Keluarga Tetap Nomor Satu
Hujan tak merata baru saja mengguyur sebagian kota Jakarta, Minggu (11/6), ketika sejumlah mobil berpenampilan ceper model multipurpose vehicle milik anggota Komunitas Van Kulture mulai berdatangan ke area Parkir Timur Senayan. Kesayangan pada mobil keluarga yang memiliki kapasitas tujuh kursi ini membuat para pemiliknya akhirnya bubar mencari tempat berteduh ke Plaza Senayan.
Ternyata, hujan sekadar lewat. Namanya mobil kesayangan, tetesan hujan sedikit saja sudah cepat-cepat dilap kembali supaya bodi mobil tidak ada sedikit pun bekas tetesan air hujan. Ada juga yang merasa sedikit kesal karena baru saja mobil ini dicuci di rumah, tetapi sudah terkena air hujan.
Hanya dalam waktu 30 menit, satu per satu mobil yang terlihat berbodi ceper ini kembali ke area berkumpul. Semua mobil itu rupanya menggunakan sistem air suspension sehingga sewaktu hendak dijalankan, sistem suspensi udara ini harus diaktifkan sekitar 3-5 menit untuk menaikkan bodi kendaraan yang ceper.
Sepintas sistem ini sekadar gaya-gayaan. Tetapi, sebenarnya tidak. Bagi Komunitas Van Kulture, mobil yang dilengkapi teknologi otomotif suspensi udara lebih ditujukan untuk kepentingan keluarga. Kok bisa?
”Ini komunitas tidak sembarang komunitas yang hobinya ngumpul dan ngobrol modifikasi otomotif. Syarat utamanya adalah mobil keluarga. Nah, air suspension itu ditujukan untuk mempermudah anggota keluarga untuk melangkah masuk atau keluar dari mobil,” kata Josint selaku Koordinator Komunitas Van Kulture Indonesia.
Mobil keluarga pun dalam dunia otomotif dikategorikan sebagai model MPV. Karena itu, apabila tetap tersedia tujuh kursi tetapi modelnya sport utillity vehicle (SUV), tidak bisa diterima sebagai anggota komunitas. Spesifikasi MPV pun harus yang dikategorikan tertinggi, bukan sekadar mobil jenis MPV kebanyakan.
Cinta mobil, cinta keluarga
Komunitas ini merupakan kumpulan pencinta modifikasi mobil minivan atau mobil keluarga yang pertama kali lahir di California, Amerika Serikat, tahun 2013. Pendirinya Paul Cotaco. Basis utama komunitas ini adalah mobil keluarga. Jadi, seluruh tema kegiatan dan modifikasinya diarahkan dengan tema keluarga.
Misalnya, slogan yang diangkat bertuliskan ”pick up the children from school in style” atau ”go to shopping in style”. Pokoknya, keluarga tetap harus menjadi prioritas nomor satu dalam setiap modifikasi. Tidak sekadar bikin mobil menjadi ceper.
Di Amerika, mobil van memang biasa dimanfaat ibu-ibu untuk mengantar anak-anaknya les sepak bola sehingga disebut ”Soccer Mommy Games”. Walaupun ibu-ibu yang mengemudikan, mobilnya tetap terlihat bergaya ceper dengan suspensi udara.
Saat ini, secara resmi sudah ada empat cabang di seluruh dunia. Selain Amerika Serikat, sudah bertambah lagi di Indonesia (berdiri tahun 2016), Filipina, Jepang, dan Kanada. Pertengahan 2015, Josint yang memang penggemar mobil minivan memberanikan diri untuk meminta lisensi Van Kulture internasional di California, Amerika Serikat, untuk mendirikannya di Indonesia.
Ternyata, permintaan ini diterima begitu antusias oleh Paul Cotaco dengan dukungan secara penuh. Awal 2016, Josint pun menindaklanjuti dengan bertemu seorang pencinta mobil keluarga, Indra Yogashara, untuk sama-sama memulai mendirikan komunitas ini. Dari sisi usia, memang sangat baru, tetapi misi yang diusung komunitas ini memiliki keistimewaan.
Tepat 30 Januari 2016, Komunitas Van Kulture Indonesia diluncurkan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang dihadiri sekitar 200 mobil MPV. Selain kegiatan kumpul-kumpul pertemuan internal atau ”kopi darat”, komunitas ini pun sudah mulai berani menghadiri kontes mobil di berbagai acara.
Selain itu, kegiatan komunitas ini biasanya juga bergabung dengan teman-teman dari mobil mainan (Indopowerwheels) karena sesuai tema awalnya yakni family first atau keluarga yang paling utama.
Di Indonesia, banyak sekali mobil keluarga. Josint, misalnya, menggunakan mobil andalannya Toyota Previa, sedangkan Agung Widiatmoko menggunakan Honda Odyssey. Ada pula yang mengandalkan Mazda Biante, Toyota Kijang Innova, dan Toyota Sienta. Mobil modifikasi, tetapi fungsinya untuk membawa anggota keluarga, tetap bisa berjalan. Ini yang disebut mobil beraroma ”Virus Van”.
Adit, pengguna mobil Mazda Biante dan pernah tinggal di Amerika Serikat, merasakan Komunitas Van Kulture sangat berbeda. Modifikasi mobil yang dilakukannya pun baru-baru ini membawanya meraih gelar The Best MPV di Bandung, Jawa Barat.
”Banyak pengetahuan yang bisa saya dapatkan di komunitas ini. Memang sih selebihnya kita sendiri yang mesti keluarkan uang untuk modifikasi mobil ini. Tapi, jangan salah, komunitas ini tetap menggariskan secara tegas supaya perangkat modifikasinya tetap orisinil, terutama velg. Sebab, tujuannya adalah bisa membuat keluarga aman dan nyaman sewaktu di perjalanan,” kata Adit.
Bodi ceper saja tidaklah cukup. Beberapa bulan lalu, saat mengadakan tur bersama ke Jatiluhur, seluruh anggota komunitas mengajak keluarganya untuk ikutan. Dalam perjalanan, ternyata memang membuktikan bahwa bodi mobil yang ceper akhirnya malah bikin susah.
Medan jalan yang bervariasi, terkadang jalan mulus, berkelok, dan mendaki ataupun turunan, memang bisa membuat keasyikan tersendiri. Tapi jangan salah, kata Josint, ada anggota komunitas ini yang merasa yakin mobil cepernya bisa tahan melintasi berbagai variasi badan jalan.
”Ternyata, begitu ada sedikit jalan bergelombang, mobil itu nyangkut bodi bawahnya. Kami harus saling membantu supaya perjalanan bisa dilanjutkan,” kata Josint.
Hingga saat ini, komunitas Van Kulture Indonesia baru mulai memiliki sayap di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, dan Pekanbaru. Permintaan dari sejum lah daerah untuk membangun jaringan sangat tinggi, apalagi di dalamnya tetap memiliki potensi bisnis tersendiri.
Tak mudah bagi komunitas ini membangun kepercayaan untuk bisa tetap eksis menyandang lisensi Van Kulture di Indonesia sehingga komunitas ini masih memiliki tantangan untuk mengampanyekan penghentian perangkat bajakan.