Menjajal Makna dalam Keindahan Capoeira
Dua bocah berhadap-hadapan. Badan mereka agak membungkuk. Layaknya seorang penari, dengan iringan tabuhan dan nyanyian khas asal Brasil, kaki mereka bergerak seirama dan tangan bergantian ke depan. Lalu, satu dari mereka menendang. Sementara bocah yang satu refleks menunduk, dengan irama pas. Indah adalah capoeira.
Kedua bocah itu mendapat sorakan dari penonton dan anggota Grupo Capoeira Brasil Indonesia yang mengelilingi mereka. Nyanyian Brasil yang diiringi dengan tabuhan atabaki dan pandero menambah semarak suasana di halaman kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga, Senayan, Jakarta, pertengahan bulan lalu.
Anggota grup yang semuanya berkaus putih dan bercelana kain putih itu bergantian memamerkan kemampuan. Gerakan yang indah tetapi tetap sebagai serangan disajikan. Berhadap-hadapan dan bergerak seirama dengan tendangan dan upaya menghindar. Meia lua de Frente adalah gerakan dasar yang dilakukan.
Jenifer (20) adalah salah satu dari mereka. Berangkat dari Bandung bersama sejumlah rekannya sejak subuh, dia bersemangat mengikuti kegiatan yang menampilkan grup capoeira-nya. Mahasiswi Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, ini bersemangat menunjukkan ”hasil” latihannya.
”Sudah dua tahun ikut latihan capoeira, kebetulan di kampus ada ekstrakurikulernya. Awalnya tertarik karena lihat gerakannya bagus. Terus, keterusan, he-he,” ucap Jenifer.
Berlatih capoeira juga memerlukan keseriusan yang tinggi. Jika sedari awal tidak terbiasa, akan susah untuk melanjutkan ke tahapan berikutnya. Apalagi, capoeira tidak hanya bicara gerakan semata, tetapi juga sikap dan tingkah laku. Dia sekarang memegang sabuk kuning.
Saat tampil di atas panggung membawakan tarian maculele, tari perang dari Brasil, Jenifer adalah perempuan satu-satunya dari sejumlah capoerista. Namun, dia mampu bergerak lincah, berguling, melompat, dan menampilkan gerakan lentur khas capoeira, mengimbangi penampil lainnya.
Capoeira memang bukan sekadar memamerkan gerakan indah nan lentur. Dalam sejarahnya, capoeira lahir sebagai bentuk perlawanan budak Afrika atas penindasan yang terjadi di Brasil pada abad ke-16. Saban hari, para budak ini latihan bersama. Akan tetapi, untuk menyamarkan latihan, mereka memasukkan gerakan-gerakan bela diri dalam tarian yang dipadukan dengan nyanyian.
Beberapa abad kemudian, capoeira yang telah berkembang ternyata banyak disalahgunakan untuk kejahatan. Pemerintah Brasil kemudian melarang capoeira.
”Namun, sekitar awal 1900-an, ada Master Bimba (Manuel dos Reis Machado) yang membuat capoeira lebih terstruktur dan memiliki jenjang akademik sehingga bisa dipelajari dan tidak dianggap terlarang lagi,” tutur Rifky ”Bruce” Syahril, President Grupo Capoeira Brasil Indonesia.
Komunitas capoeira
Grupo Capoeira Brasil Indonesia tersebar di beberapa kota di Indonesia. Terdapat di Jakarta, Depok, Bandung, Lampung, dan Padang, dengan jumlah anggota aktif sekitar 200 orang.
Embrio komunitas ini mulai ada sejak 2003. Awalnya, hanya beberapa mahasiswa yang tertarik setelah menonton film Only The Strong yang dibintangi Mark Dacascos. Ya, film itu memang menampilkan pertarungan dengan jagoan yang menguasai capoeira.
Franky ”Cabelinho”, salah satu dari mahasiswa tersebut, mulai dari situ, mereka lalu mencari informasi terkait capoeira. Mereka berlatih lewat orang yang pernah belajar capoeira secara benar atau mengikuti gerakan di video Youtube.
Pada 2004, mereka mengundang mestre capoeira dari Brasil, Itabora Ferreire, dan mulai mengisi workshop. Dari situ, mereka mulai paham capoeira yang benar itu seperti apa, makna, dan semua bagian dalam capoeira.
”Bukan sekadar gerakan indah, tetapi ada makna dalam setiap gerakannya. Bahkan, musik itu bukan sekadar pelengkap, tetapi yang utama. Kami belajar banyak hal. Yang terpenting adalah kerendahan hati dan sikap menghormati,” kata Franky yang saat ini telah menjadi seorang instruktur.
Rifky menambahkan, capoeira membuat seluruh bagian tubuh bergerak, dari kaki hingga kepala secara kontinu, dengan koordinasi tubuh dan energi yang tersalurkan. Oleh sebab itu, capoeira sangat cocok bagi mereka yang ingin menyalurkan ekspresi atau memiliki kadar stres yang tinggi.
Namun, untuk berlatih capoeira harus dipahami dasar gerakannya terlebih dahulu. Dimulai dari tahapan kuda-kuda yang merupakan elemen dasar dari setiap gerakan. ”Baru diajarinMeia lua de Frente yang seperti ekspresi memulai percakapan. Setelah serangan pertama, baru diajarin teknik lainnya, seperti salto atau teknik yang sulit,” ucap Rifky.
Jenjang capoerista di komunitas ini dimulai dari sabuk putih, kuning, oranye, merah biru, biru, hingga hijau. Meski terlihat sederhana, tidak mudah untuk mendapatkan kenaikan sabuk jika tidak diiringi dengan usaha yang keras.
Komunitas ini memiliki beberapa tempat berlatih. Di Jakarta terdapat di Universitas Paramadina, Plaza Mandiri, dan beberapa tempat lain. Sementara di Bandung, Unpad, ITB, Universitas Telkom, dan beberapa tempat lain menjadi ”kelas” bagi mereka yang ingin belajar capoeira. Alamat lengkap komunitas ini bisa ditemukan di www.capoeiraindonesia.com.
Komunitas ini hanyalah salah satu dari sejumlah grup capoeira yang ada di Indonesia. Jenjang dan aliran mereka juga berbeda, tergantung mestre yang dijadikan panutan. Akan tetapi, latihan dan tujuan berlatih capoeira berujung pada hal yang sama, yaitu mengajarkan sikap dan pribadi yang lebih baik dibanding sebelumnya.
Capoeira memang bukan hanya sekadar gerakan indah, melainkan juga nilai perjuangan, semangat berlatih, dan pribadi yang lebih baik adalah tujuannya.
Rifky menambahkan, ”Ajaran mestre, capoerista yang baik adalah orang yang baik juga dalam keseharian.”
(Saiful Rijal Yunus)