Rumah bagi pendiri sekolah balet Marlupi Dance Academy, Mary yang akrab dikenal sebagai Marlupi Sijangga, benar-benar berfungsi sebagai tempat istirahat. Sampai usianya 80 tahun, Marlupi masih lincah dan selalu pergi pagi-pagi untuk mengajar tari di studio lalu pulang kembali ke rumah ketika waktu lewat malam.
Karenanya, Marlupi yang baru saja menerima penghargaan Maestro Seni Tradisi kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaruan Seni Tari Balet dari pemerintah ini tak pernah rewel soal penataan dan penampilan rumah. Rumah sejati baginya justru adalah studio tari yang berjumlah 17 buah di Surabaya, 17 lainnya di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), serta satu studio di Padang, Sumatera Barat.
Tak peduli di Surabaya maupun di Jakarta, Marlupi yang lahir dan menetap di Surabaya ini memang lebih banyak menghabiskan waktu di studio. Jika sedang ke Jakarta, yang biasanya karena urusan pekerjaan, Marlupi cukup singgah di apartemen putrinya, Fifi Sijangga. Ia memang punya sebuah rumah di Green Ville, Jakarta Barat, tapi dibiarkan kosong tanpa penghuni.
Sama seperti di Surabaya, Marlupi tak betah lama kala singgah di apartemen Fifi. Seperti kali ini, ia lebih banyak sibuk mengawasi latihan pementasan balet Rama dan Shinta yang akan segera digelar di Jakarta. "Lihat mereka bergerak. Stop! Saya enggak suka gerakannya. Saya kasih contoh. Cuma bisa moles. Finishing touch kayak berlian. Mereka nurut. Tante Marlupi orang kuno, tapi gerakan saya enggak mau kuno," kata Marlupi.
Baru pada malam harinya, ia pulang ke apartemen yang dihuni Fifi bersama suaminya Subiantoro Alim dan anak-anak mereka. Biasanya, Marlupi tidur di kamar cucunya, Claresta Alim, yang lulusan dari Art Balet, Miami, Florida, Amerika Serikat, dan kini mendirikan Indonesia Dance Company. Bagi Marlupi, yang penting dia bisa tidur dengan kasur yang luas
"Kalau di Surabaya, kamar tidur saya sendiri seluas apartemen ini. Kalau sudah tua, jangan pakai ranjang kecil, harus tidur pakai guling di kanan dan kiri biar enggak jatuh. Gede saya punya kamar. Istirahat cuma malam doang. Sering kali, masih mau kerja lagi kalau malam," kata Marlupi.
Di Surabaya, Marlupi memang tinggal seorang diri ditemani dua pembantu dan satu petugas satpam di salah satu dari dua rumahnya. Rumah tersebut terletak tak jauh dari studio balet yang pengelolaannya masih diawasi secara langsung oleh Marlupi. Rumah lainnya di Surabaya menjadi semacam rumah singgah bagi para tamu-tamunya yang juga menyatu dengan studio balet.
Nuansa klasik
Fifi menyebut Marlupi tak pernah rewel soal rumah. Karenanya, apartemen seluas 140 meter persegi di Taman Anggrek itu pun cukup sebagai rumah singgah Marlupi. Memasuki apartemen, nuansa dunia dongeng segera menyeruak. Seluruh ruangan ditata dengan bernuansa klasik. Dinding-dinding dilapisi dengan kertas dinding warna coklat lembut.
Bentuk ruangan yang tak simetris justru menjadi keunikan setiap ruang. Apartemen ini terdiri dari tiga kamar tidur. Satu per satu, anak-anak Fifi yang tiga-tiganya kuliah di Amerika Serikat mulai pulang ke Tanah Air. Tinggal putra bungsunya yang saat ini sedang berusaha menyelesaikan pendidikan di bidang teknik industri di Amerika.
Selaras dengan nuansa klasik yang ingin diciptakan, Fifi memberi banyak sentuhan warna merah muda pada perabot ruangan. Kecintaan pada boneka kucing Hello Kitty juga diwujudkan dengan menaruh beragam pernak-perniknya. Kesetiaan keluarga besar Sijangga pada balet pun dituangkan dalam koleksi patung-patung penari balet yang disusun di lemari pajang di ruang makan.
Ketika membuka pintu kaca lemari, Marlupi segera mengoreksi gerakan balet dari beberapa patung. Sekilas, patung-patung itu tampak indah, namun beberapa gerakan tangan dan kakinya ternyata tidak sesuai teknik balet yang benar. "Kalau enggak bagus gayanya, saya enggak mau. Kadang kaki kurang turn out. Kurang membuka. Yang penting gerakannya. Yang bikin patung kadang enggak ngerti balet," kata Marlupi.
Ketika membuka pintu kaca lemari, Marlupi segera mengoreksi gerakan balet dari beberapa patung.
Di rumah ataupun studio balet di Surabaya, Marlupi pun menyimpan banyak koleksi patung dan boneka balet. Biasanya, anak-anak kecil senang melihat patung-patung tersebut dan berusaha meniru gerakan-gerakan baletnya. Sebagian dari patung-patung itu dibawa dari luar negeri dengan harus ditenteng tangan karena gampang pecah. Patung balet dari porselen biasanya sangat mahal karena menjadi barang koleksi.
Selain soal patung yang gerakan baletnya salah, Marlupi jarang mengeluh ketika singgah di Jakarta. Namun, sebetah-betahnya di Jakarta, Marlupi biasanya maksimal hanya tahan selama seminggu sebelum memutuskan kembali pulang ke Surabaya. "Mereka semua kerja, apa gunanya saya lihat dinding. Saya juga kerja, dari pagi sangat sibuk. Setua saya ini saya merasa jangan tergantung ama orang," tambah Marlupi yang mendirikan sekolah balet sejak 1956.
Marlupi yang tak pernah mau diam dan menolak tua ini disebut-sebut anaknya sebagai sosok yang "hiperaktif." Di sela obrolan, misalnya, beberapa kali Marlupi pergi ke kamar untuk menyiapkan koper. Keesokan harinya, dia memang harus kembali terbang ke China berbincang tentang pertunjukan balet di negeri tirai bambu itu. China bukan negeri yang asing, apalagi Marlupi fasih berbahasa Mandarin.
Pemandangan Jakarta
Jika sedang singgah di apartemen, Marlupi suka memandang ke arah dinding kaca dengan pemandangan gedung-gedung pencakar langit Jakarta. Menurut dia, pemandangan itu mirip dengan yang ia lihat ketika sedang di Bangkok. Pemandangan Jakarta yang indah dari ketinggian pula yang antara lain membuat Fifi tertarik tinggal di apartemen yang dihadiahkan suaminya itu sejak sepuluh tahun lalu. "Cari yang view-nya bagus karena kecil," kata Fifi.
Sebelumnya, Fifi dan keluarga tinggal di rumah di Green Ville yang dibeli Marlupi sekitar tahun 1984. Namun, rumah tersebut sempat beberapa kali kebanjiran. Keluarga Fifi sempat tiga kali dievakuasi dengan getek alias perahu kayu kecil karena terisolasi akibat banjir. Apartemen di Mall Taman Anggrek juga jadi pilihan karena anak-anaknya yang kala itu masih kecil gemar berekreasi ke mal.
Apartemen di Mall Taman Anggrek dipilih karena anak-anaknya yang kala itu masih kecil gemar ke mal.
Apartemen agaknya menjadi pilihan pas bagi keluarga super sibuk yang jarang ada di rumah seperti keluarga Sijangga. Setiap anggota keluarga baru akan ada di apartemen setelah malam hari. Kala liburan, mereka pun lebih memilih perjalanan wisata seperti ke Bali. "Di sini hiburan banget. Hari tua enak karena enggak usah repot, kita jarang di rumah," tambah Fifi.