Banjir Es Kopi Susu di Jakarta
Salah satu pelaku bisnis es kopi susu yang terinspirasi dari Tuku adalah Animo Bread Culture, yang juga berlokasi di Cipete, yang sebenarnya jualan utamanya adalah roti.
”Kagak nyangka bakal seramai ini. Sampai pusing saya,” kata Muhammad, pemilik Animo.
Dengan muka panik, Muhammad memandang antrean abang ojek daring (Go-Jek) yang tumpah hingga di jalan raya. Ia tak lagi mampu berkonsentrasi pada obrolan. Matanya melirik pada panjangnya antrean sembari sesekali melirik stok roti yang ludes dalam hitungan menit. Ia lalu melongok stok es kopi susu.
”Hampir setiap hari saya ke sini, ke Animo dan Tuku,” kata Dedi, abang Go-Jek yang bisa antre 1,5 jam untuk mengambil pesanan segelas es kopi susu.
Bisnis es kopi susu juga dilirik aktor Nino Fernandez yang mendirikan Kopi di Bawah Tangga. Ia mengambil lokasi berjualan di mal, tepatnya di bawah tangga eskalator Gandaria City, Jakarta Selatan.
Lokasi tampaknya menjadi penanda penting yang juga diadaptasi oleh Kopi Kawi, yang berlokasi di Jalan Kawi Raya, Guntur, Jakarta Pusat. Bahkan, Kopi Kawi memberi nama produknya Kopi KPK karena lokasi mereka berdekatan dengan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Isu korupsi pun lantas menjadi gimmick dagangan. Pesan-pesan antikorupsi lantas tercetak di gelas plastik untuk mengemas es kopi susu. Misalnya, ”Karena waktu adalah uang, dan keduanya seharusnya tak dikorupsi”. Lalu ada lagi kalimat begini: ”Es KPK, hubungan kopi dan rakyat sejatinya SETIA, tak perlu e-kopi yang katanya setya”.
Di akun Instagram-nya, Kopi Kawi, Kopi rumahan yang bikin melek kejujuran. Harga Rp 16.000 setelah diaudit.
Murah rasa membumi
Ya, hampir semua es kopi susu yang tengah ngehits ini memang dijual cukup murah. Kisaran harganya Rp 15.000-Rp 18.000 per gelas. Harga sederhana karena racikannya memang sederhana walau rata-rata berbasis espresso, kopi yang diseduh dengan mesin espresso.
”Saya bikin affordable coffee, yang satpam, pekerja kantoran, anak-anak muda, orang yang udah minggu terakhir belum gajian duitnya udah mepet, tiris, tapi mau menikmati kopi enak,” ujar Nino, dengan andalan racikan kopi kampung seharga Rp 19.000 per gelas.
Menurut Chandra Adietya dari Tuku, kehadiran es kopi susu efektif sebagai jembatan untuk memperkenalkan kopi ke generasi muda yang sebelumnya tak menyukai kopi. ”Penamaan kopi susu tetangga berawal dari masukan tetangga,” ujar Chandra.
Rasa yang membumi itu adalah kopi dari biji arabika dengan profil sangrai yang pekat (dark), berpadu dengan susu UHT dan krimer. Jadilah dimensi rasa sederhana, sentilan pahit, manis, dan gurih karamel. Hasilnya, 1.000 gelas es kopi susu Tuku ludes per hari.
Strategi yang jitu. ”Aku baru suka kopi dua tahun terakhir. Pertama kali suka, nyantolnya ke Tuku,” kata Rizal (28), pelanggan.
Racikan serupa juga berlaku di Animo, tetapi dengan nuansa berbeda, yakni lebih creamy. Animo menggunakan 70 persen arabika dan sisanya robusta dengan profil sangrai menengah hingga pekat. Di kedai, Animo dan Tuku tetap menjual kopi berbasis espresso, seperti cappuccino.
Nitrogen
Demam bisnis es kopi susu membuat pelakunya berusaha mencari yang berbeda. Kopi Kebut di kawasan Cideng Timur, misalnya. Kopi Kebut menghadirkan kopi yang diproses dengan nitrogen, yang umumnya untuk membikin bir hitam dingin. ”Efek yang dikeluarkan ada buih putihnya. Rasanya jadi beda, lebih creamy dan bertekstur,” kata Shandy Yuliandri, peracik Kopi Kebut. Pada varian black pure, ketebalan lapisan buihnya mencapai 5-7 milimeter. Saat pertama disesap, sensasi serupa bir dingin langsung mencuat.
”Produk ini, kopi nitrogen, sangat proven di AS dan Inggris. Tapi hanya laku saat musim panas karena dingin. Kalau Indonesia, kan, iklimnya musim panas terus, jadi saya pikir bisa masuk di sini,” kata Renaldi Wisaksono, CEO Kopi Kebut.
Meledak 800 persen
Semua jualan es kopi susu ini amat mengandalkan jasa ojek daring sebagai ujung tombak pemasaran. Dalam hal ini adalah jasa Go-Food dari Go-Jek. Data dari Go-Jek menunjukkan, dalam setahun terakhir tren pesanan bergeser ke produk minuman kopi, seperti es kopi susu.
”Setidaknya dalam tiga atau empat bulan terakhir minuman kopi lokal memang yang paling banyak dipesan. Pesaingnya bubble tea. Namun, tren seperti itu bisa dengan mudah berubah lagi,” ujar Nadia Tenggara, Head of Go-Food, saat dihubungi per telepon, Kamis (24/8).
Nadia juga mengutip data Go- Food yang mendukung hal itu. Pertumbuhan rata-rata penjual atau kedai kopi, yang menjual produknya lewat Go-Food, sepanjang periode 16 Mei 2016 hingga 16 Mei 2017, besarannya mencapai 261 persen. Jika dilihat per bulan, angka pertumbuhannya menjadi sekitar 15 persen.
Bertambahnya jumlah kedai kopi secara signifikan tadi juga berdampak fantastis meningkatkan volume transaksi pembelian dan pemesanan minuman kopi lewat Go-Food. Untuk periode sama, 16 Mei 2016 hingga 16 Mei 2017, total volume transaksi bahkan melonjak sampai hampir sembilan kali lipat (872 persen) atau jika dilihat per bulan besaran pertumbuhannya setara dengan 22 persen. Itu termasuk es kopi susu, yang sampai dijadikan promo khusus dalam laman muka Go-Food.
”Mayoritas pedagangnya adalah kedai kopi lokal dan usaha kecil dan menengah (UKM). Fenomena ini bisa memberi semangat kepada UKM untuk bisa lebih memberdayakan diri dan terus berinovasi dalam menciptakan produk-produknya, termasuk dengan memanfaatkan teknologi untuk memasarkan. Kami sangat menunggu lahirnya tren- tren karya UKM lokal berikutnya,” tutur Nadia.
Fenomena es kopi susu ini, walau mungkin bersifat sementara, menunjukkan kelincahan sebagian pelaku bisnis di kalangan anak muda (milenial) yang lentur beradaptasi dengan perubahan zaman. Cukup dengan menunggangi fasilitas infrastruktur digital yang ada dan promosi di media sosial, gelas demi gelas es kopi susu diserbu pembeli. Seruput dulu ah....