Bicara Perjodohan: Tolong, Cari "Si Dia"
"Sudah terlalu lama sendiri
Sudah terlalu lama aku asyik sendiri
Lama tak ada yang menemani rasanya...."
("Terlalu Lama Sendiri" - Kunto Aji)
Inilah salah satu rahasia terbesar semesta: jodoh! Tak kurang upaya yang dilakukan orang untuk menemukan pasangan hidupnya. Segala tanda dibaca atau dibacakan. Segenap data diri dibuka, bahkan diserahkan agar terbuka jalan menuju "si dia". Agar tidak berlama-lama sendiri, seperti lagunya Kunto Aji.
Jumat (18/8) sore yang cerah mempertemukan Friska (37), bukan nama sebenarnya, dengan Woen Susanto, konsultan dan praktisi ilmu metafisika China yang disebut bazi. Karyawan swasta itu secara khusus bertanya tentang perjodohan. Sudah beberapa kali Friska membina hubungan dengan pria, tetapi belum ada yang nyantol hingga ke pelaminan.
"Saya belum pernah \'dibaca\' dengan bazi. Mungkin ada hal menarik hasilnya," tuturnya.
Friska lebih menyukai metode konvensional alias berhadapan dengan manusia untuk suatu hal penting dalam hidupnya, seperti perjodohan. Bagi dia, harus ada komunikasi dari hati ke hati untuk mendengar hasil "pembacaan" dirinya.
Woen meminta Friska menyebutkan tanggal, bulan, tahun, dan jam kelahiran. "Bazi menerjemahkan elemen alam yang menyertai manusia saat kelahirannya karena ketika kita lahir, kita mengopi energi alam," katanya.
Data dimasukkan ke dalam sebuah program di gawai Woen. Seketika keluar berbagai macam simbol yang satu per satu kemudian diuraikan kepada Friska. Dengan takzim, perempuan itu menyimak, mengangguk, tertawa, dan terheran-heran atas hasil pembacaan dirinya.
Woen menyebutkan karakter-karakter diri Friska, yang dibenarkan Friska. Ada sifat-sifat yang dinilai bisa menghalangi Friska menemukan jodoh.
"Sifat atau karakter itu ingredients yang membentuk diri. Tidak bisa diubah. Seperti adonan piza. Namun, topping piza bisa dibuat sesuai keinginan atau kebutuhan. Dipermanis, dipercantik. Itu yang bisa dilakukan untuk mendekatkan jodoh," ujarnya.
Dia menyebutkan tahun-tahun saat Friska punya kesempatan bertemu jodohnya. Sebenarnya tahun 2014 kemungkinan itu sangat besar. "Sayang, sudah lewat, ya," katanya. "Soalnya jauh, sih," ujar Friska sambil tertawa.
Sebelumnya, Friska juga mencoba menelisik soal jodoh lewat tarot. Dia bertemu Indah Ariani, praktisi pembaca tarot.
Indah meletakkan selembar kain sebagai alas kartu. Tumpukan kartu yang sudah dikocok Friska lalu digelar. Friska diminta mengambil satu kartu. Indah membacakan hasilnya. Lalu dua kartu lagi, dibacakan lagi simbol-simbol yang tertera di atasnya. Begitu seterusnya, sesuai yang ingin ditanyakan.
"Kamu baru saja patah hati ya. Ada yang mendekati, tetapi dia harus menyelesaikan masalahnya agar tidak merepotkan di kemudian hari. Kamu juga sebenarnya tidak terlalu fokus pada jodoh, santai-santai saja dulu. Ada yang akan datang, tidak dalam waktu dekat," kata Indah. Friska mengangguk-angguk.
Indah mengatakan, orang-orang yang datang untuk dibaca lewat tarot paling banyak bertanya soal jodoh. Dia akan membacakan dalam tiga periode waktu: masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Yang terbaca dari kartu-kartu itu, menurut Indah, semacam konfirmasi dari hal-hal yang sebenarnya sudah diketahui orang yang ingin dibaca. "Apa yang dibuka tangan, hati sebenarnya sudah tahu," ujarnya.
Salah tanggal
Para pesohor pun banyak mendatangi orang-orang yang dianggap bisa "membaca" semesta untuk menemukan jodoh. Gitaris jazz kenamaan, I Wayan Balawan (44), sampai usia 30-an tahun resah karena tak kunjung mendapat jodoh. Setiap hubungan yang ia jalin hampir selalu kandas di tengah jalan.
Bukan karena iseng, ia kemudian bertanya kepada beberapa ahlipawukon (semacam primbon di Jawa) yang biasanya juga pendeta. "Empat pendeta memberikan pendapat serupa bahwa tanggal kelahiran saya keliru," katanya.
Karena dugaan itu, Balawan bertanya kepada orangtuanya, dalam perhitunganpawukon kapan sebenarnya ia lahir. Kedua orangtuanya cuma memberikan ancar-ancar bahwa dia lahir 12 hari sebelum hari raya Galungan pada 1973. Ancar-ancar itu ia bawa kepada ahlipawukon. Dalam perhitungan yang agak rumit, para ahli tersebut menegaskan bahwa 12 hari sebelum Galungan tahun 1973 itu jatuh pada Juli dan bukan September. Para ahli pawukon itu menyarankan agar Balawan selalu memperingati hari kelahiran pada 12 Juli. "Karena tidak mengerti pawukon, saya ikuti saja," kata Balawan.
Sejak perubahan itulah Balawan bertemu Ayu Kamaratih, istrinya, dan kini sudah dikaruniai tiga putra. "Percaya atau tidak itulah yang terjadi," tutur gitaris berjuluk "Magic Fingers" ini.
Sutradara dan produser film, Lola Amaria, juga pernah mendatangi pembaca tarot untuk bertanya perjodohan. Dia datang kepada Bude Novi di Ubud, Bali.
"Sebenarnya itu hanya media untuk meyakinkan diri tentang sesuatu. Tarot ada jangka waktu tertentu. Tiga atau enam bulan lagi dibaca ulang, hasilnya bisa berubah. Waktu datang ke Bude Novi, saya enggak secara khusus tanya soal jodoh, tapi soal lain-lain juga. Waktu itu ingat apa hasilnya, tapi besoknya sudah lupa. Memang dibilang ada yang mengganggu, ada yang harus diubah, dibersihkan," tutur Lola.
Menurut dia, jodoh itu soal energi yang seimbang antara seseorang dan lawan jenis. Kalau jodoh, entah kebetulan atau bukan, pasti ada yang membuat kita bertemu. Itu lebih baik daripada kita suka lalu memaksakan. "Itu jadinya sepihak. Tidak ada lagi energi positif," ujarnya.
Bude Novi, sapaan akrab Noviana Kusumawardhani, saat dihubungi dari Jakarta menuturkan, membaca tarot hanya upaya membaca vibrasi seseorang. Energi itu selalu terpancar dan terekam di semesta, layaknya medium penyimpanan data tak terhingga yang sewaktu-waktu bisa dipanggil untuk kemudian dibaca dan dipetakan.
Novi menggunakan 78 kartu yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu Arkana Utma dan Arkana Minor. "Sekitar 90 persen klien datang untuk urusan jodoh. Kebanyakan mereka paham metode tarot sekadar cara meramal. Saya wanti-wanti sejak awal, mereka harus sabar dan bersedia menempuh tahapan proses," katanya.
Minat orang berkonsultasi lewat tarot kepada Novi terbilang besar. Tak hanya dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Mereka yang berminat harus mengantre setidaknya satu bulan. Rata-rata dia membaca tarot untuk lima hingga enam orang per hari. Sejak membuka praktik tahun 2008, sudah sekitar 9.000 orang yang dia baca.
Metode tarot, menurut Novi, adalah perjalanan menuju diri (journey to the self). Dengan mengenal diri, orang tahu apa yang dia inginkan. "Banyak orang takut tak dapat jodoh sampai akhirnya seperti kejar tayang. Takut apa kata orang. Lebih baik terlambat, tetapi dapat yang terbaik," ujar Novi.
Titip salam
Metode tradisional melihat perjodohan juga dilakukan lewat primbon Jawa. Retno Suntari, dosen dan penasihat spiritual asal Malang, Jawa Timur, banyak didatangi orangtua yang resah anaknya belum kunjung dapat jodoh. "Mereka punya anak mendekati 30 tahun dan belum menikah. Mereka tidak percaya begitu saja dengan perjodohan melalui internet karena ada faktor asal-usul yang tidak jelas," katanya.
Retno akan meminta mereka bercerita tentang pendidikan, pekerjaan, tingkah laku, karakter, harapan, dan kekecewaan yang dialami. "Saya memiliki ilmu \'titen\'. Saya ingat dan perhatikan pengalaman banyak orang yang berkonsultasi selama bertahun-tahun," kata dosen Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, itu.
Sebagai bagian dari sisi spiritual, Retno sering meramal orang memakai kartu. Bukan tarot, melainkan kartu permainan remi. Dari kartu itu, dia mendapatkan petunjuk tambahan kapan dan dari mana jodoh seseorang akan datang.
Retno menggunakan primbon untuk menentukan hari pernikahan. Weton atau hari lahir dengan hari pasaran Jawa lebih digunakan untuk mencocokkan pasangan yang akan menikah.
Pengajar Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Suzie Handajani, mengatakan, sebagai makhluk sosial, manusia akan mencari pasangan, punya anak, dan mengembangkan keluarga. "Yang penting ada orang lain yang menemani. Siapa dan bentuknya seperti apa, itu yang dicari. Pada dasarnya dari satu menjadi dua, menjadi tiga, dengan berbagai macam cara dan membentuk jaringan hubungan kekeluargaan adalah kenyamanan," katanya.
Di situlah perantara diperlukan. Perantara ini mirip seperti orangtua yang dulu mencarikan jodoh. Peran tersebut lalu diberikan kepada mak comblang, pembaca tarot, atau penasihat spiritual.
"Bohong kalau bilang kita mandiri dalam mencari jodoh. Titip salam itu, kan, sebenarnya minta tolong orang lain juga," katanya.
Pencari jodoh memberikan patokan, perantara memberikan tuntunan. Bersama-sama kedua pihak membaca tanda-tanda siapa dan di mana si jodoh berada.
(DWA/ECA/CAN/FRO)