BDG Ultra 100, Bukan Sekadar Bandrek atau Bajigur
”Trek yang luar biasa. Saya habis, saya enggak enak badan,” kata pelari itu, sesaat dibangunkan pelari lain.
Seperti juga pelari berbendera Jepang kategori 100K itu, mereka yang terkuras tenaganya banyak yang terpaksa berhenti, sesaat beristirahat tertidur di tanjakan. Padahal, menurut ketentuan, para pelari hanya diperbolehkan tidur di water station (WS) atau tempat yang disediakan.
Penyelenggaraan BDG Ultra 100 yang berlangsung sejak Sabtu pagi hingga Minggu (17/9) sore yang diikuti sekitar 374 orang, termasuk 46 pelari trail dari 14 negara berakhir sukses. Apresiasi disampaikan sejumlah pelari yang ditemui di WS 5 di sebuah Sekolah Dasar Cibitung, di Kilometer 50. ”Marka dan WS bagus. No complaint,” ujar seorang pelari asal Perancis.
Sejumlah peserta mengapresiasi lomba lari trail yang juga diselenggarakan untuk merayakan ulang tahun ke-72 Provinsi Jawa Barat ini sebagai salah satu race terbaik dibandingkan sejumlah lomba serupa di berbagai daerah di Indonesia, terutama menyangkut lintasan dan marka. ”Senang bisa ikut serta di BDG Ultra 100. Benar-benar menguras tenaga. Treknya ampun, deh, Tangkubanparahu dan Burangrang bikin meriang, tegak lurus naik, tegak lurus turun,” kata Ina Budiyarni, podium 1 Kategori 50K wanita.
BDG Ultra 100 berhasil memberikan tantangan kepada para pelari untuk menikmati gunung-gunung yang mengelilingi kota Bandung.
Lintasan diramu dengan baik untuk melewati empat puncak gunung di sekitar Bandung, yakni Palasari, Bukit Tunggul, Tangkubanparahu, dan Gunung Burangrang. Selain trek yang menantang, gunung-gunung sepanjang lintasan menawarkan pemandangan indah dengan nilai sejarah melegenda yang menjadikan Bandung seperti saat ini.
”Mungkin puncak gunung-gunung di sekitar Bandung tidak tinggi dibandingkan gunung-gunung lainnya, tetapi elevation gain untuk 100K saja mencapai 6.360 meter,” kata Co-Race Director Budiman Setiono.
Lomba lari serupa sudah terselenggara di beberapa daerah lain, seperti Rinjani 100K, Bromo Tengger Semeru, hingga Mesastila Peak Challenge yang melewati Gunung Merbabu dan Merapi.
Bandrek bajigur
Penyelenggara BDG Ultra 100 adalah komunitas lari Bandung Explorer. Komunitas pelari trail yang disingkat Bandrex—nama yang mirip minum khas Sunda, yang terbuat dari gula merah dan jahe: bandrek)—itu berhasil membuat acara lari trail seperti yang diinginkan para pelari trail.
Lintasan lari yang menguras tenaga dan mengocok mental. Turunan adalah harapan palsu karena di depan adalah tanjakan tak berujung. Jalan datar hanya basa-basi. Marka jalan menjadi teman pemandu para pelari, siang ataupun malam. Water station bukan saja lengkap segala jenis minuman dingin atau seduh dan mi instan, nasi (di sejumlah WS), tetapi juga para marshal yang berdedikasi, sepenuh hati membantu peserta.
Seperti namanya, Bandrex menghadirkan nuansa komunitas masyarakat Sunda yang guyub, someah hade ka semah (kebijakan lokal Sunda: harus ramah kepada tamu). Komunitas ini lahir perlahan, hadir bersama dalam suasana kekompakan.
Sekitar lima tahun lalu, sejumlah pelari Bandung berkesempatan membantu sebuah acaralari trail di sekitar Kawah Putih, Ciwidey, sebelah selatan Bandung.
”Dari situ, sejumlah orang mulai bergabung dan berlatih bersama,” kata Dian R Sukmara, sesepuh Bandrex yang juga menjadi Pengarah Lomba (Race Director) BDG Ultra 100.
Nama Bandrex pertama kali digunakan saat acara lari amal, yaitu penggalangan dana untuk rumah singgah anak-anak penderita leukemia. Mereka berlari dengan rute Bandung-Jakarta.
Bandrex tumbuh dengan karakter seperti komunitas masyarakat Sunda pada umumnya: guyub, terbuka, ramah, penuh canda, dan kreatif. Pernah mereka mengadakanacara trail ”Hilly We Run” (plesetan dari kata hiliwiran, yang artinya angin berembus) di Jayagiri dengan marka jalan penuh bahasa Sunda.
Bandrex juga terkenal dengan acara trail tahunan untuk umum, yaitu Ngaprak Ngabring (juga dari bahasa Sunda yang artinya jalan bareng ke mana saja), menyusuri jalanan kota hingga ke pinggiran kota dan pelosok hutan, lembah, serta pegunungan sekitar Bandung. Ada juga Ngaprak Peuting kegiatan trail malam saat bulan Ramadhan yang diakhiri acara sahur bersama.
Dengan jadwal latihan setiap Senin, Rabu, dan Jumat di bawah asuhan coach Rudy Dimyana, mereka menggembleng diri untuk menjadi para pelari trail terbaik. ”Selain latihan rutin seperti itu, kami membuat latihan-latihan khusus untuk atlet yang dipersiapkan untuk event-event besar dan terpilih,” kata Rudy.
Terbukti dengan program yang terarah dan suasana komunitas yang penuh kekeluargaan, bendera tim Bandrex selalu berkibar di podium lomba-lomba trail utama di Indonesia.
Mereka menggebrak pergelaran lari ultra terganas di Indonesia, Trans Sumbawa 200 (belakangan menjadi Lintas Sumbawa 320), di Nusa Tenggara Barat, dua tahun, saat itu Alan Maulana dari tim Bandrex menjadi juaranya.
Pelari mereka juga menjadi langganan podium di sejumlah acara trail. Terakhir, tim Bandrex juga mengirimkan tim andalannya ke Ultra Trail du Mont Blanc (UTMB) di Chamonix, Perancis, event world summit para pelari trail dunia.
”Bandrex itu semua orang boleh bergabung untuk latihan bersama,” kata Dian. Para anggota komunitas boleh memberi masukan sehingga usulan itu layak atau tidak dijalankan. ”Kita tinggal cari siapa yang sanggup menjalankannya,” ujar Dian.
Hajatan BDG Ultra 100 pun lahir setahun lalu dari proses seperti itu.
Pujian terhadap penyelenggaraan BDG Ultra 100 soal marka, water station, ataupun para marshal, yang banyak di antaranya relawan, bukan pelari Bandrex, adalah buah dari keguyuban komunitas.
Dengan tagar #bandrexhood, Bandrex menyebarkan virus baik ”bajigur”. Bajigur yang merupakan nama minuman khas Sunda itu di tangan mereka jadi singkatan dari ”batur jiga dulur” yang artinya ”teman seperti saudara”.
(AGUS HERMAWAN)