JAKARTA KOMPAS — Pengelana dunia Prof Harris Oto Kamil (HOK) Tanzil meninggal dunia, Kamis (19/10) dalam usia 94 tahun. HOK Tanzil yang lebih kerap dipanggil Pak HOK adalah pengelana global asal Indonesia.
HOK Tanzil sudah pernah mengadakan perjalanan ke 240 negara. Ia boleh dibilang pemegang rekor dunia untuk keliling dunia karena rekor dunia saat ini baru 235 negara. Namun, HOK Tanzil tidak mau repot mengurus ke pihak Guinness Book of Records. Ia menuliskan kisah perjalanannya ke dalam 16 buku.
Menantunya Liza Tanzil dan anaknya Kunadi Tanzil mengabarkan kematiannya kepada Kompas pada Jumat pagi ini melalui pesan singkat dan Facebook. Tahun 2013, saat HOK berumur 90 tahun, ia sempat bercerita suka melakukan perjalanan ke mana pun.
Sejak remaja, saat ia tinggal di Surabaya, Jawa Timur, Tanzil telah mencintai petualangan. Ia dan saudara-saudaranya kerap bepergian ke beberapa tempat di Jawa Timur.
Ketika belajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada 1946-1953, ia meneruskan keinginannya melancong ke sejumlah tempat di Jakarta dan sekitarnya. Setiap ada waktu kosong, ia berwisata. Kecintaan kepada Tanah Air dia wujudkan dengan berjalan dan melihat berbagai tempat.
Penyakit TBC yang menyerang pada 1953-1955 menyebabkan ia harus cuti kuliah dan dirawat di sanatorium. Sebenarnya, tinggal sedikit tambahan waktu ia bisa menjadi dokter karena saat itu ia sudah mendapat gelar sarjana kedokteran.
Meski didera TBC, ia tak menyerah. Ia justru meneliti penyakitnya sendiri. Seusai sakit, ia bekerja di bagian Mikrobiologi UI dan melakukan penelitian formal mengenai penyakit yang menyerangnya.
Saat itu, ia menemukan teknik pewarnaan bakteri TBC yang disebut pewarnaan Tan Thiam Hok (namanya saat itu), yang diakui dunia kedokteran internasional. Ada kesempatan mematenkan hasil penelitiannya dan mendapat royalti, tetapi ia tak melakukannya.
Temuannya ini dipakai di sejumlah negara. Berkah dari temuan itu, pembimbing Tanzil meminta dia langsung melanjutkan studi S-3, hingga gelar doktor diraihnya sebelum gelar dokter dia terima. Gelar dokter baru diraih pada 1959 dan spesialisasi bidang mikrobiologi diselesaikannya tahun 1960.
Banyak predikat yang bisa diberikan kepadanya, mulai dari peneliti, dokter, penulis buku harian terlama, penulis perjalanan, hingga pengemudi yang tahan banting. Ia gemar berkelana dan menjelajah hampir ke semua negeri di dunia. Ia dan istrinya menikmati perjalanan itu meski berat dan kadang sulit. Kekuatan dan ketabahannya muncul karena ia melihat banyak orang baik di dunia ini.
Dalam dunia pelancongan, namanya mencuat sekitar tahun 1980 setelah laporan perjalanan ke berbagai penjuru dunia dia tulis di majalah Intisari dan diterbitkan berseri menjadi 16 buku. Kisah-kisahnya yang unik dan penggambaran yang detail selama perjalanan menjadikan pembaca menikmati laporannya. Meski kisah itu ditulis sekitar 30 tahun lalu, tidak sedikit pembaca yang masih terkenang hingga kini.