Berenang Sambil Bersih-bersih Sampah
Pantai Merak Beach Hotel, pertengahan Oktober lalu, ramai oleh wisatawan sekitar pukul 07.30. Mereka asyik bersenda gurau di pantai yang terletak di Cilegon, Banten, tersebut. Lebih kurang 20 orang dari mereka sudah mengenakan pakaian renang dan bersiap melakukan pemanasan.
Sekretaris Krakatau Fin Swimming (KFS) Sindhu Mulyono terlihat memimpin rekan-rekannya untuk bersenam sejenak. Selanjutnya, Sindhu menanyakan kesiapan mereka. ”Ada yang kurang tidur? Kurang makan? Kurang sehat? Silakan beri tahu,” ujarnya.
Semua anggota KFS yang berpartisipasi dalam kondisi prima. Sindhu juga menjelaskan prosedur demi keamanan para peserta yang tentunya sudah mereka hafal di luar kepala, tetapi tetap harus disampaikan. Mereka pun mulai berenang ke Pulau Merak Kecil dengan rute memutar.
”Supaya kita bisa mengecek dan memungut sampah jika menemukannya di laut. Sampah dimasukkan dalam kantung plastik yang disambung dengan pelampung,” ujar Sindhu. Setelah sekitar 45 menit, mereka tiba di Pulau Merak Kecil. Tanpa membuang waktu, Sindhu dan kawan-kawannya langsung mencari sampah lagi.
Sampah kemudian dikumpulkan dalam bak semen dan dibakar. Mereka lantas duduk-duduk untuk melepas lelah. Bekal singkong dengan kelapa parut dan jagung rebus disantap dengan lahap serta penuh canda tawa. Sekitar pukul 11.00, mereka kembali berenang ke Merak Beach Hotel.
Cinta laut
Ketua KFS Ahdia Sunarya mengatakan, komunitasnya terbentuk pada 2011. Awalnya, beberapa pehobi renang sering datang ke Krakatau Sport Club di Cilegon. ”Di kolam renang itu, kami mengobrol dan punya ide untuk pergi ke laut,” ujarnya.
Semula, mereka berenang di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap Krakatau Daya Listrik, Cilegon. Lambat laun, mereka ingin kegiatan itu juga bermanfaat. ”Maka, kami membentuk komunitas dengan nama berdasarkan kesepakatan saja. Krakatau dipakai karena di Cilegon gunung itu terkenal,” kata Ahdia.
Sementara fin adalah sepatu katak dan swimming artinya berenang. Komunitas itu berada di bawah lindungan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Banten serta Badan Pembina Olahraga dan Seni Budaya Krakatau Steel (BPOSKS). Kini, KFS beranggotakan sekitar 70 orang.
Profesi anggota KFS beragam, mulai pegawai negeri sipil, karyawan badan usaha milik negara, dokter, pelajar, ibu rumah tangga, pengusaha, TNI, polisi, pekerja swasta, lurah, camat, dan anggota DPRD Kota Cilegon. Ahdia mengatakan, KFS memungut sampah karena banyak anggotanya adalah pencinta laut.
Oleh karena itu, anggota KFS memiliki kesadaran untuk tidak hanya melakukan hobi, tetapi juga turut serta menjaga lingkungan. ”Selain sehat, Pulau Merak Kecil dan laut di sekitarnya bersih. Jarak yang kami tempuh setiap berenang sekitar 3 kilometer (km) bolak-balik,” tutur Ahdia.
Pulau Merak Kecil termasuk Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak, Cilegon. Di pulau itu, KFS mendirikan papan dengan tulisan yang mengajak wisatawan menjaga kebersihan. Mereka juga menaruh dua tempat sampah. Aktivitas KFS terlihat langsung hasilnya: jumlah sampah semakin hari semakin berkurang.
”Setiap beraktivitas, kami bisa mengumpulkan sampah hingga 50 kilogram pada 2015. Sekarang, sekitar 25 kilogram,” katanya. Bermacam sampah yang pernah ditemukan, seperti gelas kemasan mi instan, selang karet, ban truk, dan kasur busa.
Sebagian sampah itu bukan dibuang wisatawan di Pulau Merak Kecil, tetapi hanyut dari sejumlah pantai dan sungai. Kian bersihnya Pulau Merak Kecil menarik lebih banyak pengunjung. Ahdia tidak mengetahui jumlah wisatawan pulau itu per hari.
”Tapi, Pulau Merak Kecil memang semakin ramai. Dulu, tak ada penyewaan perahu dan ban untuk dipakai wisatawan saat berenang. Sekarang ada,” ucap Ahdia.
Menurut dia, KFS pun kerap mengingatkan warga setempat yang menjadi pengelola perahu, penyewa tikar, dan penjual makanan untuk membersihkan sampah.
”Mereka diminta membawa sampah ketika pulang. Kami sendiri tidak mendapatkan apa-apa selain sehat,” kata Ahdia sambil tersenyum. Sejauh ini, KFS belum pernah mengalami musibah. Mereka selalu berhati-hati dengan selalu membawa pelampung.
”Peserta yang ikut juga harus menggunakan pakaian khusus renang. Jika menerima anggota baru, kami latih dulu di kolam renang, termasuk menggunakan sepatu katak,” katanya. Setiap Selasa dan Kamis, KFS berkumpul di kolam renang. Berenang pun harus berformasi agar anggota KFS dapat saling mengawasi.
Usia anggota KFS mulai 10 tahun hingga 73 tahun. Setiap tiga bulan, KFS juga pergi ke luar Cilegon. Mereka, misalnya, berenang dan membersihkan sampah di Pulau Seribu di Jakarta; Ujung Kulon, Pulau Oar, dan Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang, Banten; dan Pulau Pahawang di Lampung.
Sponsor berdatangan untuk memberikan dukungan, seperti perusahaan baja, kimia, pengendalian emosi, hingga pemerintah daerah. ”Kami tetap mengumpulkan iuran sebesar Rp 50.000 per anggota setiap bulan. Malah, kami sering bawa makanan untuk disantap bersama-sama tanpa menggunakan iuran,” ujarnya.
Veny Rafenia (17), warga Kelurahan Ciwedus, Kecamatan Cilegon, Cilegon, mengatakan, dia menjadi anggota KFS sejak tahun 2016. Siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Cilegon itu tertarik bergabung karena ayahnya, Ahmad Rafei (52), lebih dulu menjadi anggota KFS.
”Awalnya, saya melihat Ayah berenang ke Pulau Merak Kecil. Seru. Saya lalu latihan di kolam renang. Sekarang, saya sudah kuat berenang ke pulau itu,” katanya. (Dwi Bayu Radius)