Gunung-gunung di Indonesia seolah jadi tempat sampah bagi sebagian pendaki. Geregetan melihat keadaan itu, para pendaki gunung yang tergabung dalam Trashbag Community sejak tahun 2011 rutin memulung aneka sampah yang bertebaran di kawasan gunung yang menjadi sasaran pendakian. Mereka menamakan gerakan per dua tahun sekali itu Operasi Sapu Jagad.
Pelaksanaan Sapu Jagad terakhir pada 15-24 Agustus lalu di 17 gunung, yakni Gunung Talang (Sumatera Barat), Taman Nasional Kerinci Seblat (Jambi), Gunung Pulosari (Banten), Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Ceremai, dan Gunung Cikuray (semua di Jawa Barat). Sasaran lain adalah Gunung Slamet, Gunung Sindoro, Taman Nasional Gunung Merbabu, dan Gunung Lawu (semua di Jawa Tengah), serta Gunung Penanggungan dan Welirang di Jawa Timur.
Gunung lain adalah Batur (Bali), Taman Nasional Gunung Rinjani (Nusa Tenggara Barat), Gunung Serang (Kalimantan Barat), Taman Nasional Lorelindu (Gunung Nokilalaki) di Sulawesi Tengah, dan Gunung Bawakaraeng (Sulawesi Selatan).
Ketua Panitia Operasi Sapu Jagad 2017 Gerry Patra Prawira menyatakan, kawan-kawannya di 15 dewan pengurus daerah dan 28 dewan pengurus cabang (daerah) justru menjadi ujung tombak pelaksanaan Sapu Jagad. ”Merekalah pelaksananya. Operasi Sapu Jagad tahun ini dilakukan oleh lebih dari 1.000 pendaki gunung dan pencinta alam di sejumlah daerah,” katanya.
Target Operasi Sapu Jagad adalah bisa membawa turun 5 ton sampah. Tahun 2015, Sapu Jagad mendapatkan 2,5 ton sampah dari gunung.
Pelaksanaan Operasi Sapu Jagad tak berbeda dengan orang memulung sampah pada umumnya. Bedanya, lokasi sasaran berada di wilayah 17 gunung.
Di Sumatera Barat, Ketua DPD Trashbag Community Rozi Erdus Chaniago (24) terlibat aktif dalam kegiatan yang di wilayahnya dilakukan 15-19 Agustus lalu. ”Seperti tahun lalu, kami berbagi tugas. Ada teman yang membawa kantong plastik besar ke gunung untuk memulung sampah, tetapi ada juga yang bertugas memilah jenis sampah organik dan non-organik,” tutur Rozi.
Perlu edukasi
Penyanyi Lala Karmela termasuk orang yang tak menyangka gunung bisa menjadi tempat sampah. Ia belum lama ini mendaki Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. ”Pemandangan alam di kawasan Taman Nasional Rinjani sangat indah. Ada gunung, danau cantik, dan hutan rimbun, tetapi sayang banyak sampah,” kata Lala.
Sampah berupa tisu bekas, botol minuman, dan plastik bungkus mi instan, ada di sepanjang jalur pendakian mengurangi keindahan panorama kawasan tersebut.
Ia lega ketika mendengar ada gerakan memulung sampah di gunung bernama Sapu Jagad. ”Selain gerakan, perlu edukasi kepada calon pendaki,” katanya.
Menurut salah satu pendiri Trashbag Community, Ragil Budi Wibowo (30), Sapu Jagad merupakan salah satu program dari komunitasnya. Kegiatan lain dari komunitas yang bermoto ”Gunung Bukan Tempat Sampah” itu antara lain memberikan edukasi kepada masyarakat perihal cara mendaki gunung yang benar.
Operasi Sapu Jagad kini makin populer karena berhasil menggugah hati ribuan pendaki dan pencinta alam menjadi sukarelawan memulung sampah di gunung. Bahkan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mendukung kegiatan tersebut. Kantor Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam dan pengelola Taman Nasional bersama Trashbag Community menjadi ”polisi” bagi pendaki gunung.
”Fakta bahwa banyak sampah di gunung dan hutan sebenarnya sudah ada sejak 20-an tahun lalu,” ujar Ragil yang sejak duduk di bangku SMP sudah mendaki gunung.
Jenis sampah di gunung, misalnya, plastik bungkus makanan dan mi instan. Ada juga botol minuman dari plastik, kertas, tas, sampai dompet yang tertinggal.
Setiap kali naik gunung dan melihat sampah bertebaran, hati Ragil sedih. Kerisauan itu membuat ia bersama pendiri Trashbag Community lainnya memulai gerakan memungut sampah di gunung.
Perubahan perilaku
Fenomena pendaki membuang sampah di gunung makin menjadi ketika mendaki gunung menjadi tren di kalangan anak muda, terutama pelajar dan mahasiswa.
Pengaruh film berjudul 5 Cm yang diputar tahun 2012, umpamanya, membuat banyak anak muda ingin naik gunung.
Ribuan pendaki dadakan datang ke Gunung Salak, Cikuray, sampai Semeru (yang menjadi tempat shooting film itu).
”Dampak dari tren mendaki itu keren bisa ditebak, sampah menggunung di banyak gunung. Itu terjadi karena mereka yang mendaki gunung belum paham aturan mendaki gunung yang benar dan apa hakikat mendaki gunung,” kata Ragil.
Para penggiat pembersih sampah gunung berharap para pendaki mau menjaga kelestarian gunung dan isinya agar hutan dan gunung terjaga. (TRI)