Oase Cinta dan Kejujuran Yuni Shara
Sosoknya berkelebat mengejutkan ketika tiba-tiba saja dia melintas ruang tamu rumahnya di kawasan Margasatwa Raya, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Rabu (8/11/2017) siang. Saat dikunjungi, penyanyi Yuni Shara (45) sepertinya baru selesai shalat Dzuhur, keluar dari kamarnya. Masih dalam balutan mukena, pemilik nama asli Wahyu Setyaning Budi itu menyapa ramah.
Wajah Yuni nyaris tanpa make up, tetapi kecantikannya tetap memancar. Bahkan, suasana siang hari yang terik pun serasa teduh dengan kehadirannya. Suasana teduh juga memang terbantu sedikit dengan keberadaan beragam jenis pohon yang ditanam di area kebun samping dan halaman depan rumah Yuni. Penyanyi yang juga kakak kandung penyanyi Kris Dayanti itu mengaku gemar berkebun.
"Ada tanaman anggrek. Selain itu, saya sekarang juga lagi senang menanam lidah buaya untuk dipakai setiap hari. Ada yang untuk dimakan atau untuk masker. Bagian kulit daun lidah buayanya dikupas terlebih dahulu, lalu getahnya bisa dioleskan langsung ke wajah. Dagingnya bisa juga langsung dimakan setelah dibersihkan. Biasanya juga ditambah olesan madu," ujar Yuni.
Saat ditanya apakah mengonsumsi lidah buaya tadi juga salah satu rahasia Yuni untuk tampil awet muda, dia hanya tertawa renyah. Sepanjang perbincangan dia banyak bercerita dengan antusias, terutama soal aktivitas kesehariannya di rumah bersama dua anak remajanya, Cavin Obrient Siahaan (15) dan Cello Obin Siahaan (13).
Sudah empat tahun terakhir mereka mendiami rumah itu. Cavin dan Cello, tambah Yuni, adalah alasan utama dirinya membeli rumah tersebut. Mereka butuh ruang lebih besar lantaran kedua anak laki-lakinya juga beranjak dewasa serta perlu banyak ruang dan privasi. Sebelumnya Yuni dan keluarga tinggal di Lebak Bulus.
Cavin dan Cello senang mengajak teman-teman sekolah mereka bermain di rumah. Yuni tak keberatan, bahkan lebih memilih begitu. Menurut dia, jauh lebih baik jika kedua anaknya bermain dengan teman-temannya di rumah ketimbang mereka pergi keluyuran. Dengan begitu, Yuni bisa tahu siapa saja teman-teman kedua anaknya itu.
Untuk itu, Yuni membangun lantai dua rumahnya khusus sebagai area anak-anak. Selain dua kamar tidur Cavin dan Cello, lantai atas rumah dirancang sedemikian rupa sehingga punya area terbuka luas tempat anak-anak menonton, bermain games, bermusik, atau sekadar tidur-tiduran di lantai sambil mengobrol.
Satu set sofa besar ditempatkan di salah satu pojok ruangan, yang dilengkapi pula dengan televisi layar lebar dan perangkat audio visual yang memadai. Pada salah satu ruangan juga tersedia satu set drum dan meja dengan seperangkat komputer. Di salah satu sudut sempit lain, Yuni mengambil sedikit ruang untuk dia jadikan spot belajar melukis.
"Gambarku (lukisan) masih elek (jelek), Mas. Tapi, beberapa teman suka minta lukisan-lukisanku. Aku cuma kepingin bisa melukis seperti papaku. Jangan tanya alirannya apa, ya. Aliran sesat mungkin. Ha-ha-ha," ujar Yuni dengan tawa berderai.
Rumah jujur
Yuni, yang tenar dengan lagu-lagu cinta sendu mendayu itu, menyebut sebuah rumah harus bisa menjadi tempat kejujuran. Rumah adalah tempat pemiliknya bisa bersikap dan berperilaku jujur tanpa perlu khawatir dengan apa pun. Rumah yang jujur harus juga mampu menjadikan pemiliknya jujur serta apa adanya.
"Di rumah ini saya bisa jujur dan menjadi apa adanya. Kalau sedang di rumah, saya ya begini ini. Enggak beda dengan ibu-ibu biasa lain. Tak ber-make up. Pakaian juga biasa saja. Saya ini orang rumahan," kata Yuni.
Untuk membuat betah, Yuni juga menata dan melengkapi bagian dapur serta pantry rumahnya sehingga siapa pun yang datang dapat langsung melayani dirinya sendiri. Mereka bebas untuk memasak, membuat makanan atau minuman sendiri, seperti juga sering dilakukan kedua anaknya bersama-sama teman mereka.
"Pokoknya semua ada disediakan di dapur. Mulai dari alat masak, piring, gelas, sendok dan garpu, kopi, teh, mi instan, macem-macem. Kalau lapar atau haus, yo nggawe dhewe ae (buat sendiri saja) langsung," ujarnya dengan dialek Jawa Timuran.
Gaya kolonial
Rumah kediaman Yuni dibangun bergaya kolonial Belanda dengan dinding tebal dan warna dominan putih. Kedua hal itu sejak kecil menjadi angan-angan Yuni, punya rumah tua bergaya kolonial Belanda, berwarna putih bersih. Warna putih memang favorit Yuni. Praktis tak terlalu banyak perubahan atau renovasi dilakukan Yuni ke rumah itu sebelum ditinggali.
Renovasi sekitar sembilan bulan dan itu pun hanya untuk menambah atau memperluas ruang bagian depan rumah, sekarang menjadi ruang tamu, dan mengganti kusen serta kaca-kaca jendela dan pintunya. Semua proses rumah yang berdiri di atas lahan seluas 900 meter persegi itu langsung dimandori sendiri oleh Yuni dengan dibantu seorang arsitek.
Dia bahkan mempertahankan bagian tangga kayu unik berbentuk curvy yang elegan dan khas ada di rumah-rumah Eropa masa lalu. Tangga menuju lantai atas itu juga menjadi salah satu spot cantik kegemaran Yuni untuk berfoto.
Baru-baru ini Yuni juga melakukan sedikit penyesuaian di ruang tamunya. Jika dahulu ruangan didominasi warna putih, sesuai mood-nya sekarang Yuni mengubah warna dindingnya menjadi dominan merah marun, yang terasa elegan dan klasik. Warna merah marun terdapat di bagian pelapis dinding dan juga tirai-tirai jendela dan pintu. Yuni memilih menggunakan wallpaper ketimbang cat warna lantaran dirinya merasa lebih mantap dengan itu.
"Saya dahulu pilih sendiri kusen-kusen dan kaca pintu serta jendelanya. Sekarang warna cat dan kertas pelapis dinding (wallpaper) juga saya sendiri yang menyesuaikan seperti keinginan saya. Untuk dinding berwarna, saya memang lebih suka menggunakan wallpaper ketimbang cat karena teksturnya saya pikir jauh lebih kelihatan," paparnya.
Yuni juga menghias dan memperindah dinding-dinding sejumlah sudut di rumahnya dengan beragam pajangan, mulai dari hiasan piring-piring porselen besar bermotif China atau Belanda, lukisan, dan juga terutama foto-foto. Kebanyakan foto dan lukisan yang dipajang berisi gambar Yuni dan kedua anaknya.
Beragam hiasan di dinding tadi hampir memenuhi semua sudut dinding di lantai bawah rumah Yuni, mulai dari ruang tamu, dinding sepanjang lorong menuju ruang tengah, yang terkoneksi dengan service area, hingga dapur yang sekaligus berfungsi sebagai ruang makan atau sekadar tempat santai mengopi.
Di bagian dapur rumahnya itu Yuni punya satu sudut khusus, yang dia tata dengan menempatkan meja bundar kecil dan tiga kursi kayu serta sofa kecil berbentuk mengikuti dan menempel di sudut dinding. Penataannya mirip meja di pojokan kafe. Pojokan kecil itu menjadi lokasi favorit Yuni mengopi dan sarapan bersama kedua anaknya.
Senang mengopi
Sedari kecil Yuni mengaku senang menyeruput kopi. Secangkir kopi tubruk panas tanpa gula adalah kegemarannya hingga sekarang. Dalam sehari dia bisa menyeruput bercangkir-cangkir kopi tubruk, pagi atau sore hari.
Kebiasaan mengopi dilakukan Yuni sejak masih kecil. Cerita itu juga dikisahkan dalam buku autobiografi kecilnya, Yuni Shara, Waktu Terbaik Adalah Saat Ini. Saat kecil, Yuni dan adiknya selalu dibuatkan secangkir kopi encer dan selapis roti bermargarin yang terasa gurih oleh salah seorang bibi mereka saat keduanya tinggal di Kota Batu, Jawa Timur.
"Sampai sekarang suka ngopi. Buat aku mengopi itu hal kecil, tetapi bisa menjadi booster. Pagi-pagi aku biasa ngopi sambil baca koran, mendengarkan musik atau radio secara online. Seharian aku bisa minum beberapa cangkir karena aku cuma suka kopi kalau masih panas," ujar Yuni saat ditanya bagaimana dia menyukai kopinya.
Yuni juga punya satu tempat favorit lain, ruang makan yang terkoneksi langsung juga dengan dapur. Tak hanya untuk makan, banyak kegiatan juga biasa dilakukan di area itu. "Kadang aku didandanin, ya, di sini juga. Mencoba kostum yang akan dipakai manggung. Kalau lagi dandan perlu cermin, ya, cerminnya saja dibawa ke sini dari kamar," ujar Yuni ringan.
Siang itu sejumlah kru dan juru rias pribadinya mempersiapkan kostum Yuni untuk manggung. Menurut rencana, dua hari ke depan dia akan menyanyi di sejumlah acara off air di Kota Bandung, Jawa Barat. Hari itu beberapa teman Yuni dari Belanda juga datang mampir ke rumahnya. Mereka tampak santai berbincang di beranda samping.
Nyaris tak ada tempat sepi di rumah Yuni. Jika dia ingin menyendiri, Yuni mengaku hanya cukup masuk ke dalam kamarnya. Area kamar mandi di dalam kamarnya itu juga menjadi tempat favorit dia untuk merenung, menikmati kesendirian, atau sekadar membaca buku dan mendengarkan musik, menikmati me time-nya jika dibutuhkan. Namun, Yuni mengaku lebih memilih selalu bersama kedua putranya dan juga rekan-rekannya ketimbang menyendiri.