Tina ”Toon” dan Perjuangan Tubuh
Kisah yang dialami Tina Toon dalam mengatasi persoalan tubuh berikut ini bisa jadi banyak dari kita pun mengalaminya.
Pengalaman Tina ini bisa menjadi pelajaran penting bagi siapa pun. Tak hanya orang yang sedang berjuang mengatasi obesitas, tetapi juga pihak keluarga yang bisa jadi berkontribusi menciptakan masalah berat badan pada anggota keluarganya sendiri yang dicintai.
”Aku ini, kan, lahir dari keluarga yang kulturnya memang doyan makan. Saat lahir saja beratku hampir 4 kilogram. Tambah lagi omaku senang punya cucu gendut. Aku dan seorang sepupuku waktu kecil sempat susah makan lalu diberi vitamin penambah nafsu makan. Masalahnya dosis yang dikasih berlebihan sekali. Akhirnya jadi doyan makan,” ungkap Tina memulai kisahnya.
Sejak usia taman kanak-kanak sampai sekolah dasar, pola makan Tina kecil memang sangat berlebihan. Tak hanya makanan berat, sang oma pun kerap membelikan jajanan apa pun yang disukai cucu pertamanya itu. Sejak masih berusia bayi Tina memang tinggal di Jakarta bersama omanya, sementara sang mama dan papa Tina tinggal di Subang, Jawa Barat.
Sang oma memang orang yang berjasa mengenalkan Tina ke dunia entertainment dan keartisan, dimulai dari sekadar mengikuti bermacam lomba di mal-mal, sampai kemudian Tina menjadi tenar dan punya album sendiri. Saat tampil di panggung, salah satu mood booster Tina yang paling efektif adalah makan. Di atas panggung dia pasti tampil prima jika perutnya kenyang.
Dalam sehari Tina kecil bahkan bisa makan berat berkali-kali plus ngemil. Mulai dari akan berangkat ke lokasi manggung, di lokasi tampil, sampai kembali lagi ke rumah atau ke hotel saat tampil di luar kota. Apalagi saat manggung di luar kota, Tina kecil paling suka jajan dan berburu kuliner setempat. Balik ke hotel pun dia masih mencari makanan cemilan pengantar tidur.
Kondisi kelebihan berat badan alias obesitas paling buruk dialami Tina sepanjang periode usia 9-11 tahun. Dengan tinggi kurang dari 140 sentimeter, berat badan Tina bisa mencapai sekitar 80 kilogram.
”Aku waktu itu paham kalau doyan makan tetapi enggak mau kelebihan berat badan. Rasanya putus asa sekali. Apalagi daya tahan tubuh gampang drop, kata dokter karena saya obesitas itu. Orangtua dan oma sempat khawatir aku sakit berat karena kakak sepupuku yang seumuran dan sesama obesitas malah sudah terdeteksi hipertensi dan hampir diabetes,” kisah Tina.
Walau di rumah Tina diharuskan menjalani diet ketat, ada saja akal-akalan yang dia lakukan untuk tetap memenuhi kebiasaan makannya yang berlebihan. Dia bahkan mengaku berani berutang ke kantin-kantin sekolah langganannya karena uang saku dibatasi. Malam-malam dia juga kerap mencuri-curi makanan saat malam hari di kulkas rumah.
Era puber
Beberapa waktu kemudian, kesadaran untuk menjaga penampilan dan menguruskan badan muncul saat Tina memasuki usia puber. Dia sempat kesal karena tak ada pakaian yang bisa dibeli dan muat dikenakan. Tina kerap enggan bergaul dan hang out dengan teman sebayanya terutama lantaran tak punya baju trendi yang bisa dia kenakan lantaran ukuran tubuhnya yang gemuk.
Puncaknya saat usia 17 tahun dan Tina berencana mengeluarkan album lagu bertema remaja. Hal itu menuntut perubahan signifikan terutama dari penampilannya. Tina dituntut tampil langsing. Alhasil, segala cara dia lakukan saat itu untuk menurunkan kelebihan berat badan. Salah satunya diet dan olahraga sangat ketat dan berlebihan.
”Kalau berenang, sehari saya bisa sampai 50 set atau 100 kali bolak-balik. Juga treadmill dan nge-gym sampai berjam-jam. Ditambah tekanan karena harus peluncuran album, aku juga sempat kena kondisi eating disorder. Satu waktu pernah hanya makan telur dan kentang rebus, masing-masing sebutir, setiap hari sambil memaksakan harus berolahraga membuang kalori melebihi kalori yang masuk dari makanan,” ujarnya.
Diet sampai bulimia
Hal itu dilakukan dua pekan demi mengejar target menurunkan berat badan menjelang pengambilan gambar setelah peluncuran album praremaja terbarunya, I Love Music. Tina sukses menurunkan 4 kilogram dan hasil pemotretannya sukses.
Setelah peluncuran, Tina juga kembali mengulang diet berlebihannya, dengan sama sekali tak makan selain mengonsumsi air putih, selama sepekan penuh. Hal itu dilakukan menjelang pengambilan gambar untuk klip video album terbarunya tadi. Walhasil, Tina jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit lantaran asam lambungnya meningkat drastis.
Semasa remaja Tina juga gemar bergaul dan kumpul bersama teman-temannya. Kebanyakan mereka nongkrong di mal sambil makan-makan. Pada dasarnya Tina memang doyan dan kuat makan. Namun, dia saat itu juga merasa terbebani lantaran tak ingin berat badannya kembali melonjak. Dilema itu sempat dia alami beberapa waktu.
Sampai satu ketika Tina harus tampil dalam salah satu acara televisi dan shooting sampai malam bersama salah satu artis lainnya. Artis itu bertubuh sangat langsing sampai Tina mengira dia berdiet ketat dan tak akan makan makanan berat apalagi malam hari.
”Saat pesan makanan, dia memesan banyak sekali dan semua dimakan. Pada kesempatan lain, aku juga kenal seorang model yang aku lihat sendiri dia bisa makan nasi tumpeng nyaris sendirian tetapi badannya kok tetap kurus. Belakangan saya tahu mereka memuntahkan lagi makanan-makanan itu (bleach eating),” ujarnya.
Akhirya Tina mencoba-coba dan malah keterusan. Dalam buku perjalanan hidup dan kariernya, Tina, Metamorfosis yang Menakjubkan Seorang Tina ”Toon”, dia bercerita bahkan secara sembunyi-sembunyi memuntahkan makanan yang dikonsumsinya di toilet sekolah atau juga di kamar mandi di rumahnya. Sampai satu waktu kondisi bulimia nervosa Tina diketahui oma dan mamanya.
Keluarga Tina sangat terkejut dan sampai menggelar pertemuan khusus keluarga membahas kondisi itu. Namun, mereka tak memarahi apalagi menghukum Tina dan justru malah menasihatinya dan mendukung agar Tina bisa terlepas dan menghentikan kebiasaan buruknya itu.
Beruntung Tina banyak terlibat juga menjadi bintang tamu atau host acara-acara kesehatan di beberapa stasiun televisi. Pengetahuan-pengetahuan dan informasi yang dia dapatkan perlahan mulai menyadarkannya. Namun, kesadaran juga muncul ketika Tina terpaksa dirawat lama di rumah sakit karena tifus dan kadar leukositnya sangat rendah.
Lebih bijak
Hingga saat ini, Tina terbilang sukses melepaskan diri dari bulimia nervosa dan kecemasannya yang sangat berlebihan soal berat badan. Peluncuran buku biografinya juga menjadi semacam peneguhan terhadap metamorfosis seorang Tina ”Toon”, yang kini telah menjadi gadis dewasa yang lebih matang dan lebih bijak dalam berpikir.
Kini, Tina lebih memilih menjalani diet yang lebih bertanggung jawab, yaitu yang berprinsip pada keseimbangan. Termasuk juga dengan olahraga rutin dengan pandai-pandai mengukur kemampuan diri. Paling tidak secara rutin ia melakukan plank, sit up, dan push up.
Tina lebih lanjut juga mengaku kerap mengalami banyak ”godaan” apalagi mengingat saat ini ada banyak makanan dan minuman junk food baru yang sangat menggoda selera dan nafsu jajannya. Dia menyarankan, kalau memang kepingin, ya beli dan makan cuma jangan berlebihan.
”Memangnya kalau terus kamu makan langsung mati? Enggak, kan, ha-ha-ha. Kecuali kalau terus-terusan selama berhari-hari makan itu terus, junk food, minuman manis-manis, berlebihan. Yang ada kebanyakan minum manis berlebihan begitu memang bisa jadi diabetes. Pokoknya too much is not good. Apa pun. Diet, olahraga, atau makan. Soalnya aku dulu mengalami itu,” katanya. (WISNU DEWABRATA)