SURABAYA, KOMPAS - Seluruh pegiat pariwisata ditantang untuk terus kreatif dan berani membuat terobosan. Jika ingin berkembang dan memenuhi target kunjungan 20 juta turis asing pada 2019, para pegiat harus berani bertarung secara kreatif mengembangkan pariwisata alam, budaya, petualangan, olahraga, dan buatan.
Demikian terungkap dalam Forum Pariwisata bertema Investasi Bisnis Pariwisata yang merupakan kerja sama antara Harian Kompas dan Kementerian Pariwisata, Rabu (15/11), di Hotel Santika, Surabaya, Jawa Timur. Forum Pariwisata yang dikemas dalam diskusi itu bersubtema Daya Saing Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Destinasi Baru.
Sebagai narasumber diskusi ialah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur Jarianto, Ketua Komite Tetap Pariwisata Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Bambang Priambodo, staf ahli Jatim Park Rio Imam Sendjojo, dan Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Airlangga Gancar Premananto.
Kementerian Pariwisata menargetkan Jatim dikunjungi 1 juta pelancong mancanegara pada 2019. Beban target itu diupayakan tercapai pada 2018
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf saat pidato pembukaan acara mengatakan, Kementerian Pariwisata menargetkan Jatim dikunjungi 1 juta pelancong mancanegara pada 2019. Beban target itu diupayakan tercapai pada 2018. Saat dilantik bersama Gubernur Jatim Soekarwo pada 2008, kunjungan turis asing ke Jatim baru sekitar 246.000 orang setahun. Pada 2016, kunjungan wisatawan internasional sudah tembus 600.000 orang.
Di Jatim terdapat 265 obyek wisata alam, 320 objek wisata budaya, dan 199 objek wisata buatan. Itu di luar objek-objek baru yang dikembangkan pegiat kepariwisataan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan perusahaan di bidang industri pariwisata olahraga dan kepercayaan.
Saifullah mengklaim, pertumbuhan pariwisata Jatim tahun ini untuk sementara masih 5,7 persen. Angka itu di atas pertumbuhan perekonomian yang 5,2 persen. “Dengan begitu, pariwisata bisa tetap mendukung perekonomian. Pariwisata memang menjadi masa depan pembangunan,” katanya.
Di Jatim terdapat 265 obyek wisata alam, 320 objek wisata budaya, dan 199 objek wisata buatan. Itu di luar objek-objek baru yang dikembangkan pegiat kepariwisataan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan perusahaan di bidang industri pariwisata olahraga dan kepercayaan.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata Dadang Rizki Ratman mengatakan, pelaku usaha pariwisata harus mengetahui lebih tentang wisatawan yang akan datang. Misalnya, saat ini, ada kecenderungan kenaikan kunjungan wisatawan asal China. Untuk itu perlu ditangkap dengan membuka jalur penerbangan baru Indonesia-China dan menambah pemandu wisata yang terampil dan mahir berbahasa mandarin.
“Kemudian, kita harus tahu kesukaan mereka dan memberi pelayanan terbaik,” kata Dadang. Pemerintah juga terus mendorong kerjasama antarpengusaha pariwisata agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan.
Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Trias Kuncahyono mengingatkan, pariwisata memang akan menjadi tumpuan ekonomi di masa depan. Untuk itu, kunci pertumbuhan ialah sumber daya manusia selain memelihara keaslian, keasrian, kebersihan, dan keindahan sumber daya alam. Promosi oleh media massa atau seluruh lembaga pegiat kepariwisataan perlu ditempuh secara tepat dan kreatif.
Jarianto mengatakan, Pemerintah Provinsi Jatim mendorong pertumbuhan dan pengelolaan objek wisata secara berkelanjutan. Tidak semua objek wisata alam didorong untuk pariwisata massal. Perlu ada lokasi wisata alam yang ekslusif dengan sasaran turis yang berani menghabiskan banyak uang dan tinggal cukup lama di tempat wisata.
Kunjungan wisman setahun lalu yang 600.000 ke Jatim, dalam pandangan Jarianto, masih jauh dari harapan di provinsi berpenduduk hampir 40 juta jiwa itu. Namun, untuk kunjungan turis domestik (lokal Jatim dan nusantara) pada 2016 sudah menembus 58 juta orang dengan pengeluaran total hampir Rp 23 triliun. “Kekuatan pariwisata itu luar biasa dan merupakan peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Rio mengatakan, untuk meningkatkan kepariwisataan, yang penting harus diatasi ialah pembedaan atau diskriminasi. Prinsipnya, wisman tidak boleh dibebani biaya retribusi atau jasa lebih tinggi daripada wisnus. Wisatawan baik lokal, domestik, atau internasional harus diperlakukan setara. “Kami akan beri potongan harga misalnya 20 persen bagi siapa saja yang mau menginap dan mengikuti program wisata kami minimal empat hari. Diskon akan lebih tinggi lagi jika waktu tinggal lebih lama,” katanya.
Wisatawan sudah kenyang kalau cuma ke mal. Kenapa misalnya tidak didorong pergi ke taman hiburan rakyat menonton ludruk?
Gancar menambahkan, Indonesia kurang percaya diri menjual atraksi budaya. Di Surabaya sebagai contoh, jika wisatawan bertanya kepada warga ke mana harus berwisata, celakanya masih banyak yang mengarahkannya ke pusat belanja. “Padahal wisatawan sudah kenyang kalau cuma ke mal. Kenapa misalnya tidak didorong pergi ke taman hiburan rakyat menonton ludruk?” katanya.
Contoh itu menandakan masyarakat belum begitu menyadari kekuatan potensi alam dan budaya yang dimiliki dapat “dijual” untuk pariwisata. Masyarakat harus bangga dengan kondisi lokal yang ada terlebih karena keunikan budaya dan alamnya. Itulah yang perlu dipromosikan kepada orang lain atau dalam hal ini wisatawan. “Kita juga harus sadar dengan menambah pengetahuan tentang kekayaan daerah sebagai modal berharga untuk mempromosikan kepada orang lain,” ujar Gancar.