidak jelas akhirnya hanya menjadi semacam sampah visual di Youtube. Namun, pada akhirnya, kita disajikan beragam pilihan tontonan, tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan dan selera.
Dari mana mereka belajar membuat vlog? Aisyah tertarik membuat vlog setelah melihat beberapa video yang dibuat oleh seorang anak Jepang bersama adiknya. Dia lalu meminta ayahnya, Ferry Ardian, untuk membuat vlog. Ide konten vlog dari Aisyah. ”Kalau yang shooting, editing, dan upload itu Abi aku,” katanya.
Seleb Instragram Ria Yunita alias Ria Ricis (22) yang memiliki follower hingga 6 juta orang ikut-ikutan main vlog di Youtube setelah melihat tren orang-orang bikin vlog. Dia sempat menggunakan jasa videografer dan editor video profesional sebelum akhirnya memilih membuat video dan mengedit sendiri dengan alasan biar lebih pas dengan keinginan.
Ricis menggunakan kamera DSLR untuk pengambilan gambar di rumah, sementara saat jalan-jalan cukup menenteng kamera mirrorless yang relatif ringan. Dalam satu setengah tahun, pelanggannya mencapai 1,2 juta orang.
”Instagram sebagai lahan untuk promosi,” kata Ricis sembari menjelaskan bahwa dia memindahkan potongan vlognya di Instagram untuk memancing follower memberikan like, komentar, dan menjadi pelanggan di Youtube.
Cara ini efektif sehingga channel Ricis menjadi salah satu channel dengan pertumbuhan pelanggan paling tinggi.
Presiden Joko Widodo sendiri semula diajari oleh pembantu Presiden, tetapi lama-kelamaan semakin lancar membuat vlog secara mandiri.
”Presiden tidak pernah menggunakan teks untuk membuat video. Semua berlangsung spontan terkait situasi dan apa yang ada di benak Presiden,” kata Deputi Sekretariat Presiden Bidang Protokol, Pers, dan Media yang juga Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Bey T Machmudin.
Masyarakat pengunduh
Pengamat media sosial dari Indonesia Information and Communication Technology Institute, Heru Sutadi, mengatakan, vlog tumbuh secara masif seiring dengan peningkatan jumlah pengguna ponsel pintar di masyarakat dari kota hingga desa. ”Menurut catatan kami di ICT Institute, pengguna ponsel pintar sudah mencapai 180 juta jiwa.”
Situs Daily Social merilis bahwa pada 2015 jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 83,6 jiwa atau bertumbuh 33 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebanyak 85 persen di antaranya mengakses lewat ponsel.
Faktor pendukung lain adalah jaringan internet makin bagus, baik di rumah maupun teknologi seluler yang sudah memasuki generasi ke-4 (4G). Komunikasi yang semula sebatas suara, kemudian SMS, gambar, kini menjadi video, baik dalam bentuk vlog maupun video streaming.
”Tak ketinggalan adalah tumbuhnya generasi yang hidup dari ponsel dan internet, dengan segala kreativitasnya. Maka, hadir dan berubahlah, yang tadinya blog dengan tulisan, ke vlog dengan video,” ujarnya.
Dia menambahkan, berbeda dengan menulis, yang perlu berpikir, vlog bisa langsung ambil gambar dan bisa ditayangkan meski memang ada juga yang membuatnya secara lebih rapi, dengan skenario dan editing. Kemunculan Presiden Jokowi dan anaknya sebagai vloger turut memicu pertumbuhan vloger.
Fenomena masifnya vlog sesungguhnya sudah diprediksi jauh hari sebelumnya. Video dianggap killer application, yakni aplikasi yang digunakan oleh begitu banyak orang hingga mampu mengubah pola perilaku.
”Memang Youtube saat ini jadi pilihan vlog karena memang ada imbalan bagi vloger yang mendapat views banyak sehingga berbondong-bondong orang menggunakannya dan meng-upload videonya ke sana,” ucapnya.
Sutadi memperkirakan, kini ada sekitar 100.000 vloger, tetapi hanya 10 persennya yang aktif dan konsisten membuat vlog. Sisanya sekadar coba-coba. Sebab, pada dasarnya masyarakat Indonesia lebih suka mengunduh daripada mengunggah.
Dia menambahkan, vlog merupakan bentuk baru bermedia yang tidak memerlukan birokrasi jelimet. Lewat vlog, semua bisa tiba-tiba jadi ahli, jadi artis atau pakar, karena memang ide dasarnya adalah user generated content, konten dibuat oleh pengguna itu sendiri.
Meski demikian, sampai saat ini tetap ada interplay antara media mainstream dan vlog. Media mainstream juga menjadi faktor sukses untuk mengangkat kesuksesan vlog. Jika ada kehebohan di media sosial, vlog menjadi sumber berita dan jadi bahan kehebohan di media mainstream.
Kasus Kaesang dengan video ndeso dan kritik Tsamara terhadap Fahri adalah beberapa contohnya. Jadi, sudahkah Anda
ngevlog? (MHF/NDY/HAR)