Keroncong di Rumah Sundari Soekotjo
Keroncong adalah napas bagi rumah penyanyi Sundari Soekotjo (52). Alunannya meresap ke dalam sajian lezat yang selalu dirindukan tamu-tamu yang bertandang, juga menggema ke seluruh sudut rumah menyambut generasi muda musik keroncong. Keroncong pulalah yang makin merekatkan ikatan ibu-anak, antara Sundari dan Intan Soekotjo.
Rumah, bagi Sundari, diyakini betul sebagai hal yang ditakdirkan sebagai jodoh bagi pemiliknya. Setelah bertahun-tahun tinggal di kawasan Wijaya, lalu sempat pindah ke kawasan Ragunan, hingga mengontrak di Pondok Indah, Sundari akhirnya berjodoh dengan sebuah rumah di kompleks perumahan yang terletak di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Kompleks rumah Sundari itu berada di ruas Jalan Margasatwa yang asri dan teduh, jauh dari suara bising kendaraan bermotor. Sundari, si pemuja ketenangan itu, tidak bisa tidak jatuh cinta pada lokasi rumah bergaya klasik Eropa yang secara kebetulan juga amat pas dengan seleranya yang klasik.
"Tinggal di sini sudah sembilan tahun. Kebetulan jodohnya di sini karena beberapa kali lihat rumah, sukanya daerah-daerah yang sedikit ke dalam, asri, dan dingin karena pohonnya masih gede-gede," ujar Sundari, Selasa (10/10/2017).
Di kawasan itu, suasananya juga masih relatif tenang. Sundari tak begitu suka rumah pinggir jalan karena, menurut dia, bising dan banyak debu. "Satu lagi, dari sini suara azan masih bisa terdengar meski sayup-sayup," kata Sundari
Rumah yang ditempati Sundari adalah rumah dengan pilar berukuran besar dan langit-langit yang tinggi. Dari luar bangunannya terlihat kokoh dengan empat pilar penyangga. "Rumah ini rumah yang pertama kali dibangun di kompleks ini. Tadinya mau dipakai anaknya pengembang, tapi enggak jadi," kata Sundari.
Perempuan penyuka tanaman ini menghias halaman depan rumah dengan taman. Saat senggang, Sundari senang berpanas- panas untuk merawat tanaman. Sebagian juga ada di taman belakang.
Apabila tidak sedang bertanam, Sundari memilih menghabiskan hari dengan membersihkan mebel-mebel jati berukuran besar yang memenuhi seluruh bagian rumahnya. Begitu juga dengan guci-guci berukuran besar serta koleksi porselen dan kristal yang disimpan di lemari khusus di ruang tengah.
"Sebulan atau dua bulan sekali kristal-kristal itu dikeluarkan, terus dimandikan satu-satu, diangin-anginkan, terus ditata lagi seperti semula. Wah, bisa seharian enggak keluar rumah," kata Sundari seraya tersenyum.
Kesukaannya pada mebel-mebel jati antik itu menurun dari sang ibu. Meski membutuhkan investasi yang tidak murah dan cukup merepotkan dalam perawatan, mebel-mebel itu awet sehingga Sundari tak pernah sekalipun menggantinya dengan yang baru. "Habis mau diapain lagi wong sudah seneng. Saya memang tipe setia," katanya dengan tawa berderai.
Selera Sundari
Di rumah dua lantai yang berdiri di atas tanah seluas 400 meter persegi itu, Sundari tinggal bersama anak semata wayangnya, Intan Soekotjo, dan adik almarhum ibunya yang berusia 77 tahun.
Intan sebenarnya punya rumah yang letaknya bersebelahan dengan rumah Sundari. Namun, Sundari meminta Intan tinggal bersamanya. "Mumpung dia belum nikah," kata Sundari. Dari rumah Intan, dibuat jalan tembus menuju salon dan spa milik Sundari.
Sebelum ibu Sundari wafat, beliau juga tinggal bersama Sundari dan Intan. Kamarnya lalu berubah menjadi ruang kerja Sundari yang kemudian berubah menjadi ruang shalat.
Seluruh rumah ditata sesuai dengan selera Sundari. Sundari dan Intan sempat ingin menata bersama, memadukan kesukaan mereka. Namun, tidak terwujud.
"Dulu sempat, waktu baru pindah mau menata bareng. Intan kan sukanya minimalis. Kalau saya suka klasik, ukir-ukiran. Maunya depan klasik, dalam minimalis. Akhirnya kegusur saya juga. Cuma kursi di ruang tengah aja yang minimalis, warnanya hitam," kata Sundari.
Di ruang tengah itu, Sundari biasa menghabiskan waktu untuk mengobrol. Kadang bersama Intan, kadang dengan adik sang ibu. Setelah itu, jika memang sedang tak ada kesibukan mengajar atau menyanyi, Sundari akan berkutat di dapur yang menjadi salah satu bagian favoritnya di rumah itu.
Sundari rupanya piawai dalam urusan dapur. Dari tangannya lahir berbagai jenis masakan. Sayur lodeh rebung, gulai kambing, ayam dan udang goreng, rendang, sambal goreng, hingga bihun goreng. Matanya berbinar-binar saat membicarakan berbagai hal tentang masakan.
"Saya dari kelas IV SD sudah bisa bikin soto. Saya suka pura- pura lihat kalau ibu saya masak, biarpun ibu enggak pernah kasih izin anak-anaknya masuk dapur. Saya dibelikan kompor-komporan sama eyang putri, lalu saya masak di situ," kenang Sundari.
Kesenangannya memasak itu kerap membuat tamu-tamu yang bertandang kegirangan. Sundari senang menjamu dengan masakan andalannya. "Teman-teman Intan suka bercanda, kita tukeran saja. Aku jadi anaknya ibu," kata Sundari.
Aktivitas memasak di dapur menjadi salah satu kesukaan penyanyi keroncong Sundari Sukotjo saat berada di rumah di kawasan Cilandak, Jakarta, Selasa (10/10).
Salah satu menu andalan Sundari adalah ayam goreng yang dagingnya empuk meski digoreng kering dan bercita rasa gurih. Namanya, ayam goreng keroncong. "Itu teman-teman saya, katanya ayam gorengnya enak. Terus Mbak Titik Sandora tanya, \'Ayam gorengnya apa namanya Mbak Ndari?\' Saya jawab enggak ada namanya. Ya, sudah ayam goreng keroncong saja, ya," kata Sundari terkekeh.
Demi hobinya itu, Sundari rela menghabiskan malam hingga menjelang dini hari di dapur. Apabila tidak memasak, Sundari membuat kue. "Masak kadang juga sambil nyanyi. Enggak setel lagu, nyanyi sendiri saja. Sambil ngulek atau apa gitu. Ya, dinikmati saja," kata Sundari. Alunan keroncong nan membuai tampaknya membuat masakan Sundari makin lezat.
Ruang berkegiatan
Agar Sundari bisa terus menyalurkan hobi memasaknya itu, Intan lantas membuatkan akun Instagram dengan nama Kedai Bu Menik. Semua masakan dimasak sendiri oleh Sundari dan bisa dipesan secara daring minimal dua hari sebelumnya.
Untuk pelanggan salon dan spa, Sundari membuat menu khusus yang terinspirasi dari kesukaan Intan, bakmi ayam dan bakmi bakso. "Bahan dasarnya saya yang bikin. Enggak pakai pengawet, enggak pakai micin," kata Sundari.
Intan, yang kini mengikuti jejak sang ibu menekuni keroncong, adalah juru icip paling setia. "Waktu bikin bakmi trial and error dari A-Z. Oh, ini tepung dan telurnya dibanyakin. Sampai akhirnya dapat yang dimaui. Kalau pas icip-icip, belum juga masuk mulut sudah ditanya sama ibu, gimana? Belum.," kata Intan yang kebetulan sempat menemani obrolan siang itu.
Ibu dan anak itu memang terlihat sangat dekat. Keduanya terlihat saling mendukung. Siang itu, begitu tahu Intan akan menghadiri jumpa pers di ajang Indonesia International Halal Lifestyle Center 2017, Sundari dengan serius menanyakan kostum yang akan dikenakan Intan. Dia pun menyarankan agar Intan membawa kerudung. Intan mengiyakan tanpa membantah.
Di kesempatan lain, Intan, yang kini bergandengan tangan dengan sang ibu dalam membesarkan keroncong karena sama- sama mengelola Yayasan Keroncong Indonesia, tak sungkan mengajak Sundari keluar rumah, menyaksikan perkembangan dunia musik. Salah satunya menonton Synchronize Festival yang digelar di Kemayoran, beberapa saat lalu.
"Saya, kan, enggak suka keramaian, suka pusing. Tapi, kata Mbak Intan, Ibu harus belajar, membuka diri, belanja ide. Ya, akhirnya nonton," kata Sundari.
Dia senang, saat ini makin banyak generasi muda yang mulai ingin tahu musik keroncong. Sudut-sudut di rumah Sundari menjadi saksinya.
Beberapa kali, sebelum menggelar acara, Sundari berlatih di rumah bersama sejumlah penyanyi muda, salah satunya Kunto Aji. Dia juga melatih anak-anak muda "titipan" Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belajar keroncong.
Bagi Sundari, seperti halnya keroncong yang selalu memberikan kebahagiaan tersendiri, rumah adalah tempat yang memberikan ketenangan dan kedamaian. "Rumah juga adalah tempat yang memberi saya kesempatan untuk melakukan kegiatan apa pun yang saya suka," ujarnya.